Senin, 08 Oktober 2012

Aren Indonesia Berita 2005

Aren Indonesia

Berita 2005

Maret 2005

”Ada Pohon Aren, Tetap Produksi”

Sumber: http://www.suaramerdeka.com/ Selasa, 15 Maret 2005
DUA lelaki tampak bekerja di sebuah gubuk besar. Seorang membelah batang aren (Arenga pinnata), yang lain memarut hasil belahan dengan sebuah mesin tenaga diesel yang asapnya berkepul-kepul. Dalam beberapa detik, belahan batang aren yang keras itu telah menjadi semacam serbuk gergaji.
Kesibukan itu sehari-hari berlangsung di Dusun Mluro, Desa Ngabean, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Dusun kecil di lereng Gunung Ungaran tersebut merupakan sentra pembuatan pati aren. Sejumlah warga membuka usaha di bidang tersebut secara sederhana.
Produk yang mereka hasilkan kini telah dipasarkan, selain di Semarang juga sampai ke Solo dan Ngawi, Jawa Timur. Oleh konsumen, pati aren biasa digunakan sebagai bahan campuran pembuatan bakso, cendol, dan hunkue.
Paling banyak dikirim ke Solo karena di sana banyak terdapat industri bahan-bahan makanan tersebut.
Jika dirunut ke belakang, pembuatan pati aren di desa itu sudah berlangsung sejak 1965. Mereka memanfaatkan pohon-pohon aren yang sudah tua dan tidak produktif untuk menambah penghasilan.
”Saat itu pembuatannya masih dilakukan dengan cara sederhana, cuma dicacah dan ditumbuk. Hasilnya juga masih kasar dengan warna kemerah-merahan,” tutur Khomeidi (48), warga.
Pada 1973, warga mulai menggunakan mesin giling sederhana dalam proses pembuatan pati aren. Alat tersebut hanya berfungsi untuk mempercepat proses pengolahan semata-mata, sedangkan kualitas produk yang dihasilkan masih tetap sama, kasar, dan kemerah-merahan.
Berkualitas Baik
Tempat pengolahan milik Khomeidi saat ini telah mampu menghasilkan pati aren berkualitas baik, butirannya lembut dan berwarna putih terang. Dengan mempekerjakan 20 karyawan, dia mampu memproduksi rata-rata 1,5 ton/hari. Dari jumlah tersebut, keuntungan bersih yang dia terima Rp 100.000/hari.
Untuk menghasilkan pati aren yang baik dibutuhkan proses pembuatan yang panjang. Mula-mula batang aren dipotong-potong sepanjang satu meter, lalu dibelah menjadi empat sampai enam bagian. Bagian kayu luar yang keras dibuang dan bagian dalamnya diparut dengan mesin.
Hasil parutan kayu kemudian diperas sarinya, dimasukkan ke dalam bak penampungan. Setelah tiga jam didiamkan akan menghasilkan endapan.
Nah, endapan inilah yang selanjutnya diolah menjadi pati aren. Caranya, disaring lagi dengan saringan mesin, diendapkan satu malam, dan dijemur sehari.
”Semakin lama mencari bahan baku semakin susah. Selama ini pohon aren kan tidak pernah dibudidayakan. Pokoknya selama masih ada pohon aren, kami masih berproduksi,” katanya. (Rukardi-91j)

Juni 2005

Pabrik Gula Aren Pertama Dunia Akan Didirikan di Sulut

Sumber: Kapanlagi.com,Jum’at, 24 Juni 2005 ; http://www.kapanlagi.com/
Kapanlagi.com – Propinsi Sulawesi Utara (Sulut) segera miliki pabrik gula aren pertama di dunia dan berlokasi di Desa Tondangow, Kota Tomohon, yang saat ini sedang dalam penyelesaian pembangunan pabrik.
Direncanakan mulai produksi pada bulan November 2005 mendatang.
Dr Ir Willie Smits, perencana pabrik tersebut dari Yayasan Masarang, Jumat (24/6) di Tomohon mengatakan, produksi tahap pertama direncanakan tiga ton gula aren per hari dalam bentuk kristal, dengan kebutuhan bahan baku nira (air sadapan dari pohon enau) mencapai 25 ribu liter setiap hari.
“Produksi akan ditingkatkan menjadi 12 ton per hari dengan kebutuhan air nira menjadi 100 ribu liter per hari pada tahun 2006 mendatang, “kata Dr Willie.
Investasi pabrik tersebut mencapai 2,8 miliar, bersumber dari Yayasan Masarang berupa lahan, bangunan dan sebagian infrastruktur senilai Rp1 miliar, serta bantuan Departemen Pertanian senilai Rp1,8 miliar dalam bentuk pengadaan peralatan pabrik.
Lokasi pabrik disamping tempat pendinginan uap proyek listrik geothermal, dimaksudkan agar dapat memanfaatkan buangan geothermal itu sekaligus menjadikan menjadi pabrik tersebut ramah lingkungan.
“Pertamina dan Yayasan Masarang telah sepakat pemanfaatan uap di areal geothermal, guna pemberdayaan masyarakat disekitar melalui pabrik gula aren,”kata Dr Willie.
Dengan beroperasinya pabrik gula aren tersebut, sekitar 2.000 orang akan terserap dalam lapangan kerja baru itu sehingga diharapkan bisa mengurangi pengangguran di daerah tingkat dua tersebut berkisar 20 ribu orang.
Hasil produksi aren kristal tahap pertama difokuskan ekspor ke mancanegara, makanya kualitas akan dihasilkan sesuai standar internasional.
Ketua Yayasan Masarang, Linneke S Watoelangkow mengatakan, pabrik ini akan dikembangkan bukan hanya hasilkan gula aren, tetapi juga produk lain seperti molasses untuk bahan kecap dan ethanol sebagai bahan bakar energi kendaraan bermotor yang ramah lingkungan.
Kehadiran pabrik ini akan meningkatkan ekonomi petani penyadap enau yang diperkirakan sebanyak 1000 orang di daerah tersebut, dengan penghasilan rata-rata per petani sebanyak Rp20 juta per tahun. (*/bun)

September 2005

Pemerintah Bantu Pembangunan Pabrik Aren Rp1,8 Miliar

Sumber: http://www.kapanlagi.com/ Sabtu, 10 September 2005
Kapanlagi.com – Pemerintah melalui dana APBN membantu pembangunan pabrik aren pertama di dunia berlokasi di Kota Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut), dengan total anggaran mencapai Rp1,8 miliar.
Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Sulut, Ferdinand Tairas, Sabtu, di Manado, Sulut, mengatakan, dana tersebut teralokasi dari Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Rp1 miliar dan Dinas Perkebunan Sulut Rp800 juta.
Pembangunan pabrik aren tersebut sedang dalam proses persiapan tender, dan diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama sudah didapatkan pemenang yang akan membangun pabrik aren modern itu.
Tairas mengatakan, pabrik gula aren berlokasi di Desa Lahendong, Kota Tomohon tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan penyadap enau di daerah itu yang selama ini masih terbatas pada pengolahan secara tradisional.
Pabrik tersebut akan dikelola Yayasan Masarang dengan melibatkan ribuan petani di Kota Tomohon dan daerah lainnya sebagai penyuplai bahan baku enau untuk kemudian diolah menjadi gula aren berkualitas tinggi.
Gula aren yang dihasilkan dari pabrik ini merupakan gula kualitas terbaik sehingga mampu penuhi kualitas ekspor seperti yang diminta beberapa negara Eropa dan Amerika serta konsumen Asia lainnya.
Realisasi pembangunan pabrik gula aren terbesar di Indonesia tersebut mulai menyeruak saat pelaksanaan Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) berlangsung di Kabupaten Minahasa tahun 2004 lalu.
Saat itu, Menteri Pertanian, Bungaran Saragih mendukung dibangunnya pabrik gula aren di Sulut untuk menyerap hasil produksi air enau atau dikenal dengan istilah saguer dari petani agar dijadikan produk bernilai ekonomis tinggi. (*/lpk)

Gula Aren Jangkat, Hanya Nama

Sumber: http://www2.kompas.com/kompas-cetak/Senin, 19 September 2005
Gula aren atau palm sugar produksi Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi, sejak lama terkenal dengan kualitasnya yang baik dan aromanya yang wangi. Kemasannya unik, bulat dengan diameter 20 sentimeter dan 25 irisan masing-masing 1,5 sentimeter, dibalut upih atau pelepah batang pisang yang telah kering.
Di Pasar Muara Madras, ibu kota Kecamatan Jangkat, harganya Rp 30.000 per bungkus dan di Muara Siau harganya mencapai Rp 40.000 per bungkus. Namun di Muara Siau jarang ada, dan hanya untuk membuat gelamai atau dodol menghadapi bulan puasa dan Lebaran.
Di Jangkat dan Lembah Masurai, aren tumbuh dengan bagus, subur dan sebagian tumbuh secara liar. Selain dibuat gula, aren sangat banyak manfaatnya. Buahnya bisa dijadikan kolang kaling, ijuknya laku dijual, lidinya untuk sapu, dan sagu batang aren bisa dijadikan makanan ternak. Pada masa lalu, sebagian penduduk di beberapa pedesaan di Sumatera, menjadikan pucuk aren sebagai rokok.
Meskipun peluang ekonominya besar, belum ada upaya untuk meningkatkan produksi dengan memanfaatkan secara optimal tanaman aren yang ada. Sebagian buah aren dibiarkan tua dan gugur di tandan. Pohon aren belum dimanfaatkan untuk diambil buahnya, dijadikan beluluk atau kolang kaling yang laris pada bulan puasa. Bahkan lebih parah lagi, tidak ada upaya untuk peremajaan atau perluasan tanaman aren. Tanaman yang ada umumnya sudah berusia tua dan sebagian sudah mati.
Kenyataan ini menyedihkan dan memprihatinkan. Masyarakat harus dirangsang kembali untuk menamam dan meremajakan tanaman aren, kata Wakil Gubernur Jambi Antony Zeidra Abidin seusai melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Jangkat, Muara Siau, dan Lembah Masurai, Merangin, Kamis (15/9) lalu. Saya minta kepada Camat Jangkat agar bekerja sama dengan Dinas Perkebunan provinsi dan kabupaten, untuk melakukan pembibitan aren. Nantinya bibit aren tersebut diberikan secara cuma-cuma kepada petani untuk ditanam, ujar Antony.
Kurang bergairahnya masyarakat merawat dan meremajakan aren karena pemasarannya sulit. Infrastruktur jalan buruk. Kini ruas jalan Simpang Pulau Rengas-Jangkat sejauh 155 kilometer dalam kondisi rusak berat di banyak tempat. Jika jalan tidak baik, pertanian kentang, cabai merah keriting, kol bulat, minyak nilam, kopi, gula aren, padi sawah dan ladang di Jangkat dan Lembah Masurai sulit dikembangkan.
Meskipun daerah yang berada di punggung Pegunungan Bukit Barisan subur dan cocok untuk ditanami sejumlah komoditas pertanian pangan dan perkebunan. Alamnya indah, udaranya sejuk. Keterisolasian dalam jangka waktu yang lama menyebabkan potensi yang dimiliki kawasan Muara Siau, Lembah Masurai, dan Jangkat tidak termanfaatkan dengan baik. Salah satu contoh adalah gula aren.
Untuk mengembangkan Jangkat, Lembah Masurai, Muara Siau, dan kawasan sekitar Gunung Masurai dan Gunung Hulu Nilo, Gunung Sedingin danb Gunung Simpai tidak ada jalan lain, infrastruktur jalan harus diperbaiki dan ditingkatkan. Jalan, jalan, jalan, kata Wagub Antony. (h nasrul thahar)

Leave a Comment »

No comments yet.
RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a Reply

Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar