Senin, 08 Oktober 2012

Pohon Enau Hasilkan Energi Terbarukan

Aren Indonesia

Berita 2006

Juni 2006

Pohon Enau Hasilkan Energi Terbarukan

Sumber: Kompas, 13-Jun-2006
Manado, Kompas – Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara diharapkan menjadi lokomotif dalam upaya menggiatkan penanaman pohon enau secara besar-besaran. Penanaman pohon enau selain berdampak positif terhadap pengembangan ekonomi rakyat, sekaligus juga bisa memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan, serta dapat menghasilkan energi (bahan bakar) terbarukan. Selain itu, pohon enau dibutuhkan untuk perbaikan lingkungan yang rusak.
Deklarator Permesta HN Sumual (83) mengemukakan pendapatnya itu ketika menyampaikan beberapa pemikiran pada diskusi tentang upaya penanggulangan tiga isu sentral yang kini melanda Indonesia, yaitu melebarnya pengangguran, krisis energi, dan rusaknya sistem lingkungan (ekosistem), Senin (12/6) di Manado.
“Di samping terus mencari solusi pemecahan tiga problem besar itu (pengangguran, krisis energi, dan krisis lingkungan hidup) melalui teknologi, Sulawesi Utara, bahkan Indonesia, dapat mulai mengembangkan penanaman enau secara besar-besaran,” katanya.
Tanaman enau, lanjut Sumual, ternyata bisa menghasilkan cairan dengan kandungan alkohol tinggi yang jika disuling lebih intensif bisa diitingkatkan menjadi bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin terbatas. Minimal cairan putih yang dihasilkan pohon enau dapat diproses menjadi etanol berkadar alkohol lebih dari 90 persen.
Selain itu, karena tanaman enau memiliki daya serap air yang tinggi, kegiatan itu dapat sekaligus memulihkan fungsi-fungsi tanah yang telah terdegradasi akibat erosi menyusul penebangan hutan secara membabi buta. “Jadi, penanaman enau memiliki arti sangat positif, sebab dapat menghasilkan bahan bakar terbarukan dan juga menghasilkan banyak hasil ikutan lain yang bernilai ekonomi dan sosial,” tutur Sumual.
Di Minahasa, tanaman enau (disebut pohon seho) pada usia delapan tahun menghasilkan minuman saguer (sejenis tuak). Dari cairan putih saguer (warna susu agak bening), para petani memprosesnya (disuling) menjadi minuman berkadar alkohol di atas 30 persen (cairan putih bening seperti air putih) dengan merek cap tikus yang kini dijual Rp 3.000 – Rp 4.000 per botol.
Keunggulan etanol dari pohon enau, sejak awal sudah berbentuk cairan, berbeda dengan etanol dari jagung atau ubi-ubian yang masih harus diubah menjadi cairan. Keunggulan lainnya, penanaman pohon enau tidak harus melalui proses budidaya, cukup dengan biji-bijian, yaitu melempar atau meletakkan benih di hutan. Pohon enau akan tumbuh sendiri tanpa melalui pemupukan atau pemeliharaan tanaman. (FR)

POHON AREN; Perajin Gula Kesulitan Bahan Baku

Sumber: http://www2.kompas.com/ Senin, 26 Juni 2006
Purwakarta, Kompas – Para perajin gula di Desa Pawenang dan Cikeris, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta, semakin sulit mendapatkan bahan baku air nira pohon aren. Hal itu karena jumlah pohon aren di daerah tersebut semakin berkurang akibat penebangan secara terus- menerus.
Untuk memenuhi permintaan, beberapa pedagang yang telanjur mendapat pesanan dari pelanggannya terpaksa mengambil gula dari daerah Cianjur atau Sukabumi karena kekurangan bahan. Jumlah perajin pun berkurang dari tahun ke tahun.
“Jumlah perajin dan produksi berkurang karena menurunnya bahan baku. Karena butuh uang mendesak, banyak warga yang menebang dan menjual pohon arennya,” ujar H Saepulloh (60), pengepul gula aren di Kampung Sumbersari, Desa Pawenang, Minggu (25/6). Ia menambahkan, satu batang pohon aren berusia 15 tahun dijual dengan harga sekitar Rp 150.000 hingga Rp 200.000. Batangnya biasa diparut untuk diambil sari tepungnya.
Sementara jika disadap, satu pohon dengan usia yang sama bisa menghasilkan uang hingga Rp 800.000 lebih. Setiap pohon biasanya memiliki dua tangkal yang masing-masing bisa disadap hingga enam bulan saat masa produktif. Hasil dari menyadap nira bisa mencapai Rp 50.000 per hari.
Berkurangnya jumlah produksi itu otomatis membuat pelanggan berkurang. Menurut dia, pelanggan yang beberapa kali tidak terpenuhi pesanannya memilih menarik pesanannya dan membeli dari perajin daerah lain.
Aisyah (32), perajin gula, mengatakan, produksinya menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990-an, ia memproduksi gula aren antara 3.000-3.500 cetakan per hari. Kini ia memproduksi gula rata-rata 2.000 cetakan saja per hari dengan lima kali perebusan.
Fathul Mukhlis, Kepala Desa Pawenang, menambahkan, pemerintah sudah mengeluarkan larangan menebang pohon aren. Namun, pihaknya selalu menemui kesulitan dalam pelaksanaan. Larangan dimaksudkan untuk mendukung perekonomian warga yang mengandalkan bahan baku nira dari pohon-pohon aren di daerahnya sendiri. (MKN)

Juli 2006

Nira Aren Bisa Jadi Pengganti Bensin

http://tribunkaltim.com, 10 Juli 2006
Balikpapan, Tribun – Masalah kebutuhan gula dan kelangkaan sumber energi dimasa mendatang akan meningkat drastis. Bahkan 2008 nanti, Indonesia diperkirakan akan banyak mengimpor gula dan bahan bakar minyak. Ini akan menjadi masalah tersendiri bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Untuk menjawab masalah itu, Borneo Orangutan Survival (BOS) Samboja menggalakan penanaman aren. “Penanaman aren akan membuka lapangan kerja baru dan juga produk yang jauh lebih bermanfaat, daripada pembukaan areal kelapa sawit. Jenis aren selain memproduksi gula, dapat menghasilkan sagu, ijuk dan juga etanol pengganti bensin,” kata Dr Ir Wilie Smits, Direktur BOS pekan lalu.
Menurutnya, penanaman aren harus dikembangkan, karena selain dapat menghasilkan lapangan kerja lebih banyak, dibanding perkebunan lain. Misalnya perkebunan tebu dengan waktu panen 2-3 bulan. Belum lagi, pembakaran lahan tebu akan memberikan dampak buruk dari polusi asap.
Wilie mengatakan, keunggulan jenis aren cukup banyak, bila dikembangkan dengan baik. “Aren bisa tumbuh dimana saja, tahan terhadap penyakit, tumbuh secara alami di tanah kristis, tahan api dan mencegah erosi dengan akar yang rapat dan dalam,” ujarnya. Saat ini, gula aren belum banyak dikenal masyarakat.
Ini disebabkan belum adanya standar resmi, dan belum pernah diproses menjadi gula kristal. Selain itu pasaran lokal hasil aren terbatas serta teknologi
pembibitan juga masih baru. Produksi gula dalam 12 pohon aren bisa menghasilkan 7 liter nira.
Jadi penanaman aren membantu terciptanya lapangan kerja. Setiap hektar perkebunan aren yang dikerjakan 8 orang, dapat menghasilkan gula per hari
sebanyak 67.2 kg.
Sehingga dapat mengantongi pendapatan per kg/ hari sekitar Rp 2.976. Bila disumsikan pendapatan sesuai UMR 25.
“Bisa dibayangkan jika harga gula / kg tahun 2006 mencapai Rp 7.000, berapa keuntunganya,” kata Wilie.
Belum lagi lapangan kerja yang tercipta dari produksi etanol sebagai alternatif bahan bakar minyak. Saat ini jika rata-rata impor minyak per hari 300.000 barrel
atau sekitar 30 juta liter bensin.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, dengan produksi ethanol aren dibutuhkan jumlah tenaga kerja 6 juta orang dan menghidupi 30 juta orang. Dengan hanya menggunakan lahan sebagai kebun aren seluas 800.000 hektar (ha).
Dia juga menegaskan selama ini jenis aren telah diuji cobakan di kawasan BOS Samboja. Dan ke depan, etanol yang akan diproduksi di areal ini akan dapat
digunakan untuk menggerakan diesel dan membangkitkan listrik dengan kekuatan 8 Megawatt (MW). “Sulawesi Utara saja yang kecil, saat ini sudah mampu
menghasilkan 100 ton gula per hari dan bisa menjadi tempat ujicoba program nasional pengembangan gula aren serta ethanol untuk energi.
Ke depan BOS akan mengaplikasikan teknologi ini dengan sistem destilasi nira aren,” katanya. (m8) .

September 2006

Sulut undang investor kembangkan nira

Oleh : Hilda Sabri Sulistyo,
Sumber: Bisnis ndonesia, Jumat, 01/09/2006 09:20 WIB
JAKARTA: Pemprov Sulawesi Utara mengundang investor untuk mengembangkan bahan bakar minyak alternatif dari pohon nira (enau) didukung lahan yang luas dan SDM yang mencukupi.
Hanny Sangian, ketua peneliti jurusan fisika Universitas Samratulangi, mengatakan saat ini pihaknya baru melakukan penelitian awal dan hasilnya sudah dapat dimanfaatkan untuk menjadi bahan bakar untuk generator mesin maupun kompor rumah tangga.
“Bahan bakar minyak etanol nantinya dapat digunakan untuk mobil maupun motor. Untuk itu harus didukung kebijakan pemerintah apakah enau bisa dijadikan bahan bakar alternatif”, kata Hanny di sela-sela Sulut Expo di kawasan Semanggi Expo yang berlangsung hingga 4 September.
Menurut dia, Sulut mempunyai potensi mengembangkan etanol enau karena selama ini masyarakat setempat ahli mengolah air nira menjadi minuman keras yang disebut batifar.
“Jadi air niranya sendiri sudah mengandung 5% etanol begitu diolah jadi minuman kadarnya menjadi 44%. Untuk menjadi bahan bakar minyak [BBM] alternatif kita harus mengolahnya minimal jadi 90% etanol untuk menjalankan kendaraan bermotor”.
Masalahnya sekarang pohon enau di Sulut ditanam secara liar dan belum sistematis. Di luar Sulut terutama di Pulau Jawa juga banyak pohon enau hanya problemnya sulit mendapatkan masyarakat yang mampu dan siap mengolah enau sebagai BBM alternatif.
Hanny mengungkapkan keunggulan enau sebagai BBM alternatif antara lain karena dapat menghasilkan air nira 20-30 liter per hari. Dalam 20 liter air nira mengandung 1 liter etanol murni.
“Untuk konsumsi bahan bakar minyak sekarang 200 juta liter per hari setara dengan 200 juta pohon enau. Sedangkan untuk itu luas lahan pohon enau yang diperlukan hanya 2 juta ha saja,” tandasnya..
Sementara perbandingan jika membuat etanol dari jagung memerlukan luas lahan 30 juta ha, etanol dari tebu perlu lahan 25 juta ha dan dari minyak sawit (biodiesel) memerlukan lahan 15 juta ha.
“Jadi dari sisi kebutuhan lahan paling unggul enau atau nira itu karena hanya butuh 2 juta ha lahan. Keunggulan lainnya pohon ini menghasilkan multi produk seperti tepung sagu, gula aren dan ijuk untuk sapu”.
Selain itu pohon enau yang sudah tidak produktif dapat diambil kayunya untuk berbagai produk. Pohon ini juga tahan akan cuaca ekstrim dan bisa sebagai penahan banjir. Jadi, ujarnya, pemerintah pusat yang dapat menetapkan apakah enau bisa jadi BBM alternatif dan dikembangkan sebagai industri nasional.
Pihaknya berharap dengan hadir di kegiatan Sulut Expo 2006 ini dapat memberikan informasi dan berkontribusi untuk memberikan BBM alternatif meskipun di Sulut bahan baku enau ini baru dikembangkan enam bulan terakhir. (tw)

Oktober 2006

Pemerintah Kembangkan Proyek Gula Aren

Sumber: TEMPO Interaktif, Rabu, 11 Oktober 2006 ; http://www.tempo.co.id/
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah akan mengembangkan tujuh proyek industri gula kristal dan etanol dari pohon aren. “Presiden setuju menjadikannya proyek nasional untuk ketahanan pangan dan energi,” kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie di Jakarta hari ini.
Tujuh lokasi itu adalah Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Pulau Muna di Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Menurut Aburizal, di daerah itu terdapat hutan aren yang siap untuk disadap getahnya untuk menjadi bahan baku gula.
Dia mengatakan, jika 800 ribu hektare tanaman aren dimanfaatkan untuk industri gula maka dapat menyerap tenaga kerja sekitar 5 juta orang yang bekerja pada dua shift.  OKTAMANDJAYA WIGUNA

Dibangun, Enam Pabrik Gula Aren Kristal

Laporan Wartawan Kompas Wisnu Nugroho A; Kamis, 12 Oktober 2006
JAKARTA, KOMPAS- Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengatakan, pemerintah akan membangun enam pabrik gula aren kristal di enam daerah dengan total dana Rp 60 miliar.
Melalui tim nasional yang diketuai Menko Kesra dibantu Menteri Pertanian Anton Apriantono, pabrik-pabrik ini akan dibangun untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah rakyat miskin.
Enam daerah tempat akan didirikannya pabrik gula aren kristal adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Saat ini sudah berdiri pabrik gula aren kristal di Tomohon, Sulawesi Utara yang dinilai sukses dan akan dijadikan contoh.
“Presiden setuju, pembangunan enam pabrik gula aren kristal baru ini sebagai program nasional. Pembangunan pabrik gula aren kristal itu akan dimulai tahun depan,” ujar Aburizal usai menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (12/10).
Gula aren kristal potensial dikembangkan karena pohonnya sudah tersebar luas di seluruh Indonesia. Jumlah totalnya ada sekitar 800 ribu hektar. Di pasar internasional, harganya mencapai Rp 50.000 per kilogram.
Selama ini, gula aren kristal diekspor ke Belanda, Swiss, dan Jepang. Dengan enam pabrik gula aren kristal yang akan dibangun di enam daerah itu, pemerintah memperkirakan dapat membuka 300 ribu lapangan kerja baru. Jika 800 ribu hektar kebun aren di seluruh Indonesia dapat dimanfaatkan, akan terbuka lima juta lapangan kerja baru.
Untuk melihat operasional pabrik gula aren kristal pertama di dunia di Tomohon, Presiden akan mengunjunginya pada Desember 2006 sebelum menghadiri KTT ASEAN di Cebu, Filipina. Di pabrik yang sudah beroperasi dan sukses dengan modal Rp 9 milyar ini, telah dipekerjakan 2.222 orang. Dengan pengembangan lebih lanjut, akan terbuka lapangan kerja tambahan sebanyak 7.500.

Pemerintah Akan Jadikan Budidaya Aren sebagai Program Nasional

Sumber:  elshinta.com, 12/10/2006 14:11 WIB
Teguh Tri Sartono – Jakarta, Pemerintah akan menjadikan budidaya aren yang menghasilkan gula aren dan ethanol sebagai program nasional. Selain itu, pemerintah juga telah mempersiapkan beberapa lokasi di Indonesia untuk menanam aren tersebut.
Demikian dikatakan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie dalam keterangan persnya usai bertemu Presiden SBY di Kantor Kepresidenan Jakarta, Kamis (12/10) siang ini.
Ia menyebutkan, lokasi tersebut diantaranya di Sulut, Sumut, Jabar, Jatim, Sulteng, Kalbar dan Kaltim yang semuanya akan dijadikan pilot proyek industri gula aren.
Menurut Ical, jika lahan seluas 850.000 hektar dimanfaatkan untuk menanam aren maka akan menyerap sekitar 5.008 pekerja baru. Selain dapat diproduksi sebagai gula kristal aren, tanaman aren sekitar 30 persennya juga dapat menghasilkan molasis yang dapat dijadikan ethanol pengganti bensin.
Ia menjelaskan, Presiden telah menyampaikan persetujuannya agar proyek aren ini dijadikan sebagai program nasional yang selain akan menjaga ketahanan pangan, program ini juga akan menjadi penyangga ketahanan energi nasional. “Aren akan dijadikan program nasional,” jelasnya.
Sebagai modal pembangunan, tambah Ical, pemerintah akan menyiapkan dana sekitar Rp 60 miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk pengembangan Program Aren Nasional. (dir)
Sumber: http://www.elshinta.com/elshinta/kontak.htm

SBY : Aren Tomohon Jadi Program Nasional

Laporan: Peggy Sampouw, Jakarta,  Manado Post 13 Oktober 2006
Sulut kembali bikin gebrakan di tingkat nasional. Pengembangan gula aren yang dilakukan di Tomohon, kini dijadikan program nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Gula aren Tomohon menjadi pilot project dan program ini sudah ditetapkan Bapak Presiden sebagai program Nasional,” Kata Gubernur Sulut SH Sarundajang kepada koran ini di Jakarta, kemarin.
SHS – sapaan SH Sarundajang dan Dr Willie Smits mendapat kehormatan khusus dari Presiden SBY untuk mempresentasekan pengembangan gula aren di Istana Negara, kemarin. SBY didampingi oleh Menko Kesra Ir Aburizal Bakri dan Menteri Pertanian Anton Apriantono. Selama dua jam SBY mendengarkan presentasi dari SHS dan Willie Smits.
Terpikat dengan program yang sudah dikembangkan di Tomohon, SBY menetapkan Sulut sebagai proyek nasional pengembangan gula aren kristal. Untuk kepentingan itu, pemerintah pusat menyiapkan 64,5 miliar. Program di Tomohon akan mendapat suntikan Rp. 4,5 miliar, setelah sebelumnya sudah mendapatkan kucuran Rp, 9 miliar.
Ditetapkan enam propinsi untuk mengembangkan program sejenis. Yakni Jatim, Jabar, Sultra, Kaltim, Kalbar, dan Sumut, masing-masing daerah itu ditunjang dengan dana program dari pemerintah pusat sebesar Rp. 10 miliar.
Sulut sendiri dijadikan sebagai pusat pengembangan gula aren kristal secara nasional. Berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan aren dipusatkan di Sulut. Mulai dari pengembangan gula aren kristal, penelitian dan pengembangan, pendidikan hingga upaya pemasaran.
“Pabrik gula aren kristal di Tomohon akan diresmikan oleh Bapak Presiden Desember nanti, Peresmian itu dilakukan bersamaan dengan Pembukaan Kongres Petani Aren II di Tomohon,” tutur SHS.
Tanaman aren tak hanya akan dikembangkan untuk gula aren kristal, tetapi juga untuk energi alternatif (bio-sel), pelestarian lingkungan dan pengembangan ekonomi rakyat yang diorientasikan untuk mengentaskan kemiskinan dan menyerap lapangan kerja. “Pabrik di Tomohon menyerap 2.222 tenaga kerja, dan kini sudah ada daftar tunggu sebanyak 3.330 petani,” kata Smits. Sulut sendiri, ujar SHS akan membangun pabrik di sejumlah kabupaten/kota . “Kita kembangkan di minimal 5 kabupaten. Program ini akan menjadi salah satu andalan untuk mengentaskan kemiskinan, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata SHS.
Kepada Presiden, SHS menjelaskan, selain manfaat ekonomi dan ekologis, aren berfungsi secara sosial. “Disamping itu, meningkatnya fungsi ekonomi pohon aren secara tidak langsung dapat menekan produksi miniman keras yang selama ini menjadi sumber utama terjadinya kriminalitas di Sulawesi Utara. Pohon aren di Sulut bisa ditemukan diberbagai tempat, sebagian besar tersebar di wilayah Minahasa dan Sangir,” papar SHS .
Dr Willie Smits sebagai pengelola sebuah yayasan di Sulut dan telah membangun pabrik gula aren pertama di dunia. Selanjutnya untuk menanggani pilot project ini, SBY sudah menugaskan tim nasional yang terdiri atas Menko Kesra, Mentan, Gubernur Sulut dan Willie Smits. Untuk perkembangan lebih lanjut, akan ditambah beberapa Menteri dan ahli.
“Tadi saya bersama Mentan dan Gubernur Sulut dan saudara Willie Smits menghadap bapak Presiden untuk mempresentasikan salah satu program yang dapat digunakan untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Dan, disamping itu juga dapat dimanfaatkan untuk ketahanan pangan dan energi. Jadi, proyek itu adalah pemanfaatan pohon aren. Bapak Presiden sudah setuju untuk menjadikan komoditas ini sebagai program nasional,” jelas Menko Kesra Aburizal Bakri kepada wartawan di Istana, kemarin.
Daerah yang paling banyak memiliki potensi tanaman aren, itu yang dijadikan sebagai pilot ptoject. Pabrik gula aren kristal pertama di dunia ini, mengikut sertakan sekitar 22.000 petani penyadap aren. Kemudian, melalui penambahan menjadi dua shift diharapkan bertambah lagi 7.500 pekerja. “Tadi dilaporkan sejauh mana prosesnya dilaksanakan. Saya dan Pak Anton sudah melihat. Pak Anton juga akan memberikan bantuan di sana. Bahwa pemanfaatan aren cukup baik untuk dijadikan sebagai gula kristal yang kemudian kalau dieksport harganya mencapai Rp. 50.000/kg. Bisa dibandingkan dengan harga gula putih yang dijual dipasar di Indonesia yang harganya berkisar Rp. 7.000/kg,” kata Ical kepada wartawan usai pertemuan dengan SBY.
Dari gula aren itu, urainya, juga diperoleh 30 % molases, yang bisa dipakai untuk pembuatan etanol yaitu penganti bahan bakar minyak. Di Sulut, dengan dana Rp. 9 miliar ditambah Rp. 14 miliar lagi akan dibangun sebuah pabrik etanol dan meningkatkannya menjadi dua shif. Dengan begitu Ical memperkirakan, jumlah lapangan kerja yang akan tersedia kurang lebih 9-10 ribu orang. Di Indonesia ada 7 daerah yang memiliki tanaman aren cukup banyak dan sudah ready. “Dia berupa hutan aren, tidak ditanam orang. Tapi kan pohon aren itu keistimewaannya adalah sekali disadap dia akan disadap terus sampai kapanpun juga (mati),” tambahnya.
Ketujuh tempat yang akan menjadi pilot project adalah Tomohon di Sulut, Sumut, Jabar, Jatim, Pulau Muna di Sultra, Kalbar dan kaltim. “Itu adalah tujuh pilot project untuk gula aren. Dan, Bapak Presiden menyatakan sudah setuju projek aren ini menjadi program nasional sehingga dengan demikian baik untuk ketahanan pangan maupun energi, gula aren ini bisa dijadikan program nasional,”ujar Ical.
Bagi ketahan energi, aren akan menjadi produk kelima setalah buah jarak, kelapa sawit, tebu dan singkong. Tapi yang 70 % adalah tetap untuk ketahanan pangan. (dikutip kembali oleh bagpde, gem)

Desember 2006

Rencana Cap Tikus Dijadikan BBM, Petani di Sulut Bergairah Menanam Pohon Enau

Manado – Para petani pohon enau di Sulawesi Utara (Sulut) merasa bersyukur dan merasa lega atas perhatian pemerintah terhadap manfaat minuman tradisional cap tikus untuk dikembangkan menjadi energi alternatif dalam mengantisipasi krisis bahan bakar minyak di Indonesia. Mereka bahkan bergairah untuk menanam pohon enau.
John Mamuaya, salah satu petani pohon enau yang tergabung dalam Yayasan Masarang di Desa Rurukan dan Temboan Kota Tomohon yang ditemui SH di Tomohon, baru-baru ini merasa gembira, karena dengan demikian para petani enau mendapat perhatian pemerintah.
”Selama ini, kami hanya menanam pohon enau, selanjutnya setelah besar, buahnya kami jadikan sejenis minuman khas Minahasa yakni saguer. Alternatif lain, kami buat gula aren dan ada juga teman-teman petani yang membuatnya menjadi minuman keras tradisional yang dikenal dengan nama cap tikus,” ujar Mamuaya.
Upaya mereka selama ini akan ditindaklanjuti dengan bakal dikunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 10 Desember 2006 mendatang. Menurut John perjuangan ini merupakan buah tangan dari Ketua Yayasan Masarang, Lineke Watoelangkow yang saat ini Wakil Wali Kota Tomohon.
”Perjuangan dan upaya Ketua Yayasan Masarang ini mengembangkan pohon enau di Kota Tomohon sangat besar. Demikian juga, usahanya memberdayakan para petani di beberapa desa di Tomohon untuk membudidayakan pohon enau mulai membawa hasil karena hasil gula aren dari pohon enau ini sudah mendapat perhatian pemerintah dengan pengembangan lahan,” tambah Mamuaya.
Selain itu, sudah ada beberapa negara di Eropa seperti Belanda, Belgia, Austria, Jerman berminat terhadap gula aren yang konon kualitasnya terbaik di Indonesia.
Jemmy Pondaag, petani pohon enau asal Desa Wanga Kecamatan Motoling Kabupaten Minahasa Selatan, ditemui terpisah di Motoling, Kamis (30/11) mengatakan, program pemerintah yang bakal dijadikan cap tikus menjadi bahan bakar minyak alternatif atau biodesel di Indonesia menimbulkan gariah para petani untuk menanam enau.
Para petani enau di Wanga dan Motoling serta kecamatan di sekitar kembali bergairah lagi. ”Kami akan menanam lebih banyak pohon enau agar penghasilan keluarga kami meningkat,” ujar Pondaag.
Selama ini, para petani enau di desanya tidak bergairah lagi. Selain pasaran gula aren (gula merah) lesu, minuman cap tikus yang mereka produksi tidak mudah beredar di pasaran, karena selain kadar alkoholnya cukup tinggi, sering dihalangi aparat penegak hukum di Sulut.  (novie waladow)

Leave a Comment »

No comments yet.
RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a Reply

Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar