Senin, 08 Oktober 2012

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH PRODUK TANAMAN AREN MELALUI PRODUKSI BIOETANOL BERBASIS INDUSTRI RAKYAT

Aren Indonesia

Johan Arnold Mononutu

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH PRODUK TANAMAN AREN MELALUI PRODUKSI BIOETANOL BERBASIS INDUSTRI RAKYAT

Oleh : Johan Arnold Mononutu
(Disajikan dalam Workshop Budidaya dan Pemanfaatan Aren untuk Bahan Pangan dan Energi 6 Desember 2007)
LATAR BELAKANG
Menipisnya ketersediaan sumber daya alam khususnya sumber daya minyak bumi (BBM) yang tidak terbarukan, memaksa masyarakat dunia untuk mencari alternatif pengganti minyak bumi yang lebih ramah lingkungan. Berbagai penelitian para ahli, baik dliuar negeri maupun didalam negeri, menyimpulkan bahwa terdapat berbagai jenis tanaman didunia sebagai bahan bakar nabati (BBN) yang terbarukan.
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman yang dapat yang dapat dibuat (deversifikasi) sebagai sumber bahan bakar nabati, seperti tanaman singkong, jagung, tebu, dan aren. Secara hakiki, kelebihan dari bahan bakar nabati adalah bahwa struktur harganya bisa ditentukan didalam negeri tergantung dari biaya produksinya, berbeda dengan BBM yang harus melalui suatu kesepakatan dengan negara-negara lain penghasil minyak (OPEC).
Dilain pihak, salah-satu penyebab (penyumbang tersebar) pemanasan global yang terjadi saat ini adalah asap (CO2) yang dihasilkan oleh aktifitas pabrikasi, penggunaan kendaraan bermotor, dan produksi rumah tangga yang menggunakan BBM.
Pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) berupa bioetanol merupakan alternatif unggulan karena selain pertimbangan faktor harga yang dapat lebih murah, juga dapat mengurangi produksi CO2 sebagai precurator pemanasan global serta dapat mengurangi biaya perawatan mesin.
Indonesia sebagai salah-satu negara produsen minyak dunia berada pada situasi dilematis. Disatu sisi, sebagai negara penghasil minyak semestinya menikmati melambungnya harga minyak dunia, namun hal itu tidak terjadi karena untuk konsumsi dalam negeri Indonesia terpaksa harus mengimpor minyak bumi yang harganya melambung tadi. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus selalu mensubsidi penggunaan bahan bakar dalam negeri agar tidak membebani rakyat. Pada sisi lain, ketika harga minyak bumi turun, pendapatan pemerintah Indonesia menjadi berkurang sehingga sangat mempengaruhi alokasi dana untuk pembiayaan pembangunan.
Dari uraian diatas dapatlah dibayangkan betapa penting dan strategisnya penggunaan bahan bakar alternatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
TANAMAN AREN DI SULAWESI UTARA
menyadap aren
Sebagaimana dikemukanan, Indonesia mempunyai beberapa pilihan dalam upaya untuk memanfaatkan (dan memassalkan) berbagai jenis tanaman potensial sebagai sumber bahan bakar nabati. Tanpa bermaksud mengurangi arti penting jenis tanaman lainnya yang saat ini telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar, dalam paparan ini akan difokuskan pada pemanfaatan pohon aren (Arenga pinata) sebagai bahan baku produksi bioetanol.
Tanaman aren (Arenga pinata) di Sulawesi Utara, yang dikenal dengan nama pohon seho, merupakan tanaman yang tumbuh liar di daerah pegunungan dengan populasi mencapai kisaran 2 (dua) juta pohon dan telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi Utara sebagai sumber mata pencaharian melalui produksi minuman saguer (sejenis tuak) dan captikus (alkohol kadar tinggi) ataupun yang diolah menjadi gula merah atau gula aren.
Proses penyadapan saguer persis sama dengan proses dalam proses penyadapan gula kelapa di Jawa. Di Sulawesi Utara proses tersebut disebut batifar . Produk captikus serta gula aren merupakan produk lanjutan dari bahan baku saguer, hanya bedanya gula aren melalui proses pemasakan, adapun captikus dihasilkan melalui proses penyulingan (destilasi) dengan menggunakan alat tradisional yang sangat sederhana. Dengan kata lain, produk captikus ataupun gula aren merupakan kegiatan “home industry ” yang telah berlangsung secara turun-temurun berabad-abad lamanya.
Keunggulan lain dari tanaman aren sebagai penghasil bioetanol dapat dilihat dari tabel pembanding berikut ini;
g1
Dari penjabaran diatas, tanaman aren di Sulawesi Utara sangatlah layak dan signifikan untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar nabati dengan pertimbangan;
  1. Pada saat ini telah tersedia (walaupun tumbuh secara liar) sebanyak +/- 2 (dua) juta pohon aren di berbagai kabupaten di Sulawesi Utara.
  2. Adanya ketersediaan tenaga kerja “terampil”.
  3. Proses penyulingan (destilasi), meski terbilang sederhana, telah dikenal masyarakat Sulawesi Utara sehingga sentuhan teknologi terapan (tepat-guna) merupakan solusi terhadap faktor produktifitas.
  4. Masih tersedia ribuan hektar lahan tidur yang jika diperlukan dapat dimanfaatkan.
  5. Diversifikasi produk saguer dan captikus menjadi bioetanol dapat menunjang ketahanan sosial – ekonomi masyakarat Sulawesi Utara.
Sejalan dengan pertimbangan – pertimbangan tersebut, pada sisi yang lain telah pula berkembang kesadaran ditengah masyarakat Sulawesi Utara bahwa keberadaan captikus sebagai minuman berkadar alkohol tinggi mempunyai beberapa dampak buruk, yaitu;
  1. Tidak ada mekanisme kontrol terhadap produksi minuman ber-alkohol
  2. Produksi captikus oleh rakyat (petani/penyadap) tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan (pajak) pemerintah daerah
  3. Kebiasaan menkonsumsi captikus yang banyak dilakukan oleh generasi muda (usia produktif) berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan peningkatan kerawanan sosial.
BIOETANOL DARI TANAMAN AREN
g2
Berdasarkan uraian dan pemikiran yang telah dikemukan sebelumnya, maka pada tanggal 21 September 2007, Bupati Minahasa Selatan telah meresmikan Proyek Percontohan Saguer Menjadi Bioetanol yang berlokasi di desa Kotamenara, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara, sebagai hasil kerja-sama kami dengan Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan.
Sebagai ilustrasi, dari serangkaian uji-coba (uji-produksi) intensif yang telah dilakukan sejak bulan Maret 2007 hingga berjalannya Proyek Percontohon Produksi Bioetanol dari Saguer, diperoleh fakta bahwa baik saguer maupun captikus yang berasal dari tanaman aren dapat menghasilkan bioetanol 90% hingga 95% pada proses destilasi pertama dan pada proses destilasi yang kedua dengan disertai penggunaan zeolit mampu menghasilkan bioetanol 99,6% (fuel grade)
Sejak berjalannya Proyek Percontohan Saguer Menjadi Etanol tersebut kami telah mengembangkan, memperkenalkan, dan menggunakan alat destilasi (penyulingan) dengan teknologi terapan (tepat guna) dengan bimbingan dari BBPT, dalam hal ini Balai Besar Teknologi Pati Bidang Teknologi Etanol dan Derivatif.
Pengembangan teknologi terapan alat produksi bioetanol tanaman aren yang kami lakukan bertujuan, antara-lain untuk:
  1. menciptakan alat produksi bioetanol yang lebih efisien dan efektif, sehingga dapat mempertinggi kualitas dan kuantitas produksi
  2. menciptakan alat produksi yang mudah untuk dioperasikan sehingga mempercepat proses alih-teknologi (friendly used)
  3. menciptakan alat produksi berbiaya murah sehingga mempermudah pemassalan alat produksi (mass product)
  4. menciptakan alat produksi yang memiliki masa pakai relatif lama (best value for money)
  5. menciptakan alat produksi yang ramah lingkungan (environmentally friendly) sehingga proses produksi tidak mengganggu keseimbangan dan kelestarikan lingkungan hidup.
PERBERDAYAAN EKONOMI KERAKYATAN
Proses produksi Bioetanol dari tanaman aren (saguer) dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang mensinergikan tiga stake-holder utama, yaitu :
  1. Petani/Pemilik lahan sebagai produsen bioetanol tingkat pertama.
  2. Pengusaha sebagai penyedia alat produksi dan pembeli bioetanol.
  3. Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator.
Implementasi dari produksi Bioetanol dilakukan dengan mengupayakan peningkatan pendapatan serta taraf hidup petani serta penyadap/-pengolah aren. Kebijakan ini diambil karena selama ini para petani dan penyadap/pengolah aren terperangkap dalam “belenggu perijonan” yang dilakukan oleh para tengkulak yang hanya berorientasi mencari nilai keuntungan sebesar-besarnya tanpa menghiraukan nasib petani.
Oleh karena itu, percontohan produksi bioetanol dari saguer akan mengkondisikan suatu patokan harga jual produksi bioetanol yang lebih menguntungkan petani/penyadap aren, untuk selanjutnya diperkuat oleh suatu bentuk kontrak kerja (win-win solution). Kontrak kerja ini dapat berfungsi ganda karena disamping dapat berfungsi sebagai sarana untuk menjamin pasokan produksi, juga dapat digunakan sebagai alat agunan kredit konsumsi berbunga rendah yang dapat dimanfaatkan oleh petani/-penyadap aren yang tergabung dalam Proyek Percontohan Produksi Bioetanol dari Saguer.
Dengan bantuan pengelolaan dari pengusaha dan pemerintah, para petani yang yang tergabung dalam Proyek Percontohan Produksi Etanol akan difasilitasi melalui koperasi yang akan menyalurkan pinjaman kredit berbunga rendah dan penyediaan berbagai kebutuhan pokok. Melalui pembentukan koperasi diharapkan peran pembinaan oleh pemerintah dapat berjalan secara lebih terarah (tepat-sasaran) sehingga target untuk meningkatkan kualitas taraf-hidup petani/penyadap aren dipedesaan dapat terkondisikan dengan baik. Dengan sistem yang kami berlakukan dalam usaha peningkatan pemanfaatan tanaman aren menjadi bioetanol maka usaha usaha peningkatan pemberdayaan masyarakat akan sangat terkait dengan pola pembangunan daerah yang dikonsentrasikan pada masyarakat petani dipedesaan.
Khusus untuk Proyek Percontohan Produksi Etanol Dari Saguer di Desa Kotamenara, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, akan dikembangkan sistem produksi menggunakan listrik dalam proses destilasi saguer menjadi bioetanol. Sumber tenaga listrik akan diperoleh dari pembangkit listrik mini-hydro dengan memanfaatkan aliran air-terjun yang berada didesa Kotamenara.
Diintegrasikannya pembangkit listrik mini-hydro dimaksudkan untuk:
  1. mempermudah pengendalian suhu (temperatur) pada proses produksi
  2. meningkatkan faktor keamanan dalam proses produksi
  3. menciptakan proses produksi ramah lingkungan
  4. memenuhi kebutuhan listrik dikawasan produksi dan depo penampungan hasil produksi, mengingat hingga kini Propinsi Sulawesi Utara masih sangat kekurangan daya pasokan listrik yang berakibat “diberlakukannya” pemadaman listrik secara rutin-berkala
  5. sarana penunjang akselarasi perekonomian masyarakat setempat
  6. memperkuat identifikasi sebagai desa mandiri energi
  7. dalam pengertian lebih luas, merupakan suatu bentuk perwujudan dari Corporate Social Responsibility (CSR).
TANTANGAN DAN HAMBATAN
Semenjak digulirkannya Proyek Percontohan Saguer Menjadi Etanol didesa Kotamenara, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan di Propinsi Sulawesi Utara, sasaran strategis proses produksi Bioetanol dari saguer dengan menggunakan teknologi terapan (tepat-guna) yang diperkuat oleh suatu kontrak kerja produksi-distribusi telah memperoleh berbagai tanggapan positif sekaligus harapan dari para petani/penyadap aren didesa-desa lain yang juga dikenal sebagai sentra penghasil saguer dan captikus diwilayah Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara.
Sementara itu, akibat keterbatasan permodalan untuk pengembangan aktifitas usaha produksi, maka jumlah petani/penyadap aren yang dapat diikut-sertakan masih sangat terbatas yaitu hanya sebanyak 10% (sepuluh prosen) atau 40 (empat puluh) orang dari jumlah petani/-penyadap aren yang terdapat di Desa Kotamenara.
Pada saat ini, dengan kapasitas produksi per-alat destilasi skala rumahan (per-kelompok terdiri dari 2 petani/penyadap aren) mencapai 5 (lima) liter per-jam dengan kualitas 90% bioetanol dengan masa operasi 10 (sepuluh) jam per-hari, maka hasil produksi per-hari dari 10 (sepuluh) alat destilasi yang dioperasikan hanya mencapai 500 limaratus) liter atau 13 ton per-bulan untuk 26 hari kerja.
Usaha dan upaya kami sejauh ini masih mengandalkan pada permodalan sendiri tanpa dukungan pihak bank dan atau bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah melalui berbagai program yang tersedia bagi pelaku usaha, khususnya usaha produksi bioetanol sebagai bahan substitusi bahan bakar automotif maupun bagi usaha indistri lainnya yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah.
Guna meningkatkan skala ekonomi dan produktifitas usaha, maka dibutuhkan dukungan permodalan melalui fasilitas pinjaman lunak atau kredit perbankan, khususnya untuk mendanai ; a) pemassalan pembuatan alat destilasi etanol untuk petani/penyadap aren, b) biaya pembelian hasil, c) penyediaan fasilitas penampungan dan penyimpanan hasil produksi, dan d) pengembangan fasilitas pabrik untuk proses produksi akhir (pemurnian kadar bioetanol).
SIMPULAN DAN PENUTUP
  1. Tanaman Aren (Arenga pinata) sangat layak untuk dikembangkan menjadi salah-satu tanaman alternatif penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN) Bioetanol.
  2. Peran-aktif pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat diharapkan untuk melakukan suatu terobosan sehingga tanaman aren dapat dijadikan salah-satu prioritas program budi-daya.
  3. Kalangan usaha kecil-menengah atau investor lokal (umumnya memiliki kendala keterbatasan permodalan) yang akan berusaha dalam produksi dan distribusi bioetanol dari tanaman aren perlu mendapatkan perhatian dan dukungan kebijakan dari pemerintah serta pihak perbankan, baik ditingkat pusat maupun daerah.
  4. Proyek Percontohan Produksi Bioetanol Dari Saguer didesa Kotamenara, Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara, juga merupakan suatu proyek percontohan menuju Desa Mandiri Energi yang dikemas dalam bentuk Marketing Integrated Sistem sebagai upaya dan usaha mengoptimalkan sumber-daya alam (natural resources) dan sumber-daya manusia (human resources) guna pendaya-gunaan yang lebih bernilai-tambah.
  5. Proses produksi bioetanol dari tanaman aren dengan pendekatan yang kami terapkan, secara nyata memposisikan petani/penyadap aren sebagai elemen stategis sehingga berpotensi meningkatkan kualitas dan taraf hidup masyarakat petani dipedesaan.
  6. Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam penghematan bahan bakar automotif secra nasional, yang akan diberlakukan pada awal tahun 2008 maka sangat diperlukan political will yang serius dari pemerintah yang segera dapat dijabarkan dengan political action oleh pemerintah daerah Sulewesi Utara dimulai dengan memproduksi bio-etanol pada tahap pertama tahun 2008 dengan 10% (sepuluh prosen) dari 2 juta pohon yang jika dikonversi menjadi bioetanol akan berjumlah 200 ribu pohon dikali 1,2 liter etanol per-hari per pohon atau sama dengan 240.000 liter bioetanol yang dapat ditampung oleh Pertamina dan PLN, yang minimum dapat menutupi kubutuhan penggunaan bahan bakar di Sulawesi Utara. Dan seterusnya dapat diikuti untuk memproduksi bioetanol sesuai dengan bahan baku tanaman aren yang tersedia di Sulawesi Utara, di lima kabupaten Sulawesi Utara untuk membantu kebutuhan masyarakat dan pemerintah, khususnya diwilayah Indonesia bagian timur.
Jakarta, 06 Desember 2007
Johan Arnold Mononutu

Leave a Comment »

No comments yet.
RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a Reply

Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar