Senin, 08 Oktober 2012

Penderes Keluhkan Berkurangnya Pohon Aren

Aren Indonesia

Berita 2004

April 2004

Penderes Keluhkan Berkurangnya Pohon Aren


Sumber:  http://www.suaramerdeka.com/ Jumat, 2 April 2004

KAJEN- Penderes gula aren di Desa Yosorejo, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, mengeluhkan berkurangnya jumlah pohon aren di daerahnya. Akibatnya, para penderes tidak bisa mengoptimalkan pendapatan.Suritno (40), salah seorang penderes mengungkapkan, dirinya hanya menderes delapan pohon secara berulang-ulang sehingga hasilnya tidak banyak. “Jika jumlah pohon lebih banyak, tentu pendapatan bertambah,” katanya.
Hasil deresan setiap hari hanya sekitar lima kilogram. Gula merah yang dijual ke pasar dengan harga Rp 2.700/kg. Dari menjual gula aren, bapak lima anak yang sudah 20 tahun menjadi penderes itu mengaku hanya mendapatkan hasil bersih Rp 5.000/hari.
Berkurangnya pohon aren, kata dia, karena adanya beberapa pohon yang ditebang untuk dibuat tepung, sementara untuk mendapatkan bibit pohon aren tidaklah mudah. “Sekarang pohon aren di sini sangat jarang, sehingga banyak warga tidak mau lagi jadi penderes.”
Meski menderes gula aren bukan mata pencaharian utama warga Petungkriyono, menurutnya, jika pohon aren banyak bisa juga sebagai sampingan untuk membantu perekonomian masyarakat. “Masyarakat di sini rata-rata bertani dan punya sapi, tapi menderes juga bisa menghasilkan uang yang lumayan untuk kebul-kebul dapur,” ujar Casmuri (60), penderes lain.
Perlu Budi Daya
Anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Yosorejo, Kuswoto membenarkan jika pohon aren di desanya sekarang sudah sangat jarang. “Di sini berjumlah paling banyak 50-an pohon. Padahal dulu banyak dan bisa mendatangkan pendapatan yang lumayan bagi warga,” katanya.
Anggota Tim Komuniti Forestri (KF) Kabupaten Pekalongan itu melihat perlunya budi daya pohon aren guna meningkatkan taraf hidup para petani di pinggiran hutan. “Melihat jumlah yang terus berkurang, sekarang sudah sangat mendesak diadakan budi daya tanaman aren.”
Selain budi daya pohon aren, pemerintah setempat seharusnya melakukan beberapa kegiatan untuk meningkatkan pendapatan para penderes. Antara lain dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang teknis pemasaran.
Sebab, keminiman sarana transportasi di Petungkriyono membuat para pembuat gula aren sulit memasarkan produknya. Pasar yang paling dekat adalah Pasar Doro yang berjarak lebih dari 30 km. Padahal angkutan dari Petungkriyono pun kini berjumlah sangat terbatas.
“Kebanyakan pembuat gula kelapa hanya menitipkan produksinya kepada para penampung di sini. Dari sisi pemasaran kita bisa melihat yang rugi pasti para petani. Sebab petani cenderung mengikuti harga yang ditentukan para pengepul,” tegasnya.(G16-17s)

Mei 2004

Lereng Merbabu Ditanami 50 Batang Aren

Sumber: http://www.suaramerdeka.com/ http:/; Jumat, 28 Mei 2004
LERENG-Gunung Merbabu pada ketinggian 1.950 meter di atas permukaan laut, sekarang ditanami pohon aren. Penanaman pohon produktif yang menghasilkan kolang-kaling dan gula aren itu, merupakan kerja sama Belantara Indonesia Adventure (BIA) komunitas pecinta alam Magelang, dengan PDAM Kabupaten Magelang.
Pohon yang ditanam di wilayah Dusun Kedakan, Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang baru 50 batang. ”Ini baru uji coba. Jika berhasil akan dilanjutkan pada tahun mendatang dengan jumlah yang lebih banyak,” kata Direktur Utama PDAM Ir Joni Supardi MT.
Tujuannya disamping untuk konservasi air, masyarakat sekitar lereng gunung bisa memanfaatkannya untuk membuat gula aren maupun kolang-kaling. Bagi BUMD tersebut pelestarian hutan penting sekali agar pasokan air selalu tersedia, sedang masyarakat mendapat tambahan penghasilan. Diharapkan mereka mau memelihara pohon aren itu dengan baik.
Sebelumnya, tambah Joni, pihaknya juga sudah menanam pohon serupa sebanyak 3.000 batang di wilayah Desa Banyuroto dan Wulunggunung Kecamatan Sawangan, serta Desa Ketep dan Pogalan Kecamatan Pakis. Keempat desa itu juga berada di lereng Gunung Merbabu.
Kegiatan penanaman pohon aren di Dusun Kedakan disatukan dengan kegiatan tahunan BIA, memetri (membersihkan) Gunung Merbabu yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2002 lalu.
Yang dibersihkan adalah sampah nonorganik yang tidak bisa terurai. Seperti botol, plastik dan lainnya yang tersebar di jalur pendakian.
Oktober 2004

Pembibitan Aren Kapur Dikembangkan

Sumber;  http://www.lampungpost.com/ Selasa, 26 Oktober 2004

BALAI Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Bengkulu melakukan pembibitan pohon aren jenis kapur yang rencananya ditanam di kawasan penyangga hutan lindung di daerah itu.”Untuk tahap awal, kami melakukan pembibitan sebagai percontohan sebanyak 300 batang di UPT Kuro Tidur Kabupaten Bengkulu Utara,” kata Kepala Balitbang Provinsi Bengkulu Syarifuddin Khalik, pekan lalu.Menurut dia, pohon aren sangat cocok ditanam di kawasan penyangga hutan lindung karena akarnya yang merambat mampu mencegah tidak terjadi longsor.Selain itu, ujar dia, secara ekonomis pohon aren juga cukup menjanjikan karena dapat menghasilkan gula merah yang mempunyai harga jual tinggi.
“Kawasan penyangga hutan lindung di Bengkulu ratusan hektare jadi jika seluruhnaya ditanami pohon aren akan menghasilkan pemasukan cukup besar bagi daerah,” katanya.
Satu haktare (ha) lahan dapat ditanami 400 batang aren dengan produksi 2 ton/hari. Jika dijual Rp3.000/kg, uang masuk Rp8 juta/ha/hari.
“Untuk jangka panjang penanaman pohon aren ini akan diserahkan pada masyarakat, tapi agar merangsang minat penduduk dan pemerintah akan memulainya dengan mananam 300 batang,” katanya.
Dia menjelaskan selain gula merah beberapa bagian pohon aren seperti ijuk, batang, dan sagunya (isi batang) dapat diolah dan memiliki nilai jual. n ANT/E-1

November 2004

Persediaan Kolang-kaling Tahun Ini Menurun

Sumber: http://www2.kompas.com/; Senin, 01 November 2004
PERSEDIAAN kolang-kaling, yang biasa digunakan untuk bahan campuran minuman pembuka puasa, pada bulan Ramadhan tahun ini merosot tajam dibandingkan dengan tahun lalu. Dua bandar kolang-kaling di Pasar Induk Sayur dan Buah Kemang di Kota Bogor, Ny Yayah (43) dan Solihin (36), menyatakan bahwa tahun lalu selama bulan Ramadhan mampu menjual lebih dari 145 ton.
Di awal bulan Ramadhan, kedua bandar besar kolang-kaling ini biasanya telah menerima kiriman 20-25 ton kolang-kaling dari pedagang pengumpul. Tetapi di awal Ramadhan ini, mereka baru menerima kiriman 15-20 ton.
“Sampai hari kelima bulan Ramadhan ini, saya baru menerima kiriman awal dua hari menjelang Ramadhan sebanyak 16 ton dari pedagang pengumpul asal Sukabumi. Tiga hari yang lalu saya menerima lagi 1 ton. Jadi hari kelima bulan puasa ini baru menerima 17 ton. Padahal tahun lalu, pada minggu pertama bulan puasa ia sudah menerima sekitar 25 ton. Dan tiga hari menjelang Lebaran kolang-kaling sudah habis terjual. Tahun lalu saya mampu menjual sekitar 120 ton,” papar Ny Yayah yang ditemui di Pasar Induk Kemang.
Hal yang sama juga diungkapkan Solihin ( 36), bandar kolang-kaling yang telah 15 tahun berdagang kolang-kaling di Bogor. “Saya baru dapat kiriman kolang-kaling dari pedagang pengumpul asal Cianjur sebanyak 30 ton. Biasanya minggu pertama bulan puasa saya sudah menerima sekitar 50 ton. Tahun lalu saya mampu menjual sekitar 145 ton,” kata Solihin yang berasal dari Kebon Manggu, Cianjur.
Solihin hanya berdagang kolang-kaling di Pasar Induk Kemang selama bulan Ramadhan. Sedangkan pada hari-hari biasa di luar bulan Ramdhan dia berdagang sayuran di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. Adapun Ny Yayah dan Maman, suaminya, setiap harinya adalah pedagang sayur di Pasar Kemang.
“Tahun ini saya perkirakan hanya menjual sebanyak-banyaknya 60 ton. Bisa jadi tak sampai. Sebab tahun ini bukan musim panen raya kolang-kaling,” ungkapnya.
Selain itu, pohon aren di berbagai sentra tanaman aren juga semakin habis ditebangi,” kata Solihin seraya menambahkan kolang-kaling yang diperoleh dari pedagang pengumpul asal Cianjur itu sebagian diperoleh dari Lampung kemudian diproses di Cianjur.
SELAIN Ny Yayah dan Solihin, terdapat dua pedagang kolang-kaling lainnya di Pasar Induk Kemang, yakni Adum dan Jaya. Namun, jumlah penjualannya tidak sebanyak Yayah dan Solihin. Adum mendatangkan kolang-kaling dari pedagang pengumpul asal Garut, sedangkan Jaya menerima kiriman dari pedagang pengumpul asal Banten.
Sementara itu, harga jual kolang-kolang di Pasar Induk Kemang saat ini sekitar Rp 4.000-Rp 4.500 per kilogram. Yayah dan Solihin menyebutkan, kolang-kaling dijual kepada pedagang pengecer yang tersebar di berbagai pasar tradisional di Kota/Kabupaten Bogor.
Diperkirakan, setiap bulan Ramdhan, warga Kota/Kabupaten Bogor mengonsumsi sekurang-kurannya 100 ton kolang-kaling. “Selain untuk memenuhi warga Kota/Kabupaten Bogor, juga dipasok ke sejumlah pasar tradisional di Jakarta. Antara lain di Kebayoran, Cawang, dan juga di pasar tradisional Depok,” kata Solihin seraya menambahkan stok kolang-kalingnya saat ini tinggal 10 karung atau 800 kilogram.
Bila persediaan kolang-kaling merosot tajam dibandingkan tahun lalu, lain halnya dengan labu kuning. Buah asal daerah Temanggung, Jawa Tenga, ini persediaannya berlimpah di Pasar Induk Kemang Bogor dan juga dijual di berbagai lokasi di sepanjang Jalan KH Soleh Iskandar dan di Jalan Raya Kedung Halang Bogor. Bahan kolak ini, harga jualnya sekitar Rp 2.500 kilogram. (pun)

Leave a Comment »

No comments yet.
RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a Reply

Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar