Senin, 08 Oktober 2012

JUTAAN DOLAR HARTA KARUN TERSIMPAN DI DALAM POHON AREN ATAU ENAU ALIAS BAGOT

Aren Indonesia

HLT. Gultom

JUTAAN DOLAR HARTA KARUN TERSIMPAN DI DALAM POHON   AREN ATAU ENAU ALIAS BAGOT

Oleh: HLT. GULTOM,   Wakil ketua DPD-HKTI SU
Sumber: http://arengasugar.multiply.com/journal/item/21
Lissoy 4 x …imumma tuak mi ………sombu tagas !
Ombus-ombus las …………Taboni gula sako, ate !
Itak gurgur + gula merah …………holpu, tabo !
Rujak ulek + gula jawa …………pedes, manis !
Onde-onde harus + gula aren …………..awas muncrat !
Surta inang tali polang inang ……………..awas ijuknya tajam!
Kolang-kalong + gula sakka = kolak ………..buka puasa ….ah!
Masih banyak lagi dari pohon aren

SERBA-SERBI (LEGENDA) AREN
Di dalam masyarakat Batak Toba, aren/enau disebut Bagot. Konon kata yang empunya cerita, pohon Bagot ini diyakini sebagai jelmaan dari seorang putri cantik jelita (gadis) yang tiba-tiba hilang lenyap ditelan bumi ketika menolak kehendak ayahnya untuk dinikahkan dengan seorang lelaki yang dipilih sang ayah. Nira Bagot ditafsirkan sebagai air mata sang putrid, ijuknya sebagai rambut, dan daun sebagai iganya. Bagot dalam bahasa Batak berarti payudara, sumber ASI.
Ketika seseorang hendak memulai menyadap nira, pekerjaan diawali dengan memukul-mukul tandan bunga jantan. Disaat inilah penyadap membaca mantera sambil memukul tandan, di Sipirok malah dengan siulan kecil nyaring dan di Tanah Karo dengan nyanyian, maksudnya memohon ‘restu’ dari si dara Bagot agar meneteskan air matanya (nira) melimpah. Percaya atau tidak? Seseorang bekas perantau, coba-coba menentang ‘arus’, tanpa mantera dan siulan, langsung mulai, hasilnya……….air mata putri Bagot hanya setetes-setetes saja (Barlett, 1919). Rumah-rumah adat di Toba masih banyak rumah adat yang memakai ijuk sebagai atapnya dengan motif payudara di depan rumah (bagot ni huma).
Di desa Cigalontang, Tasik Malaya, nira yang disadap dari aren melulu dijual untuk minuman ‘istimewa’ disebut Legen. Di daerah ini dijuluki minuman para ‘dewa’.
Di Sipirok, pohon arennya ‘pintar’, dapat dijadikan alat penentu musim. Apabila produksi nira yang disadap tiba-tiba menurun, itu pertanda akan terjadi musim kering. Sebaliknya bila produksi nira tiba-tiba melimpah, pertanda akan musim hujan, percaya atau tidak? Yang pasti itu fakta.
TANAMAN SERBA GUNA SERBA EKONOMIS
Nyaris hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan. Aren atau enau (Arenga pinnata. Merr), salah satu dari sekian jenis palma, tersebar diseluruh kepulauan nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 m di atas permukaan laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan, dihampir semua jenis tanah, cendrung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan dan perawatan. Bankan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum dibudidayakan
Bagian-bagian dari sebatang pohon aren yang dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomi yang paling terkenal adalah Nira berasal dari tandan bunga jantan yang disadap/dideres. Nira dapat diolah menjadi alcohol (tuak, dan lain-lain), cuka dan gula aren. Menyusul buah aren (halto = Bahasa Batok) diolah menjadi kolang-kaling, bahan baku untuk berbagai panganan dan industri. Menyusul ijuk untuk bahan baku sapu, brush, industri tali, pelapis kabel bawah tanah atau air, atap rumah, penyaringan air dan lain-lain. Daun dapat dibuat atap rumah, lidi untuk sapu, dan lain-lain. Batang dapat diolah menjadi bahan baku industri alat-alat pertenunan tradisional maupun meubel dan hiasan. Di bagian tengahnya diolah jadi sagu, bahan baku makanan ternak, dan lain-lain. Pelepah daun untuk kayu bakar.
Berikut ini adalah bagian-bagian dari pohon aren yang dapat digarap (eksploitasi) potensial menghasilkan uang.
1. Tandan bunga jantan
Tandan bunga jantan keluar dari ketiak daun aren. Bunga yang masih kuncup (belum mekar) kira-kira umur kurang 1 tahun setelah keluar dari ketiak daun, disadap agar keluar cairan getah bening (sap) lalu ditampung dengan bumbun terbuat dari bambu. Cairan bening inilah yang disebut Nira. Rasanya manis, karena mengandung zat gula (saccharine). Itu sebabnya namanya aren dulu disebut Arenga Saccarifera, Labill. Selengkapnya Nira mengandung 80-85% air, 15% karbohidrat, 0,3% protein, 0,02% lemak, dan 0,24% abu. Bila diberi ‘Raru’ (sejenis kulit kayu Waru) akan menjadi cairan yang mengandung alcohol (di tanah Batak disebut tuak, sejenis minuman tradisional yang memabukkan). Kalau difermentasi akan menjadi cuka (Vinegar). Jika vinegar didestilasi akan menghasilkan alcohol murni (kandeungan alkoholnya 95%).
Nira dan tuak minuman favorit di berbagai daerah di Indonesia. Di Tapanuli Utara, tuak suatu minuman khas, terkenal di “pakter tuak” dengan TAMBUL (makanan pendamping) daging B1, B2, plus jengkol atau petai………sabaaas, ate lae! Itupun belum lengkap. Setelah ‘mandorguk’ (menenggak) tuak, mulai panas, …….bergemalah lagu ciptaan Nahun Situmorang yang telah popular di manca negara: Lissoi……sirupma, dorguk ma, ingkon rumar doiiiiiiiii………ah, sombu tagas, ate lae PARMITU!
Itu sebabnya di Tapanuli Utara produksi gula sakka (gula aren) tidak banyak karena Nira lebih banyak dibuat tuak. Apalagi populasi pohon arennya pun turut pula menyusut. Dibanding dengan Tapanuli Selatan, peminum tuak (disini disebut cuka) tidak banyak di Tapanuli Utara. Populasi aren pun jauh lebih banyak di Tapanuli Selatan, sehingga Tapanuli Selatan menjadi sentra produksi gula aren terbesar di Sumatra Utara. Di Tapanuli Tengah (wilayah pak DR. GM. Panggabean) meskipun aren banyak juga, tetapi Nira kelapa lebih popular dari pada Nira aren . dan produksi Nira kelapa jauh lebih rendah dari aren, 10 tanda buah jantan kelapa banding 1 tandan aren. Dari Nira kelapa diolah gula semut.
2. Buah aren
Dari buah muda pohon aren (umur 1-1,5 tahun) diolah dengan sederhana, diperoleh biji buah, berwarna bening, putih keperak-perakan, bentuk lonjong yang kita kenal sebagai KOLANG-KALING (disingkat KOLING). Di Indonesia koling ini banyak sekali digunakan sebagai campuran kolak (buka puasa), cendol, manisan hingga bahan baku industri buah kaleng (heavy syrup). Produsen terbesar koling adalah Tapanuli Selatan. Pembuatannya dikerjakan oleh petani dan keluarga. Di Tapanuli Utara, karena lebih banyak tandan buah/ bunga yang disadap untuk Nira, maka jumlah buahpun tinggal sedikit sekali. Koling dari Tapanuli Selatan sudah menjelajah ke daerah-daerah hingga ke Jawa.
3. Ijuk
Sepanjang (tinggi) batang pohon aren nyaris seluruhnya diselimuti ijuk, mulai dari serat yang paling halus hingga serat ijuk yang paling kasar. Penggunaan ijuk sebagai sapu rumah, tali dan brus belakangan ini telah digusur oleh industri plastik, namun penggunaan ijuk malah lebih tinggi. Jerman dan Jepang sudah mengimport ijuk sebagai bahan baku untuk pembungkus kabel bawah tanah dan bawah air karena ijuk sangat kuat, tidak mudah rusak/ busuk. Bahkan konon ceritanya lapangan bola kaki yang bermutu harus dilapisi ijuk agar air tidak menggenangi tanah jadi becek. Begitu juga dengan konstruksi jalan raya berkualitas juga menggunakan ijuk. Ini berarti akan menghasilkan dolar, kan!
4. Daun dan Lidi Aren
Daun muda dijadikan orang di desa sebagai pembalut rokok, janur hiasan bahkan dapat dikonsumsi sebagai salads (T. Chairun Nisa Haris, 1994). Daun tua dijadikan atap rumah (dangau) dan pembungkus gula aren.
Lidi diolah dari daun dijadikan sapu lidi, tusuk sate dan anyaman. Semuanya bernilai ekonomis.
5. Batang Aren
Batang aren dewasa dapat mencapai ketinggian lebih 15 meter, bagian batang paling luar bila dikikis tampak seperti kayu warna hitam-coklat, padat dan sangat keras. Itu sebabnya batang aren dibuat jembatan atau lantai kandang babi. Air tidak terserap, tetapi seakan-akan tergelincir. Jadi walau terendam lama tidak mudah busuk. Tidak dimakan rayap, oleh karena sifat ini kayu batang aren dibuat untuk alat-alat pertenunan kain tradisional. Ada yang menggunakan untuk perabotan dan bahan bangunan rumah dan alat-alat lainnya.
Di bagian tengah batang mengandung bahan karbohidrat yaitu sagu. Di jawa Barat sagu ini disebut TAPIOKA AREN digunakan sebagai bahan baku membuat MIHUN dan SOHUN. Dari satu batang pohon aren dewasa dapat dihasilkan 50-100kg sagu. Produksi maksimum sagu adalah pada saat aren mulai disadap dan akan menurun sampai batas minimun saat aren siap disadap (T. Chairun Nisa, op.cit).
Berikut ini adalah gambaran (deskripsi) khusus potensi ekonomi dari aren.
RIBUAN POHON AREN MELIMPAH DALAM POHON AREN.
Enak aje elu bilang ribuan dolar ! Nggak percaya ??
Ayo buktikan ! Ah, si Thomas kau, bah
Mari gue buktikan !
1. NIRA – ALKOHOL
a. Proses Produksi Nira
Kata Nira sebenarnya NERA, sebab bila dibalik (baca dari balakang) baru pas …AREN, bukan ARIN. Itulan kata Mbah Khakungdi Kebumen sono. Setuju atau not, yang pasti rasanya tetap manis, ya Mbah !!
Cairan (cap) yang menetes dari sayatan tipis tandan bunga jantan aren yang telah cukup umur, 5-7 tahun, itulah Nira.
Di sebuah pohon aren dapat muncul 2-4 tandan bunga jantan, dan akan muncul beberapa lagi sejalan dengan semakin tingginya pohon. Oleh sebab itu, dapat disadap 2-3 tandan untuk mengambil Nira. Bila tidak disadap, tandanakan mekar dan mengeluarkan buah (halto, Batak). Buah inilah diolah jadi kolang-kaling.
Sewaktu tandan masih kuncup, mulai diproses, mula-mula dipukul dengan kayu bulat (jangan lupa bersenandung atau bersiul agar Niranya banyak). Tujuan memukul untuk melonggarkan pembuluh tapis (dari mana cairan mengalir). Pemukulan (dibal-bal, Batak) mula-mula 3x sehari. Sekarang siap disadap (diagat, Batak) pisau tajap harus tajam sekali. Ujung tandan bunga disayat tipis, lalu di bawah tandan diikat sebuah tabung atau disebut ‘garung’ (poting, Batak) terbuat dari bamboo besar, panjang 1,5-2 meter. Kedalam tabung itulah cairan atau Nira menetes.
Garung atau poting harus bersih betul. Bila tidak, Nira terkontaminasi, bias berubah jadi asam, dan tidak diolah jadi gula. Penyadapan dilakukan 2x sehari, pagi jam, 6.00 – 7.00 sekaligus diganti garungnya, garung berisi Nira diturunkan dan langsung di bawah ke dapur pemasakan. Jam, 16.00 – 17.00, garung yang dipasang pagi tadi diambil, diganti dengan garung baru. Ini diambil besok pagi jam, 6.00 – 7.00 pagi. Setiap ganti garung, ujung tandan bunga disayat setipis mungkin sebab lamanya penyadapan tergantung pada tebal/tipisnya sayatan. Jika disayat tebal, makin cepat habis tandan. Bila tandan sudah habis tersayat, tamatlah Nira. Harus diganti dengan tandan bunga yang baru.
Untunglah setiap tahun ada 2-4 tandan baru yang muncul siap untuk disadap, hingga 5 kg per kepingnya. Umumnya berbentuk bulat. Nah, siap diuangkan! Berapa harganya ? Saabar, dong !
b. Produksi dan Nilai Ekonomi Gula Aren
Berapa rendemennya ? Bervariasi. Sebab konsentrasi zat gula (saccarida) dalam Nira tidak sama dari daerah ke daerah. Masih perlu diteliti factor penyebabnya. Untuk beberapa daerah di Sumatra Utara tercatat Sibolangit, Deli serdang untuk 1 kg gula merah 6-8 liter Nira; Raya Simalungun dibutuhkan 10-11 liter Nira; di Sialagundi dibutuhka 8-10 liter Nira, agar perhitungan tidak rumit mari diasumsi saja rata-rata untuk 1 kg gula aren dibutuhkan 10 liter Nira. Jadi rendemennya 10 Nira : 1 kg gula. Di muka telah diperhitungkan dari 1 pohon aren dengan 3 tandan sadap memproduksi 900 liter Nira per bulan. Apabila semua Nira ini diolah jadi gula aren maka dihasilkan 90 kg gula aren/ pohon/ tahun. Jika 100 pohon = 90 ton. Bila harga pasar (sebelum puasa) Rp. 6.500/ kg , maka duitnya Rp. 585 juta saza!! = US $ 65.000.- itu baru 100 pohon, bila 1000 pohon ? Mari kita Tanya BRI (Bapak Rakyat Itu). Dang sadia ate, lasian ! Bukti ke 3 !!
Sekarang pilih mana ? Produksi Nira saja, atau gula aren saja ? Atau setengah Nira setengah gula ? Pilih mana kita ? Soalnya Nira tak bias diekspor, gula bakal bias, terserah ABANG JAMPANG sajalah. Awak ini apalah Holan Karejo Tani Ideal (HKTI) saja, ate pak Ir. Soekirman ? Olo, I do (ai du) bah ! Kapan kita omongi di TV?
Nah, sekarang sudah ketahuan KEPITING DI BALIK BATU PARMITU. Sudah berapa ribu dolarnya ya ? Mau bukti lagi ! AYO, MARI KERJAKAN, JANGAN NGOMONG DOANG. Jika produksinya sudah cukup besar dan kontinyu, pasi nanti ibu RINI SUWANDI, MBA (MEMPERINDAG) mau menjualnya ke luar negri (ekspor). Benarkan bu Manis! Tentu dong, naaaahh, dolarr lagi. Kalau makin banyak dolar berkeliaran di Taput pasti anggota masyarakat akan kecipratan. Tiga ratus dolar saja per bulan…………..daaag kemiskinan; PARMITU sudah bosan miskin ! DAN TAK MAU LAGI MISKIN. I ma nian tutu da lae……ro ma dollar tu silindung na uli. Horas jala gabe.bukti lagi ?
2. Kolang-kaling
Siapa yang masih belum kenal atau belum pernah makan kolang-kaling? Kalau ada diantara pembaca, aduh kasihan anak mama. Pesan cendol atau kolak, ada disana. Kolang-kaling disingkat KOLING adalah biji dari buah aren yang masih muda, diproses keluar dari buahyang kulitnya sangat keras bila tua. Buah aren hanya dihasilkan oleh tandan bunga yang tidak disadap. Kalau sudah disadap tidak akan pernah berbuah. Sebuah tandan bunga yang keluar dari ketiak daun mula-mula tunggal (satu) saja. Setelah tumbuh 20-30 cm, muncul cabang-cabang seperti ‘jari-jari’ (seperti tentakel ikan cumi-cumi besar).
Jumlah ‘jari-jari’ itu bervariasi hingga dua puluhan. Panjang jari-jari ada yang 2 meter. Disepanjang jari-jari inilah tumbuh buah aren, tersusun rapi dan rapat sehingga pada satu jari saja bisa sampai 40-50 buah. Bayangkan bila satu tandan ada 10-20 jari dengan masing-masing 40-50 buah, berapa jumlah buah dalam satu tandan? Satu tandan dapat ratusan kilo beratnya. Buah muda warnanya hijau, yang dewasa mulai hijau tua berubah kuning dan akhirnya coklat kemerah-merahan jika sudah tua. Saat ini daging buah jadi lembek, rasanya agak manis (kata penyadap). Itulah daya tarik buah maka dimakan oleh musang, babi hutan dan binatang hutan lainnya. Biji yang berkulit (cangkang) keras itupun turut dimakan binatang. Saat buang hajat, biji turut keluar dan tumbuh ditempat itu. Inilah cara perbanyakan aren.
Yang diolah jadi koling yaitu buah yang masih muda. Buah aren bila luka akan mengeluarkan cairan getah bening, sifatnya sangat gatal, dapat merusak kulit badan kita. Itu sebabnya orang batak menyebut buah ini HALTO. Biji yang disebar oleh binatang tadi akan berkecambah dalam 3 – 4 buah lebih, bahkan 6 bulan. Hal ini dikarenakan cangkang biji yang keras dan tebal membuat masa istirahat (dormancy) lama sekali. Inilah kendala utama masyarakat tidak berminat mengecambahkannya. Lebih baik cari saja yang sudah ‘dikecambahkan’ binatang. Namun anehnya, si anak aren yang dicabut – pindahkan itu ‘ tidak sudi’ ditanam manusia, lalu mati. Akhirnya usaha memperbanyak tanaman aren dengan cara tersebut dihentikan. Inilah cerita singkat buah Halto yang diolah menjadi koling.
a. Proses Pengolahan Koling
Ada dua cara pengolahan koling:
1) Cara membakar
Tandan, jari-jari beserta buah Halto yang ada diangkat diatas tungku bakar yang sudah disiapkan sebelumnya. Akibat pembakaran kulit buahmelepuh, terkelupas tinggal biji (endosperm). Biji-biji dicuci bersih lalu direndam didalam ember plastik dalam larutan air kapur. Fungsi larutan kapur selain mengendapkan kotoran juga menggumpalkan kembali biji-biji yang sempat babak belur oleh api yang membakar. Setelah direndam 2-3 hari terlihat biji-biji putih bening keperak-perakan mengapung. Cara ini sudah ditinggalkan karena kurang ekonomis dan banyak biji cacat, sekarang lebih banyak memakai cara kedua.
2) Cara merebus
Tandan, jari-jari bersama buah Halto langsung dimasukkan kedalam tong yang telah jarangkan di atas tungku. Lalu direbus hingga airnya mendidih hingga Halto lunak kulit luar dan daging buahnya. Matikan api, tunggu sebentar sampai dingin, air rebus dibuang lalu dengan pisau tajam buah Halto dipotong dari tandan. Buah dipotong tiga bagian lalu biji (endosperm) dikeluarkan. Biji yang berwarna putih bening keperak-perakan dimasukkan kedalam ember plastik yang telah diisi dengan larutan air kapur lamanya 1-3 hari (tergantung konsentrasi larutan).
Jangan direndam dalam ember seng/alumunium, sebab akan terjadi reaksi membuat koling berubah warnanya jadi kebiru-biruan. Biji-biji yang telah direndam dikeluarkan lalu dipukul pelan-pelan dengan kayu bulat berlapis plastik agar biji-biji Halto atau kolang-kaling (koling) agak gepeng, jadi lonjong (oval) gepeng atau ceper. Disiram dengan air yang benar-benar bersih lalu dimasukkan kedalam kantong plastik tebal bening dengan volume 12,5-25 kg. Koling siap jual. Ke dalam kantong plastik diisi air bersih, penuh dan dibiarkan 3-4 malam. Setiap harinya air ditambah agar kolingnya tetap terendam.
b. Produksi dan Nilai Ekonomi Koling
Tidak tersedia data berapa produksi koling. Memang data produksi ini nyaris tidak mungkin disajikan karena tidak semua daerah mengolah koling. Koling tidak selalu diproduksi dalam jumlah yang sama besarnya. Volume produksi terbesar dibuat pada hari-hari besar tertentu saja seperti pada bulan Ramadhan, dimana permintaan pasar meningkat hingga 3-4 kali. Koling menjadi bahan campuran kolak pembuka puasa. Permintaan sehari-harinya untuk campuran es cendol dan sejenisnya, bahan baku koling manisan dan belakangan ada permintaan industri pengalengan (canning) yang dicampur dengan cairan gula pekat (syrup kental).
Khabarnya, sudah pula diekspor. Benarkah itu ‘bu Rini? Kalau benar, tambah lagi devisa (dolar) kita, ya! Boa tudu do I, lae parmitu? Untuk analisis ekonomi koling kita pakai data hasil penelitian mahasiswa Fakultas pertanian USU + US XII dari 3 daerah yaitu Deli serdang, Tapanuli selatan dan Simalungun yang kami olah.
Dari 1 ton Halto (buah aren) yang diproses dengan cara merebus diperoleh rata-rata 800 kg koling (tidak termaksud berat tandan). Jadi rendemen buah aren (halto) sekitar 75 – 85 %. Dari satu pohon aren (setelah umur 6 – 7 tahun), yang dikhususkan untuk menghasilkan buah (tidak disadap untuk Nira), tahun pertama dapat memproduksi 1 ton Halto dan akanmerangkak naik setiap tahun menjadi 1,2 ton, 1,5 ton, 2 ton hingga 3 ton per tahun. Usia produksi antara 10 sampai 17 tahun.
Biro Pusat Statistik (BPS) mendata sebanyak 10,784 pohon aren produktif di Taput (belum 2 kabupaten). Misalkan saja di Taput ada 5000 pohon dan Tobasa 5,784 pohon. Bila per pohon diproduksi 2 ton Halto/tahun maka total produksi Halto 10.000 ton. Dari sini dihasilkan 8000 ton (80 % rendemen) halto alias 8.000.000 kg koling dikali Rp 3,750/kg (ini harga sebelum puasa, waktu puasa mencapai Rp. 4.500/kg). Lalu berapa duit?? Sadia mai, Eda (berapa itu, mbak!), Cuma 30.000.000.000.- Skai dolarna, Turang (berapa dolar, mbak!), hanya US$ 3.333,33 (kurs Rp.9.000/dolar). “Otik” do have (hape), “ sikitnya”?!
Bila 1/3 saja yang mengolah koling? US$ 1.111,11/tahun. Kalau kita tanam aren disepanjang jalan ke Salip ‘kasih’, dan di areal Dolok Siatas Barita, berapa pohon banyaknya? Mari kita Tanya pak Bupati Drs.R.E.NAINGGOLAN, MM, yang lagi-lagi ‘TRENDI’ sekarang. Berapa pula dolar yang akan beredar di Taput? Berapa PAD yang tambah. Dan…..jadilah hutan Bagot terluas di dunia. Dapatkah ini menjadi daya pikat Agrowisata?? Pasti, dengan oleh-oleh pulang kolang-kaling, Nira, gula sakka, sapu ijuk dan lain-lain. Maka berdirilah kios-kios suvenir di sepanjang jalan Siatas Barita. Ini bakal menyedot sejumlah tenaga kerja dan menjadi lapangan kerja menarik bagi masyarakat Silindung dan semakin TARBARITALAH ke manca negara, ate boru Tobing…..eh….silap, boru ni siopat pusoran !? Sossoknya itu teman seperut, D. Gultom, MA, di pariwisata? Olo ma nian tutu da amang, olo ma….. gabe jala horas. Nah, yang menjadi pertanyaan “siapa sponsor atau pelopor?’.
Bagaimana dengan ketua DPP-HKTI SU Pak Ir. Siswono? Atau ketua DPD- HKTI SU Pak Prof. MPL Tobing? Atau Pak Bupati Drs.R.E. Nainggolan, MM sajalah! MARI, KERJAKAN!! TUHAN AKAN MENOLONG !!
3  Ijuk
Mungkin sudah ada orang di Indonesia yang tidak kenal dengan ijuk sebab di zaman serba plastik ini, sapu dan tali plastik sudah menyingkirkan sapu dan tali ijuk dari kehidupan masyarakat hingga kepelosok desa. Jadi nggak usah heran, ya mas Patawi Bowie. Asal jangan dengan S.H. (Sian Hitaan) yang bilang: Ai tak kukenal ijuk, bah. Sega marusakna, ate Tulang. Suarsairlah nanti umpasa: ijuk di para-para ……dst. BISA TARMALI TONDI OMPU MULAJADI NA BOLON!
Ijuk aren dijumpai hampir diseluruh batangnya, mulai dari bawah hingga ke puncak. Dapat diambil setiap waktu tanpa mengganggu tanaman. Warna ijuk hitam, lurus, kaku, keras mulai dengan ukuran yang sehalus benang jahit hingga benang 100 atau lebih.
Di depan telah diutarakan bahwa ijukpun multi guna. Sebelum plastik merajai dunia, ijuk menjadi bahan baku sapu rumah, tali (polang, Batak), bahan lapis saringan air, dan lain-lain. Dalam 6 tahun terakhir banyak diminta olah Jerman dan Jepang yang digunakan sebagai bahan pelapis kabel bawah tanah dan air. BPS (1990) mendata, ekspor ijuk dalam 4 tahun terakhir menunjukkan kenaikan jumlah maupun nilai dalarnya. Tahun 1986 : 500.360 kg dengan nilai US$ 887.967; Tahun 1986 sudah menjadi 693.437 kg ijuk dengan nilai US$ 957.879. Mungkin tahun 2002 ini sudah lebih besar lagi. Berapa ya, bu Rini? Masalahnya, ijuk yang dipesan oleh importir itu harus berukuran panjang tertentu dengan diameter tertentu pula. Inilah tantangannya, Jawabannya, dari pakar-pakar teknologi dan pemuiaan tanaman. Hal ini sangat penting agar serat-serat ijuk kita dapat lebih banyak, lebih panjang dan lebih tebal.
Bagaimana Pak S.M.Hutagaol (Sekjen DPD- HKTI SU), sudah dihitung berapa semua jumlah dolar yang diperoleh dari Nira, gula aren , koling dan ijuk kita.Belum??? Ooo… pak Gaol alis Mentrans sedang mengkhayal, ni ye? Mau mendirikan pabrik pintal tali ijuk, ya! Di mana? Di Belgi eh…Balige ya? Baguslah itu pak, agar maporus pogosi (kemiskinan lenyap). Lalu apalagi yang kita bahas? Daun aren? Lidi? Batang dengan sagunya? Atau kayu kerasnya? Betul sekali pak Gaol. Cuma dari hasil penelitian kami belum cukup banyak, sehingga samplenya belum dapat memenuhi syarat sebuah panelitian. Mungkin kesempatan lain akan kita teliti. Lagi pula daun dan lidi, batang + sagu masih belum ‘go internasional’. Mungkin satu lagi yang penting dari pohon aren yang perlu kita rekomendasikan. Apa itu ? Sebagai tanaman penghutanan kembali (reboisasi) dan rehabilitasi.
AREN UNTUK TANAH LONGSOR DAN GUNDUL
a. Kendala Dan Hambatan
Hal pertama sebagai ‘kunci’ dari apa yang didiskusikan selanjutnya ialah MEMBUDAYAKAN TANAMAN AREN.Kesulitan utama adalah pada perkecambahan benih aren. Aren diperbanyak dengan biji (generatif) yang selama ini dilakukan oleh binatang-binatang hutan sepertibabi hutan, musang dan lain-lain. Buah aren (halto) yang masak, daging buahnya dimakan oleh binatang itu (bersama bijinya) lalu buang hajat, bijinya turut numpang, jatuh ketempat tertentu. Apabila tempat jatuhnya itu kondusif maka berkecambahlah biji ini. Berapa lama, ya? Ah, Cuma 4-6 bulan, aje. Masya segitu lama? Panen padi parmitu sudah siap sebulan lalu.Nggak maulah! Nah inilah kendala utama untuk membudidayakan aren. Jangan terus menyerah. Ingatlah! Kelapa sawit yang terhampar luas itu, dulu kecambahnyapun diimpor oleh PTP dari luar. Sekarang, berapa banyak kecambah sawit yang anda butuhkan? Silahkan pesan ke Balai Penelitian Marihat Siantar atau ke PT. Perkebunan LONSUM atau SOCFINDO. Hargapun relatif murah. Biji aren tidak jauh beda dari biji sawit. Cangkangnya sangat keras dan tebal. Iu sebabnya masa ‘tidurnya’ (dormancy) lama sekali. Tetapi dengan perlakuan tertentu masa ‘tidur’ itu dapat diperpendek (seperti kelapa sawit). Alm. Ir. A.Rachman Rangkuti mantan ketua DPP- HKTI, mantan anggota DPR-MPR, mantan Project Leader P3RSU Labuhan batu, alumni Fakultas Pertanian USU, telah berhasil mengecambahkan biji aren seperti sawit di Labuhan batu (?) Namun begitu beliau pindah ke Jakarta, kelanjutan cerita kecambah aren pun ikut pula pindah. Tetapi bantuan B.P. Marihat pasti mau membantu, Ibu Prof. DR. Ir. T. Chairun nisa juga siap! Ya, bu baik!
Kendala utama kedua ialah pohon aren baru akan memberikan hasilnya setelah 6 – 7 tahun. Masuk SD Tanam Aren, tamat SD baru panen, Siapa mau? Apalagi bagi mereka yang sudah usia kepala ENAM, seperti penulis, Pak Prof. Tobing, pak Siswono dan pak Hutagaol, mungkin nggak sempat lagi menikmatinya. Eh, eh, jangan mendahului Tuhan lah!! Abang Jampang aja sudah kepala delapan, masih mau tanam aren, asal ada kecambahnya dan diberi petunjuk agrobisnisnya. Lagi pula, tambah si Parmitu, bila usia yang menjadi alasan, itu EGOIS !! Hanya memikirkan diri sendiri. Lupa sudah pepatah “ Harimau mai meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading” , Parmitu mati meninggalkan Nira/Tuak, Abang Jampang mati meninggalkan …..’ijuk’ (jambang + kumis). Nah, pas bukan. Kita mati meninggalkan aren untuk anak, cucu, ‘nini, nono’, itulah harta karun untuk generasi penerus kita. Oke ?!!
b. Tanaman Rehabilitasi dan Reboisasi
Peranan aren sebagai tanaman reboisasi dan rehabilitasi, mungkin lebih besar nilainya dibandingkan dengan hasil-hasil yang dapat diambil dari pohon aren. Apalagi mangingat kepulauan Indonesia yang banyak pegunungannya, tanah-tanah tandus yang luas, pegunungan gundul akibat ‘perkosaan hutan’ semuanya dilanda erosi. Untuk itulah banyak pakar kehutanan merekomendasi aren sebagai salah satu pilihan utama. Alm. A. R. Rangkuti telah merencanakan untuk menghijaukan kawasan Danau Toba dengan pohon aren. Sumitro (1991) bahkan merekomendasi aren sebagai system pertanian kehutanan (agroforestry) yang bisamenambah pendapatan petani di sekitarnya maupun penyedotan tenaga kerjadi desa yang relatif melimpah itu. Apa dasar atau alasan merekomendasikannya? Sebab aren mempunyai sejumlah kelebihan. Aren dapat tumbuh subur dihampir permukaan laut; mau ditanah datar, miring atau curam.Mengapa? pohon aren memiliki akar-akar yang rapat/ padat dan dapat menembus tanah sedalam 3 meter lebih, sehingga batangnya yang dapat mencapai ketinggian 15 meter lebih itu berdiri kokoh tegak meskipun tiupan angin cukup kencang. Bila sudah tumbuh, aren tadak memerlukan pemeliharaan dan perawatan yang intensif. Tinggal tunggu waktu panen saja.
Bagaimana mas Patawi Bowie (anggota DPRD, Pengurus DPD-HKTI SU), berapa km panjangnya tanggul Sei Ular, Sei Wampu, Sei Besilam, dan lain-lain, kita tanami aren yok! Nggak usah kelapa sawit, nanti untuk ninja saja itu. Kalau aren tidak mudah dicuri. Hutang, pak! Berapa ribu pohan aren pak? Berikan rakyat disepanjang sungai itu yang mengerjakan dengan system bagi hasil dengan Pemkab! Setuju! Kalau tidak, biar aku garap nanti dengan pak Hutagaol dan pak Soekirman. Rasanya cocok juga ditanggul Sei Sigeaon, mulai dari Sipoholon, terus kebatu Hopit di kaki gunung Martimbang. Berapa puluh km itu? Berapa ribu pohon aren! Khusus dari Sipoholon hingga kota Tarutung ditata sedemikian rupa, di bawah dibuka café-café jual Nira, cendol, kolak kolang-kaling, setidaknya pada hari Rabu dan Sabtu (Onan). Bagaimana pak Bupati? Halo bere Ir.Tumbur Napitupulu, ai pernahnya kau gagasi ini dengan teman-teman yang ada disini. Olo Tulang, bilang dong!! Jalan Tarutung ke Sipirok berliku-liku dan curam, rawan longsor (erosi). Mengapa tidak kita cegah erosinya dengan pohon aren, mulai dari makam Raja P. Panggabean, Ayahanda Alm.Jend.Besar Maraden Panggabean hingga keperbatasan Sipirok? Halo, Pak Prof. DR. Amudi Pasaribu (boru ni Pansurna pitu) masih ‘toap’ (sangguo) amang? Akupun mau juga bah. Saying tulangku (Raja Mangatur Panggabean) sudah ‘jumolo’ (meninggal) setahun silam. Maaf, hampir lupa dengan pak G.M.Panggabean juga masih bertalian dengan Pansur Napitu, kan? Ayo Lae! Halo, Pangaribuan! Dolok saut itu sudah gundul, ya, yang tumbuh disana makam-makam. Ayo kita tanam aren ya, agar penghuni makam-makam itu merasa sejuk dinaungi apalai pada musim kering. Tentu mereka akan senang dan akhirnya seperti kata petuah omputa sijolo-jolo tubu: sahat-sahat ni solu ma sahat tu bortean, molo ris hita on manuan bagot, ris ma sude pomparata na tatadingkan dapotang tading-tading na arga jala sahat ma hita on luhut tu Panggabean. Ima tutuuuuuuu……….olo ma nian tutu da inang, alo ma nian tutu.rap ta indahan ma. Horaaaaaaaaas.
PENUTUP
Tulisan yang mengandalkan hasil-hasil penelitian dari mahasiswa Fakultas USU, US XII dan UNH serta sumber kepustakaan (satu diantaranya PH.D. rekan penulis, ibu Prof. DR. Ir. T. Chairun Nisa Haris, staf dosen/ guru besar Fakultas pertanian USU).
Tulisan semi ilmiah ini dibuat dengan gaya spesifik agar lebih menggairahkan para pembaca agar tertarik dengan aren sebagai tanaman ekonomis serba guna.
Kalau ada yang beranggapan bahwa penulisnya berangan–angan, boleh-boleh saja. Bukankah Jules Verne yang melukis gambar-gambar pesawat dan roket ruang angkasa 2 abad lalu dituding sebagai pengkhayal sinting? Tetapi di abad XX, apa yang dikhayalkannya itu sudah jadi kenyataan. Orang sudah kebulan dengan pesawat ruang angkasa. Roket telah menjelajahi ke Venus ! Fakta! Kiranya si Putri Bagot dapat menjelmakannya menjadi Fakta!
Horas tondi madingin, pir ma tondi matogu !

2 Comments »

  1. Yth Bapak Gultom,
    Saya mau belajar cara penyisiran ijuk yang baik , apakah dengan alat khusus?..
    Tujuan untuk jual ekspor.
    Apakah kwalitas ijuk buat ekspor ada standarisasinya selain panjang ?, contohnya kekeringan ijuk?.
    Mohon informasinya
    Terima Kasih
    Hormat saya
    Comment by Dindin — November 4, 2010 @ 1:51 am
  2. terima kasih Pak.
    Comment by kartono — December 3, 2011 @ 4:57 pm

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a Reply

Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar