Rabu, 12 Maret 2014

Milyarder Sukses Yang Berawal Dari Kekurangan dan Kegagalan ,Aristoteles Onassis

Biografi Aristoteles Onassis - Milyarder Sukses Yang Berawal Dari Kekurangan dan Kegagalan

Aristoteles Onassis dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1906 di Simyrna, sebuah kota Yunani yang makmur di pantai Barat Turki. Konon, ia lahir dari sebuah keluarga miskin, yang hidupnya selalu kekurangan. Konon, ayahnya adalah penjaja dagangan buatan sendiri dari pintu ke pintu, dan ibunya pembantu rumah tangga. Onassis tidak pernah mencoba meluruskan pendapat orang banyak tentang masa lalunya, sekurang-kurangnya dimuka umum, karena kisah-kisah seperti itu biasanya malah menambah cemerlang aura misteri yang mengelilingi dirinya. Ia selalu menyadari pentingnya citra diri seseorang dalam meraih sukses, suatu hal yang akan kita bicarakan lagi nanti.

Dalam kenyataan, ayah Onassis adalah seorang pedagang grosir yang berkecukupan dan mempunyai nama sebab ia juga menjabat presiden sebuah bank dan rumah sakit setempat. Namun Onassis bukan ahli waris kekayaan ayahnya, dan ia menjadi kaya karena kekayaan keluarganya. Seperti yang akan kita lihat, ia pergi ke Amerika Serikat ketika terjadi pertikaian keluarga selagi ia berumur 17 tahun. Ia membawa bekal $450 dalam sakunya, itu pun hanya $250 adalah uang dari keluarganya. Ayahnya dengan enggan memberikan uang sebanyak itu yang baru diberikan pada saat akan terpisah, sebab ia tidak setuju dengan kepergiannya. Ayah dan anak memang tidak pernah akrab, suatu hal yang aneh di antara keluarga Yunani di tanah air. Ayah Onassis yang dibesarkan pada sebuah pertanian dengan susah payah mengumpulkan kekayaan.

Wataknya sangat disiplin dan keras. Walaupun selalu sadar akan rasa tanggung-jawab, ia bukanlah seorang yang dapat disebut hangat dan menarik. Segera Onassis memberontak terhadap setiap bentuk disiplin. Sejak anak sampai remaja ia banyak menimbulkan keributan dan geger, duri di mata ayahnya. Hubungan mereka bertambah rumit lagi karena suatu kenyataan lain. Ibunya, Penelope, meninggal ketika Onassis baru berumur enam tahun. Hanya 18 bulan sesudah itu ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita bernama Helen. Onassis memandang ibu tirinya sebagai orang lain yang menyelundup, dan karenanya wanita ini tidak mendapat tempat sedikit pun di hatinya. Di sekolah, ia bodoh dan suka mencari perkara, mengikuti contoh banyak orang kaya. Tidak aneh kalau ia diusir dari beberapa sekolah. Ia paling sering menduduki ranking terbawah di kelasnya. Salah seorang gurunya berkata: Teman-teman sekelas memuja dia, tetapi gara guru dan keluarganya berputus asa. Selagi ia masih muda, dengan mudah orang dapat melihat bahwa dia akan menjadi seorang di antara mereka yang akan menghancurkan diri sama sekali atau sukses secara gilang-gemilang.

Walaupun raport Ari di sekolah jauh dari bagus, bakatnya untuk berdagang dan mencari uang telah tampak sejak dini. Mungkin anekdot berikut dapat menerangkan. Salah seorang temannya yang telah merancang sebuah kitiran kecil, sebuah mainan sederhana yang terdiri atas baling-baling kertas berpasak jarum yang ditancapkan pada sepotong kayu. Bangga atas prestasinya, anak itu dengan berani membuat beberapa buah dan mencoba menjualnya.

Sebuah kisah lain menggambarkan bakat bisnis Onasis pada masa mudanya. Pada suatu hari, suatu kebakaran terjadi di gudang sekolah di kota tempat kelahirannya. Onasiss membeli seonggok pinsil bekas kebakaran itu dengan harga murah. Ia menanamkan sedikit
modal dengan membeli dua ala peruncing pinsil. Ia, berdua dengan temannya, mulai membersihkan bagian-bagian pinsil yang hangus. Kemudian ia menjual pinsil-pinsil itu kembali kepada teman-teman di sekolah dengan harga sangat murah, namun tetap memberikan untung cukup besar. Mungkin contoh ini biasa-biasa saja, tetapi justru pekerjaan seperti inilah kelak bisnis besar Onassis. Ia memperbaiki kapal-kapal laut yang rusak dan membuatnya layak melaut, dan menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi, tentu saja. Di sekolah, waktu berjalan terus, tetapi Onassis tidak bertambah maju. Tahun 1922 mulai tidak menyenangkan. Banyak teman sekelasnya pergi untuk menuntut ilmu di universitas-universitas besar di Eropa. Tetapi Onassis sendiri tidak lulus.

Masa depan tampak suram baginya. Beberapa hari setelah upacara penyerahan ijazah, salah seorang temannya melihat Onassis berjalan tanpa tujuan di taman kota. Ia mencoba menghibur hati Onassis. Pada tahun 1922, invasi Turki menimbulkan bayangan gelap pada masa remaja Onassis yang penuh gejolak. Smyrnba diduduki dan warga kota dibabat habis tanpa belas
kasih. Ayah Onassis, seorang tokoh yang terkenal luas, dipenjarakan dan Ari menjadi kepala rumah tangga pada usia 16 tahun. Ini masa yang sulit baginya. Dan pada masa ini ia
menerapkan kehebatannya sebagai diplomat dan kemampuannya untuk bertahan dalam keadaan apa pun.
Masa yang sulit ini justru merupakan pengalaman yang tepat untuk membentuk wataknya. Onassis mendarat di Buenos Aires pada tanggal 21 September 1923. Bawaannya sebuah koper tua dan uang sebanyak $450. Tetapi di dalam dirinya ia membawa bekal
yang lebih berharga: tekad keras untuk membuktikan kepada ayahnya bahwa ia mampu menjadi kaya tanpa bantuan ayahnya. Rasa percaya diri ini akan dibawanya sepanjang
hayatnya. Tanpa diploma, tanpa pekerjaan, uang dan koneksi orang berpengaruh, Onassis terpaksa mulai dengan melakukan aneka pekerjaan kasar. Ia menjadi kenek tukang
batu, kuli pengangkut bata pada suatu proyek pembangunan, tukang cuci piring di restoran, dan akhirnya menjadi magang instalator listrik di River Plate United Telepchone Co. Bagi
seseorang dengan ego yang sehat seperti dia, ini bukan
prestasi yang pantas.

Akhir tahun 1922 menandai suatu keputusan besar bagi kehidupan Onassis. Kegagalan pertamanya sebagai pemilik kapal tidak membuat ia mundur untuk tetap menanamkan uang dalam sektor itu. Ia sudah gandrung akan perkapalan. Ia tergerak oleh keyakinan batin bahwa kapal sajalah yang akan membawa dia ke jenjang sukses. Maka, dikumpulkannya semua uang miliknya, yang waktu itu sudah lumayan, lalu berangkat ke London. Ia baru berusia 26 tahun.
Ia telah dikenal karena reputasinya sebagai seorang usahawan yang berani, apalagi setelah penunjukannya sebagai Konsul Jenderal Yunani di Buenos Aires. Namun fungsi diplomatik ini tidaklah menyita banyak waktunya.

Pasar, yang menderita berat akibat jatuhnya pasar modal Wall Street tahun 1929, memberikan kesempatan baikbagi para penanam modal. Kapal-kapal menjadi murah, jauh di bawah harga semula. Langkah paling baik adalah membeli kapal-kapal berusia 10 tahunan. Kapal sebesar sembilan ton yang semula harganya $1.000.000, kini hanya laku dijual $20.000, kira-kira seharga sebuah Rolls-Royce. Apa yang dilakukan Onassis selagi masih kanak-kanak kini akan terulang, tetapi barang bekasnya adalah kapal.
Walaupun kini bisnisnya di London. Onassis membeli kapal pertamanya, dua buah kapal tua masing-masing seharga $20.000, di Montreal. Kedua kapal yang bernama 12 Miller dan Spinner, diganti namanya menjadi Onassis Socrates dan Onassis Penelope, sebagai tanda
penghormatan kepada kedua orang tuanya. Untuk mendapatkan untung dalam bisnis perkapalan, pentinglah memperhatikan turun naiknya biaya muatan dan membuat keputusan yang tepat. Onassis mampu dalam hal ini. Lebih dari itu, ia seorang optimis yang tak pernah
mundur. Dengan sifat petualang dan keberaniannya, ia segera menonjol di antara pemilik-pemilik kapal Yunani lain yang berpangkalan di London, karena tidak seperti mereka, ia
tidak mempunyai pemikiran tentang krisis ekonomi. Mereka, ia tidak takut menanamkan uangnya.
Kegesitan dan diplomasi bawaannya dengan cepat mengantar dia ke kalangan masyarakat kelas tinggi. Tidak boleh dilupakan, salah satu pelicin jalan dalam kenaikannya ke kelas elit adalah hubungan dengan salah satu wanita simpanannya yang pertama, si cantik dari Norwegia Ingeborg Dedichen, putri seorang pemilik kapal yang terkenal.

Pada penghujung tahun 1947, Onassis melewati ambang lain dalam kariernya yang gemilang. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia akan mulai secara sistematis menerapkan prinsip yang dikenal sebagai OPM (Other People’s Money, Uang Orang Lain UOL), dengan meminjam
kepada Metropolitan Life Insurance Company sebesar $40 juta untuk membangun kapal-kapal baru. Sebagai siasat ia menggunakan sebuah perusahaan minyak sebagai mitra. Onassis akan mengangkut minyak mereka dan kontraknya akan tetap berlaku sampai habisnya batas waktu utang. Karena perusahaan minyak pada waktu itu sangat terandalkan, meminjam atas nama perusahaan itu sangat mudah. Dalam arti tertentu, badan keuangan meminjamkan uang kepada perusahaan minyak, bukan kepada Onassis. Onassis sering mengingat masa itu dengan berbangga diri.

Dikatakannya bahwa perusahaan minyak yang kaya itu dalam hubungan dengan kapal-kapal Onassis adalah ibarat seorang penyewa dengan rumah yang dihuninya dengan membayar
uang sewa. Kalau yang menyewa adalah Rockefeller, tidak menjadi soal apakah atapnya bocor atau bergenting emas. Kalau Rockefeller menyanggupi membayar uang sewanya, siapa saja bersedia memberikan pinjaman untuk mengurusi rumah itu. Keadaan itu berlaku pula untuk kapal-kapal Onasssis.

Prinsip ini sekarang lumrah sekali. Prinsip inilah dasar segala investasi pembangunan real-estate. Bila seorang meminjam uang untuk suatu bangunan bisnis, bank sebenarnya meminjamkan uangnya kepada penyewa bangunan itu. Merekalah yang akan mengembalikan uangnya, terkecuali bangunan itu milik seorang penanam modal. Prinsip ini pada zaman Onassis tergolong revolusioner, dan keorisinal gagasan Onassis patut dipuji karena sebagian besar pemilik kapal Yunnai pada waktu itu berpegang pada prinsip: Mau dapat kapal, bayar uang kontan. Walaupun ia seorang inovator sejauh ia tidak menggunakan metode-metode para pesaingnya, ia bukanlah penemu OPM, walaupun mungkin ia menyatakan begitu.
Konsep ini lahir dari otak Daniel Ludwig, seorang usahawan Amerika yang kaya. Dia telah mulai menanamkan uang dalam kapal armadanya bahkan jauh lebih unggul daripada milik Onassis dan kemudian beralih ke usaha real estate. Sudah sejak tahun 1930-an Ludwig mengembangkan apa yang kelak menjadi praktek biasa di mana-mana. Gagasan itu muncul dalam benaknya setelah sebuah Bank menolak permintaannya untuk meminjam uang yang akan digunakannya untuk membeli kapal dan merombaknya menjadi kapal tangki. Onassis meninggal pada tanggal 15 Maret 1975, tapi dalam menjelang akhir hayatnya ia minta kepada salah satu akuntannya apakah ia dapat mengatakan besarnya keuntungan yang dimilikinya secara cepat dengan pembulatan ke angka sepuluh dolar.

Download e-Book Biografi Lengkapnya Di Sini

Referensi :

- http://ke-kampus.blogspot.com/2010/03/biografi-aristoteles-onassis.htm
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kumpulan Biografi Tokoh Terkenal dan Tokoh Indonesia Lengkap www.kolom-biografi.blogspot.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Miliarder Muda Indonesia,Hendy Setiono, ^^JONI SEPRIYAN

Hendy Setiono, Miliarder Muda Indonesia

Posted: 8 Februari 2010 in bisnis
Tag:, , , , , ,

Tidak ada alasan untuk tidak memulai bisnis, bagi yang merasa masih muda ini contoh yang pas sebagai inspirasi. Berbisnis tidak mengenal usia dan kondisi. Asal ada kemauan Insya Allah akan ada jalannya. Tulisan ini sebagai rangkaian inspiration story yang akan memuat kisah pengusaha sukses dari berbagai latar belakang. Tulisan ini saya ambil dari situsnya Pak Purdi E Chandra (www.purdiechandra.net) seorang Tokoh yang sangat saya kagumi. Beliau melalui Entrepreneur University telah banyak mencetak pengusaha baru di Indonesia. Baru-baru ini Pak Purdi mendapat predikat Gila dari Museum Rekor Indonesia karena prestasinya dibidang entrepreneur. oke, Terimakasih Bos Purdi and selamat Membaca…….
Raih Berkah di Jalur Timur Tengah
Namanya Hendy Setiono, pemuda Alumni Entrepreneur University Surabaya ini masih sangat muda, baru 25 tahun. Tapi, sepak terjang bisnisnya sudah tak diragukan lagi. Kalau Anda menjumpai mobil Nissan X-Trail bernomor polisi K 38 AB di jalanan, itulah mobil Hendi. Pelat nomor seharga Rp 16 juta itulah yang membuat orang mudah mengenali dan menyapanya ketika sedang jalan-jalan dengan mobilnya. “Biasanya tukang parkir menggoda, bayarnya pakai kebab saja,” ujarnya lantas tertawa.
Pelat nomor sengaja dibuat K 38 AB untuk mendekati kata kebab. Berkat kebab inilah, nama Hendi sebagai pengusaha muda sukses, terukir.
Hendy adalah pendiri dan presiden direktur PT Baba Rafi Indonesia. Kebab Turki Baba Rafi adalah hasil inovasi bisnisnya. Dia memulai bisnis itu dengan modal hanya Rp 4 juta. Dia enggan meminta bantuan orang tua. “Itu duit hasil pinjam arek-arek (teman-temannya, Red) dan saudara,” kisahnya.
Outlet makanan ala Timur Tengah itu kini berjumlah 325, membentang dari kawasan superramai seperti Jakarta hingga pelosok Ambon. Ratusan outlet itu dipantau dan disupervisi dari dua kantor operasional di kawasan Nginden, Surabaya, dan Pondok Labu, Jakarta. Tahun lalu omzet usahanya mencapai Rp 45 miliar, dan 25 persen di antaranya masuk kantongnya sebagai laba bersih. “Tahun ini omzetnya saya targetkan Rp 60 miliar,” ujarnya.
Apa yang sudah dipunyai Hendy dari keberhasilannya berbisnis? Hendy tampak agak malu menjawab pertanyaan ini. Sekulum senyum kecil dikeluarkannya. “Apa ya? Ehm, ada beberapa, Mas. Alhamdulillah. Masak disebutkan?” katanya masih diiringi senyum.
Dia terbatuk sebentar. Agak ragu, tak lama kemudian, Hendy mulai menjawab. “Aset yang pertama saya beli Yamaha Mio,” ujarnya. Dia membeli motor itu beberapa bulan setelah memulai berbisnis. “Ke mana-mana saya pakai motor itu,” tuturnya.
Setahun pertama, Hendi mengaku “hanya” mendapat penghasilan bersih per bulan Rp 20 juta. “Wah, rasanya sudah seneng banget. Baru umur 20 tahun, penghasilan sudah Rp 20 juta sebulan,” ceritanya.
Setelah membeli Yamaha Mio? “Sekarang kasihan motor itu, sudah nggak muat nampung badan saya semakin melar. Jadi, cari motor yang agak gedean, pakai Harley-Davidson,” ujar nominator Asia’s Best Entrepreneur Under 25 versi Majalah BusinessWeek tersebut.
Selain itu, Hendi punya dua rumah; satu di Jakarta dan satu lagi di Surabaya. Di Surabaya, dia membeli rumah di salah satu kawasan elite, Perumahan Bumi Galaxy Permai. Soal rumah yang satu ini, Hendi punya cerita tersendiri. “Ini rumah idaman saya,” tuturnya.
Dulu, cerita Hendi, semasa masih duduk di bangku kuliah di Jurusan Teknik Informatika ITS, setiap pulang dari kampus, Hendi yang kala itu tinggal di Semolowaru, Surabaya, selalu melewati kawasan perumahan itu. Dia sering berhenti sejenak di perumahan elite itu. Saking seringnya mondar-mandir di perumahan itu sepulang dari kampus, dia sampai kenal dengan sejumlah satpam di sana. “Rumahnya besar-besar, megah-megah. Kelak saya ingin punya rumah seperti ini,” tekadnya ketika itu.
Hendi mengaku terkagum-kagum dengan rumah-rumah di kawasan itu. “Bahkan, hujan saja nggak banjir, beda dengan rumah saya. Halaman depannya itu lebih luas daripada rumah saya di Semolowaru,” kisahnya.
Dari proses itulah Hendi yakin bahwa mimpi yang terus disemai akan bisa mewujud jika diiringi pancangan semangat yang kuat untuk mewujudkannya. “Semuanya berangkat dari impian. Alhamdulillah, saya kemarin berangkat ke Jakarta (wawancara dengan Hendi dilakukan di Jakarta beberapa waktu lalu, Red) sudah dari rumah di Galaxy Bumi Permai,” ceritanya. “Kalau saya tidak berani mulai jualan pakai gerobak, semua mimpi itu hanya tinggal mimpi,” imbuhnya.
Dengan segala apa yang dimiliki kini, Hendi lebih leluasa menyalurkan hobinya berjalan-jalan. Setiap mengisi seminar di berbagai kampus di Indonesia, dia selalu menyempatkan diri mengunjungi berbagai tempat wisata. “Saya lebih suka ke tempat wisata yang alami, lihat pantai, lihat hutan,” ujarnya.
Jalan-jalan ke luar negeri juga sudah menjadi rutinitas yang sangat biasa bagi salah satu 10 Tokoh Pilihan 2006 versi majalah Tempo tersebut. “Dulu jalan-jalan ke luar negeri itu jadi mimpi, sesuatu yang wah, seolah nggak terjangkau. Alhamdulillah, sekarang udah sering,” tuturnya.
Hendy tak melupakan sedekah. Dananya secara tetap didonasikan ke tujuh yayasan yatim-piatu. “Saya menyadari sulitnya kehidupan mereka karena orang tua saya juga bukan orang kaya,” katanya. Dia yakin, jika seseorang tak perhitungan dalam sedekah, rezeki yang diberikan Tuhan akan terus mengalir. “Saya yakin istilah inden rezeki. Orang biasanya membayar zakat 2,5 persen dari keuntungan. Saya membaliknya, sebelum ada untung, harus bayar zakat dulu,” ujarnya. “Pokoknya, kalau omzet turun, kita hajar dengan sedekah,” imbuhnya.
Di luar itu Hendy hampir tidak pernah menghambur-hamburkan uang untuk hobi yang tidak jelas. Misal, clubbing di tempat hiburan malam. “Kalau jalan-jalan ke mal, itu rutin. Tapi, saya dan keluarga tidak konsumtif. Paling-paling hanya lihat tren fashion saat ini untuk diterapkan ke bisnis saya. Misalnya, untuk desain pakaian karyawan dan outlet-outlet,” ujar pria kelahiran 30 Maret 1983 itu. Ketika jalan-jalan itu, Hendi tak khawatir dengan roda bisnisnya. “Owner-nya bisa jalan-jalan, yang mantau manajemen di Surabaya dan Jakarta.”
Hendy lebih suka memakai uangnya untuk melebarkan sayap bisnis. Dia yakin bahwa tak boleh ada kata berpuas diri dalam jiwa seorang pebisnis. Dia kini meretas gerai Roti Maryam Aba-Abi, roti khas Timur Tengah. “Sekarang baru 40 outlet, mayoritas masih di Jatim,” kata Hendi yang, bersama aktris Dian Sastro dan Artika Sari Devi, menjadi duta Wirausaha Muda Mandiri tersebut.
Tak hanya itu, insting bisnis yang kuat membawa pria berbadan subur itu mendirikan Baba Rafi Palace. Sudah dua pondokan megah yang disewakan di Surabaya. “Di Siwalankerto, ada 18 kamar dengan tarif Rp 700 ribu per bulan per kamar. Lalu di Prapanca ada 16 kamar, tarifnya Rp 1,2 juta per bulan,” ujarnya.
Satu lini bisnis makanan juga sedang disiapkan Hendy. “Lagi ngerjakan Piramida Pizza. Kalau biasanya pizza ditaruh loyang, ini mau ditaruh di cone. Jadi, makan pizza bisa sambil jalan-jalan, seperti makan es krim,” terang bapak dengan tiga anak itu.
Dia juga bakal berekspansi ke luar negeri. “Di Malaysia saya baru aja bikin Baba Rafi Malaysia Sdn Berhad. Target awalnya mendirikan 25 outlet kebab,” ujarnya.
Dari UKM(elarat) ke UKM(iliaran)
Hendy memulai bisnis dengan terseok-seok. “Tentu tidak langsung bombastis seperti sekarang. Saya harus jatuh bangun, berdarah-darah.” Dia mengisahkan, saat baru dua minggu berjualan kebab dengan satu gerobak di kawasan Nginden, Surabaya, orang yang diajaknya berjualan sakit.
Dari semula berjualan berdua, dia pun memutuskan menunggui gerobaknya seorang diri. “Ndilalah hari itu hujan deras, jadi sepi,” ceritanya. Untuk menghibur diri, hasil jualan hari itu dibelikan makanan di warung sebelah tempat gerobaknya berdiri. “Di sana ada warung sea food. Saat saya membayar, eh ternyata lebih mahal daripada hasil jualan saya. Jadi, malah rugi,” kisahnya.
Hendy memulai bisnis kala berusia 20 tahun. Dia berhenti kuliah di Jurusan Teknik Informatika ITS saat masuk tahun kedua. “Belum sempat di-DO (drop out, Red), saya OD, out dhewe (keluar sendiri, Red),” ujarnya lantas tertawa.
Ibunya yang pensiunan guru dan bapaknya yang bekerja di sebuah perusahaan di Qatar shock melihat keputusan Hendy. “Orang tua saya ingin saya selesai kuliah, lalu kerja di perusahaan. Bukan malah jualan pakai gerobak,” katanya. Namun, Hendi bergeming. “Setelah berhasil, orang tua malah ingin ikut-ikutan berbisnis,” kata ayahanda Rafi Darmawan, 5, Reva Audrey Sahira, 3, dan Ready Enterprise, 1.
Kini bisnisnya terus membesar. Dari hanya satu karyawan, kini perusahaannya mempekerjakan 700 karyawan. “Yang jadi manajemen inti 200 orang. Semuanya lulusan S1 dan S2,” ceritanya, bangga.
Dia mengibaratkan perjalanan bisnisnya dengan dua istilah UKM yang berbeda. “Dulu kami hanya UKM, usaha kecil melarat. Sekarang masih UKM, tapi usaha kecil miliaran,” tuturnya.
Sekarang ada satu mimpi yang bakal diwujudkan tahun ini. “Saya ingin mengajak semua keluarga jalan-jalan ke Eropa.”

Miliarder Indonesia yang Tak Lulus Bangku SMP,Alim Markus,

Alim Markus, Miliarder Indonesia yang Tak Lulus Bangku SMP

31 Jan 2014 Hits : 5,023

Sebagian besar ibu rumah tangga pasti pernah memakai produk Maspion. Namun, tak banyak yang tahu bahwa nama besar Maspion berawal dari pabrik lampu teplok yang dibesarkan protolan SMP di sebuah rumah petak 4 x4.

Maspion dan Alim Markus adalah dua nama yang tak terpisahkan. Orang kini mengenal Maspion sebagai salah satu kelompok usaha besar asal Jawa Timur, yang tak hanya berkutat di industri peralatan rumah tanga, namun juga menjamah perbankan, real estat, hingga properti. Sedangkan Alim Markus adalah nahkoda dibalik semua kisah sukses itu. Pria berperawakan sedang ini rela mengorbankan pendidikan dan masa kecilnya saat mulai berkiprah di dunia bisnis.

Alim Markus dilahirkan 57 tahun lalu, tepatnya 24 September 1951 di sebuah rumah petak seluas 44 meter persegi di Jalan Kapasan Gang II nomor 22. Karena minimnya ukuran rumah, Alim Markus yang kini memimpin grup usaha yang terdiri dari 53 perusahaan itu harus hidup uyel-uyelan dengan ayah, ibu, dan ketiga adiknya. Jika salah anggota keluarga buang air kecil, baunya langsung ke mana-mana, ujar Alim Markus.

Markus muda tak betah terus hidup susah. Sebagai anak tertua di keluarga, Markus bertekad merubah nasibnya dengan bekerja sekeras mungkin dan menjadi orang sukses. Saya nekat berhenti sekolah sebelum lulus SMP, saya ingin jadi pengusaha sukses dan kuat. Karena itu saya memilih serius membantu orang tua bekerja dari jam lima pagi sampai tujuh malam, tutur pengusaha yang hingga kini menjabat ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur itu.

Markus kemudian mengerahkan seluruh upayanya membesarkan usaha UD Logam Djawa yang didirikan ayahnya Alim Husin pada Oktober 1965, di daerah Pecindilan, Surabaya. UD Logam Djawa awalnya memproduksi lampu teplok. Alim Husin ketika itu sanggup memproduksi 300 lusin lampu teplok perhari.
Kisah Sukses Maspion
Saat Alim Markus terjun total membantu bisnis sang ayah, dia masih berumur belia, 15 tahun. Ketika anak seusianya memuaskan gairah anak muda, Alim Markus menjalani semua aktivitas buruh pabrik. Mulai dari ngepel lantai sampai menangani pekerjaan staf administrasi, staf keuangan, dan lain-lain. Markus juga sempat juga terlibat dalam pemasaran. Dengan sepeda pancal dia berkeliling menjajakan barang ke toko-toko di daerah Pabean dan Pasar Turi.

Setelah bekerja keras lima tahun lebih, keluarga Markus mulai memetik hasil dan mulai mancapai sukses. Minat masyarakat sekitar semakin bertambah, produk dari UD Logam Djawa makin laris. Akhirnya pada 1972 didirikan Maspion yang berarti Mengajak Anda Selalu Percaya Industri Olahan Nasional. Pada tahun itu juga, Markus memiliki mobil pertamanya yakni Holden. Markus juga memboyong keluarganya dari rumah petak ke rumah cukup besar di kawasan yang lebih elit yakni di Embong Tanjung No. 5, yang dia tinggali sampai sekarang. Perusahaan pun dipindah ke daerah Gedangan, Sidoarjo. Alim Husin, yang mulai yakin terhadap kemampuan anak-anaknya, secara perlahan mulai menarik diri dari panggung. Dan sebagai putra tertua, Alim Markus muda yang ditunjuk langsung sebagai presiden direktur, sedangkan Alim Husin sebagai Chairman. Saudara kandung lainnya Alim Mulia Sastra, Alim Satria, dan Alim Prakasa masing-masing didudukan sebagai direktur pengelola.

Kata kolega
Sederhana tetapi berkarakter sehingga banyak orang yang segan dan menjadikannya panutan.

Henry J. Gunawan, Presdir PT Surya Inti Permata Tbk

Alim tetap ulet bekerja keras dengan jujur walau dulu banyak pengusaha yang memakai dana BLBI.

Erlangga Satriagung, Ketua Kadin Jatim

BIODATA

Nama: Alim Markus

Lahir: Surabaya, 24 September 1951

Jabatan:Presiden Direktur Grup Maspion

Orangtua:Ayah Alim Husin, Ibu Angkasa Rachmawati

Istri: Sriyanti

Anak:Enam Orang

Saudara kandung:Alim Mulia Sastra, Alim Satria, dan Alim Prakasa

Pendidikan: Kelas 3 SMP tidak selesai

Anak perusahaan : 53

Bidang Usaha : produk kebutuhan rumah tangga, konstruksi, material, dan industri, property, gedung perkantoran dan mal, dan jasa keuangan

Karyawan : 30.000 orang. (bn/jawapos)
BACA JUGA

Tri Sumono,Tukang Sapu yang Jadi Miliarder

Belajar Sukses Berbisnis dari Tri Sumono, Si Tukang Sapu yang Jadi Miliarder

Direktur UKM Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sisdjiatmo K. Wirdhaningrat (kiri) bersama Tri Sumono dalam workshop “Menjadi Usaha Kreatif Miliaran”
“Belajar Goblok untuk Jadi Miliarder” menjadi topik yang dibahas oleh Tri Sumono, seorang mantan tukang sapu yang kini beromzet 1,5 miliar Rupiah dari perusahaan kopi jahe yang dimilikinya. Topik tersebut dibahas tuntas dalam sebuah workshop yang diadakan oleh UKM Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Kamis (22/08/2013).
Tri Sumono, seorang lulusan SMA yang selalu mendapatkan ranking terakhir di kelas, berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Selepas tamat SMA, Tri, begitu ia kerap di sana, ikut orang ke Jakarta. Tahun 1994, Tri Sumono menjadi tukang sapu di kantor Kompas Gramedia. Tri pun pernah menjabat sebagai cleaning service, serta office boy. Hingga hari ini pun Tri masih bekerja di Kompas Gramedia, yakni di bagian marketing.
Sepuluh perusahaan yang dimilikinya bergerak di berbagai sektor dagang yang berbeda. Yakni, toko sembako, bisnis sewa rumah kontrakan, pertanian, perkebunan, jasa pengemasan, kue kering, toko beras, counter es krim, peternakan hewan, hingga perusahaan kopi jahe ‘Hootrii’.
Selama workshop berlangsung, Tri Sumono tak ragu membagikan resep alias kunci sukses berbisnis kepada pelaku UKM di Jabodetabek yang menjadi peserta.
  1. “Bisnis itu ada tiga proses”
    Setelah berpuluh-puluh tahun menjalankan berbagai macam usaha, Tri menyimpulkan bahwa ada tiga proses ketika menjalankan kegiatan bisnis. Yakni, mendengar, memahami, dan melakukan.
    “10% itu mendengar, 20% memahami, 70% melakukan. Yang 70% ini yang paling penting,” kata Tri saat menjadi pembicara workshop bertajuk “Menjadi Usaha Kreatif Miliaran”.
  2. Tri Sumono, tokoh from zero to hero
  3. “Kesungguhan dalam diri itu segala-galanya”
    Tri kemudian menceritakan pengalaman bisnisnya pertama kali. “Waktu itu gelar karpet di Senayan jualan jepitan. Saya bilang sama istri, kalau jam 12 siang belum dapat 300 ribu, nggak mau makan. Istri saya sampai nangis karena lapar. Setengah jam kemudian, perlahan omzetnya naik. Peristiwa itu jadi titik balik kesungguhan diri,” Tri memaparkan.
    Menurut Tri, hal yang penting dalam berbisnis adalah bagaimana seseorang mau dan langsung melakukan bisnis hingga ‘nalurinya’ terbentuk. “Bisnis itu santai saja karena butuh bawah alam sadar kita yang bekerja. Yang penting menemukan nalurinya dulu,” pria berusia 40 tahun ini menambahkan.
  4. “Biasanya bisnis itu nggak jadi (gagal) karena nggak komitmen”
    Salah satu gejala tidak adanya komitmen untuk berbisnis adalah berhenti bangkit karena berbagai macam alasan. Menurut Tri, punya banyak alasan itu musuh bagi pengusaha.
    “Bisnis ini cuma ilmu kebiasaan. Orang kita (Indonesia) saja yang ndak mau membiasakan hal-hal yang unik,” ujar Tri sambil terkekeh.
  5. “Akal yang bermain di sebuah bisnis”
    Pemilik ladang padi seluas lima hektar ini menyarankan kepada peserta workshop bahwa usaha itu tidak perlu yang rumit-rumit. Selain itu, akal pun punya peran dalam menjalankan sebuah bisnis.
    “Saya menyewakan kontrakan kepada pedagang kaki lima, seperti tukang baso dan pedagang asongan. Satu kamar boleh isinya berapa (orang) saja. Mau satu, dua, lima, terserah. Makin banyak orangnya, makin banyak ‘kan yang membeli ke toko sembako yang dikelola istri saya,” kata Tri yang mendapatkan omzet sepuluh juta dari jasa sewa rumah kontraknya.
  6. “Harus tahu karakter bisnisnya seperti apa”
    Dengan mengetahui profil atau karakteristik masing-masing lini usahanya, ayah dari seorang anak ini bisa membedakan mana hal yang penting dan mana yang tidak. Sehingga, ia bisa memutuskan langkah apa yang perlu ia lakukan di prioritas awal.
    Hal ini juga membantunya ketika menghadapi kendala. “Kendala itu berarti ada yang kurang di diri kita, ini perlu dibenahi,” papar Tri.
  7. Produk kopi jahe “Hootrii”, salah satu lini usaha Tri
  8. “Harus punya target”
    Apapun jenis usaha, cara menjual, dan produk yang didagangkan, pengusaha wajib punya target. “Jangan asal jualan saja. Misalnya, kita tahu bisnis ini dalam satu tahun mau dibawa ke mana,” Tri menambahkan.
    Selain itu, sebaiknya setiap pengusaha membuat siklus jelas dalam usaha yang dimilikinya. Sehingga, ia bisa memantau di mana letak kerugian atau tahapan yang memiliki pergerakan yang lamban. Selain itu, pengusaha juga bisa melihat uangnya lari ke mana.
    “Misalnya, kontrakan. Ada lingkarannya, dari operasional, perilaku kontrakannya (disewakan per bulan atau tahun), sampai strateginya,” kata Tri.
  9. “Usaha bisa stabil dan terus berkembang dengan adanya inovasi”
    Tri yakin, setiap pengusaha yang berani berbisnis berarti berani pula berinovasi. Inovasi tak perlu yang terlalu tinggi kata Tri. Sebagai contoh, ia memperbaiki kemasan kopi jahe dan memperluas jangkauan konsumen.
Salah satu poin penting yang selalu ditekankan Tri Sumono adalah komitmen.
“Pokoknya lakukan terus-terusan. Yang membuat (bisnis) nggak berhasil hanya komitmen. Keinginan yang gigih bisa menaklukan segala-galanya. Bisnis kalau sudah ketemu jati dirinya pasti maju,” tutup Tri Sumono.
***
(psr)
Diterbitkan pada tanggal dan dibaca 7877 kali.

milyarder kelahiran lampung :BOB SADINO

Friday, March 15, 2013

Perjalanan Hidup Bob Sadino

 Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lloyd di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100,-. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.
Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Profil dan Biodata Bob Sadino

Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama : Islam

Pendidikan :
  • SD, Yogyakarta (1947)
  • SMP, Jakarta (1950)
  • SMA, Jakarta (1953)
Karir :
  • Karyawan Unilever (1954-1955)
  • Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
  • Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
  • Dirut PT Boga Catur Rata
  • PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
  • PT Kem Farms (kebun sayur)

milyarder kelahiran lampung: PURDI E CHANDRA

Jumat, 11 Maret 2011

Kisah Sukses Purdi E Chandra

KISAH SUKSES PURDI E CHANDRA


Kisah Sukses Purdi E Chandra Purdi E Chandra lahir di Lampung 9 September 1959. Secara “tak resmi” Purdi sudah mulai berbisnis sejak ia masih duduk di bangku SMP di Lampung, yakni ketika dirinya beternak ayam dan bebek, dan kemudian menjual telurnya di pasar.

Bisnis “resminya” sendiri dimulai pada 10 Maret 1982, yakni ketika ia bersama teman-temannya mendirikan Lembaga Bimbingan Test Primagama (kemudian menjadi bimbingan belajar). Waktu mendirikan bisnisnya tersebut Purdi masih tercatat sebagai mahasiswa di 4 fakultas dari 2 Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Namun karena merasa “tidak mendapat apa-apa” ia nekad meninggalkan dunia pendidikan untuk menggeluti dunia bisnis.

Dengan “jatuh bangun” Purdi menjalankan Primagama. Dari semula hanya 1 outlet dengan hanya 2 murid, Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah menjadi lebih dari 100 ribu orang per-tahun, dengan ratusan outlet di ratusan kota di Indonesia. Karena perkembangan itu Primagama ahirnya dikukuhkan sebagai Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum Rekor Indonesia).

Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri untuk berkeliling kota di seluruh Indonesia membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut makin berkembang.

Kini Primagama sudah menjadi Holding Company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti: Pendidikan Formal, Pendidikan Non-Formal, Telekomunikasi, Biro Perjalanan, Rumah Makan, Supermarket, Asuransi, Meubelair, Lapangan Golf dan lain sebagainya.

Walaupun kesibukannya sebagai entrepreneur sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi tetap disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat Purdi pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY. Selain itu Purdi pernah juga tercatat sebagai anggota MPR RI Utusan Daerah DIY. (sumber : www.purdiechandra.com)

Wawancara dengan Majalah BERWIRAUSAHA

Untuk jadi seorang entrepreneur sejati, tidak perlu IP tinggi, ijazah, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart saja,” ungkap Purdi E Chandra, Dirut Yayasan Primagama.

Menurutnya, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses.

“Masalahnya jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak akan berani buka usaha,” tambah ‘konglomerat bimbingan tes’ itu. Purdi yang lahir di Lampung 9 September 1959 memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekad. la tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Lalu dengan modal Rp.300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang. la sukses membuat Primagama beromset hampir 70 milyar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota. la dirikan IMKI, Restoran Sari Reja, Promarket, AMIKOM, Entrepreneur University, dan terakhir Sekolah Tinggi Psikologi di Yogyakarta.

Grup Primagama pun merambah bidang radio,penerbitan, jasa wisata, ritel, dll. Semua diawalkan dari keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak lagi ‘berdakwah’ tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha-pengusaha. Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega Entrepreneur,” ungkap Purdi kepada Edy Zaqeus dan David S. Simatupang dari Majalah BERWIRAUSAHA.

Berikut petikan wawancara yang berlangsung di kantor cabang Primagama Jakarta.

Bagaimana semangat wirausaha masyarakat kita?

Mungkin begini. Salahnya pendidikan kita itu, kebanyakan orang lulus sarjana baru cari kerja. Jadi pengusaha itu mungkin malah orang-orang yang kepepet. Yang tidak diterima di mana-mana, baru dia sadar dan bikin usaha sendiri. Mestinya, kesadaran seperti ini bisa untuk orang-orang yang tidak kepepet. Alasannya, kalau mau usaha harus ada modal, punya ketrampilan. Padahal tidak harus begitu. Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Ibaratnya kalau kita punya ijazah pun, tidak usah dipikirin. Saya dulu tak tergantung dengan selembar kertas itu. Sekarang mau dijaminkan di bank juga tidak bisa. Hanya buat senang-senang saja kalau sudah sarjana.

Memang saya lihat pendidikan kita itu dari otak kiri saja. Padahal kalau kita garap yang kanan, porsinya banyak, maka otomatis otak kirinya naik. Tapi kalau kita banyakin kiri, kanan ndak ikut naik. Kanan itu adalah praktek. Saya bilang street smart.

Cerdas di lapangan, di jalanan. Orang yang akademik, sekolahnya pintar, IP atau nilai tinggi, dia tidak berani menentang teori. Jadi robotlah. Kalau di situ jadi topeng monyet. Dia tidak berani membuat kreasi sendiri. Padahal hidup dia itu bukan di masa lalu. Hidup dia itu kan di masa datang, dan itu serba berubah cepat. Tidak ada yang sama dengan teori yang dia pelajari. Teori itu kan hasil temuan. Kenapa kita tidak bisa menemukan sendiri? Saya punya contoh, manajemen di Primagama, yang tidak ada di teori. Kalau pun ada di teori pasti disalah-salahkan.

Apa itu?

Di Primagama, suami-istri bekerja dalam satu kantor itu malah kita anjurkan. Di lain tempat dan di teori itu ndak boleh! Tapi saya praktekkan, ternyata jalan, bagus. Saya melihat, mereka masing-masing bisa saling mengontrol. Maka, menantang teori itu yang utama. Saya malah bisa menaikkan omset Primagama 60%.

Contohnya lagi, iklan Primagama yang pakai aktor Rano Karno. Menurut orang kampus, dan pernah dibahas di sana, itu ndak bener! Menurut teori ndak benar. Tapi nyatanya, bagus hasilnya? Saya dulu pernah pakai Sarlito (pakar psikologi dan pendidikan:rec), malah ndak ada hasilnya, walau dia doktor atau apa. Jadi street smart itu…

Apa artinya street smart?

Cerdas di jalanan. Ada academic smart atau school smart. Tapi street smart itu cerdas dengan praktek. Jadi begini, kalau kita punya pengetahuan dengan benar, pengetahuan itu kan akademik. Kita tidak strong, gugur! Kita tidak akan bisa. Kita tidak akan bisa benar. Waktu SD itu ada bacaan-bacaan begini; “Ibu pergi ke pasar membeli sayur.” Kok tidak yang menjual sayur saja?

Kok kata-katanya selalu membeli, bukan menjual? Teryata setelah saya urut-urut, yang nulis itu guru. Coba kalau isinya diubah menjadi menjual, itu akan lain.

Kenapa tertarik menonjolkan sisi menjualnya?

Kalau saya bertransaksi, itu nilai tambah. Dalam transaksi, duit paling banyak itu kan pengusahanya? Dan paling banyak milik pengusaha. Coba kalau misalnya yang satu membeli saja. Akan terbatas transaksinya. Sehingga kalau memang harus banyak pengusahanya, ya untuk menjual.

Setuju dengan pemikiran Kiyosaki “If you want to be rich and happy, don’t go to school” ?

Kalau saya if you want to be rich and happy, ya…. Kalau ingin kaya, ngapain sekolah? Kalau di sekolah tidak akan happy dan kaya. Pendidikan kita tidak bikin happy, malah bikin stres anak. Porsi mainnya kurang. Sejak Taman Kanak-kanak sudah dipaksa main otak kiri. Mungkin itu karena dari mentrinya sampai orang-orang tuanya itu otak kiri semua, kan? Dikatakan figur yang bagus itu yang profesor, yang doktor. Padahal kalau kita pilah, yang pintar sekolah memang jadi dosen, jadi dokter. Yang sedang-sedang saja jadi manajer. Tapi yang bodo-bodo sekolahnya malah jadi pengusaha.

Penelitian di Harvard begitu. Penyikapan guru terhadap anak yang bodo kok divonis tidak punya masa depan? Mungkin dia berani, kreatif, bisa menemukan apa yang tidak ditemukan oleh anak-anak pintar.

Nah, pendidikan kita itu semua mau dijadikan ilmuwan. Seolah ngejar otak kiri saja, ngejar school smart saja.

Apa yang harus dilakukan untuk membongkar sistem seperti itu?

Memang berat karena dari dulu juga begitu. Maka harus lewat luar, kegiatan-kegiatan ekstra. Maka saya usulkan pendidikan kita dibuat dua sistem; sistem ijazah dan sistem tanpa ijazah. Kalau sekolah tanpa ijazah, orang akan cenderung cari ketrampilan dari praktek yang kelihatan. Yang pakai ijazah untuk yang mau jadi dosen, jadi dokter, jadi ilmuwan.

Kalau pelajaran kimia yang pakai ijazah, ya ilmuwan itulah. Kalau kimia yang tidak pakai ijazah, pilihannya ya bikin deterjen, bikin sirup, bikin apa saja yang ada manfaatnya. Kalau semua harus belajar kimia, padahal kita tidak tertarik, berarti dipaksa dan tidak happy jadi nya.

Kalau di tataran konseptual, apa yang mesti dilakukan?

Saya kira Dikbud itu merasa bahwa yang menentukan masa depan Indonesia itu dia. Bikin kurikulum, walaupun sumbernya dari masyarakat, tapi sering terlambat. Kurikulum tahun lalu baru dipakai sekarang. Lebih cepat di luar, kan? Maka kalau saya, pendidikan itu tidak usah diatur. Perguruan Tinggi siapa pun boleh bikin. Dan itu masyarakat yang menilai. Hukum pasar! Titel MBA atau apa dilarang, kenapa? Alamiah aja. Nanti kalau kebanjiran itu orang ndak mau pakai, kan ndak masalah? Kalau banyak manajer belajar ilmu untuk mendapatkan MBA, itu kan bagus? Dalam pendidikan itu sebenarnya mereka dagang.

Kalau model-model pendidikan itu masyarakat yang mengembangkan, mungkin baru bagus. Karena pas dengan zaman itu. Misalnya Mc Donald mau bikin Universitas Mc Donald, kenapa tidak?

Bagaimana dengan Entrepreneur University yang Anda dirikan?

Sebagai entrepreneur, saya punya visi Mega Entrepreneur. Artinya bagaimana seorang pengusaha bisa menciptakan pengusaha lainnya. Kalau pengusaha bisa menciptakan lapangan kerja, itu sudah biasa. Yang saya kejar adalah bagaimana saya bisa menciptakan banyak pengusaha. Dulu visi saya memang menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Kalau seperti itu kan lama. Mungkin hanya ribuan lapangan kerja. Tapi kalau bisa menciptakan banyak pengusaha, lapangan kerja yang tercipta lebih banyak lagi.

Karyawan saya pun saya usahakan bisa jadi pengusaha. Kayak manajer-manajer saya, semua sudah punya usaha di luar. Saya ditentang oleh Renald Kasali. Katanya menurut teori itu tidak bisa. ‘Orang kerja kok diajak merangkap jadi pengusaha, itu ndak bisa!’. Saya praktekkan ternyata bisa. Manajer saya punya perusahaan mebel.

Menurut Kiyosaki, di sini dia sebagai employee, di luar dia sebagai business owner karena yang mengelola orang lain. Ada manajer saya yang buka bengkel motor. Sopir saya punya kenteng mobil. Sopir saya yang lain punya bisnis jual beli handphone.

Karyawan-karyawan itu mau jadi manajer semua ? ndak mungkin kan… Harapan paling besar saya, ya mereka jadi pengusaha.

Sejak kapan Entrepreneur University berjalan?

Entrepreneur University (EU) berjalan baru setahun. Sebelumnya kita sudah sering adakan pelatihan di mana-mana. Tapi cuma beberapa hari, lalu selesai tidak ada follow up. Sekarang lebih jelas, kita ada follow up. Misalnya kita adakan tiga bulan, setelah itu ada klub entrepreneur. Yang itu bisa dilakukan lewat internet, pertemuan-pertemuan, dan juga konsultasi seperti tadi. Di EU diutamakan yang indeks prestasinya (IP) rendah. Memang pernah ada yang protes, orang mau masuk tapi IP-nya tinggi, dia jadi minder. Tapi memang saya lebih mudah mengajar orang yang tidak pintar. Kalau otak kiri sudah kuat, susah berubahnya.

Misalnya dia kuliah di akuntansi, yang feasible tidak feasible, udah, ndak berani-berani dia. Usaha itu bukan perhitungan sebelumnya. Hitungan yang terjadi, itulah usaha. Banyak yang terjadi kita tidak tahu dan tidak kita pikirkan sebelumnya. Saya di Primagama dulu kalau dipikir tidak rasional. Modal saya cuma Rp.300 ribu saja. Sekarang asetnya sudah hampir Rp.100 milyar, kan?

Rasionalnya di mana?

Tadi seorang direksi bank yang ingin membuat usaha. Seperti dia, dihitung-hitung terus, selalu tidak positif. Akhirnya tidak berani buka usaha. Saya bilang, “Jangan dihitung terus!” Usaha itu dibuka, baru dihitung. Ini street smart. Kalau dihitung baru dibuka, ndak akan buka-buka usaha. Makanya, yang membuat orang takut itu bukan sisi gelap, tapi justru sisi terang. Karena terang itu tahu hitung-hitungannya, tahu risikonya gedhe, jadi takut. Kalau gelap, tidak tahu apa-apa, usaha itu tidak takut. Dihitung atau tidak dihitung itu sama saja kok.

Padahal entrepreneur harus berani ambil risiko…

Itulah, ambil risiko itu berarti harus gelap. Maksudnya jangan terlalu banyak tahu. Setelah jalan, kita pakai ilmu street smart tadi. Street smart itu yang melahirkan kecerdasan entrepreneur yang dibutuhkan untuk pemula usaha. Isi kecerdasan entrepreneur itu ya kecerdasan emosional, spiritual, dan basisnya di otak kanan.

Bagaimana cara Anda merealisasikan gagasan Mega Entrepreneur?

EU ini saya yang buka dan pelatihannya saya yang mengajar sendiri. Saya bukan cari untunglah, tapi semacam aktulisasilah buat saya. Karena saya ingin jadi Mega Entrepreneur tadi. Sehingga saya bela-belain, ndak harus untung. Kalau nombokpun saya mau untuk memberikan dakwah tentang entrepreneurship ini. Itu yang saya lakukan, dan sudah dua angkatan EU di lima kota. Perkembangan pesertanya cukup positif. Yang sama sekali tidak berani berusaha, kini jadi berani.

Bagaimana tren kewirausahaan ke depan?

Saya kira itu suatu keharusan. Kalau negara ini mau maju, harus banyak pengusahanya. Kita belum ada kementrian yang khusus mengurusi wirausaha. Di Indonesia banyak bisnis yang bisa dikembangkan menjadi franchise dan tidak harus yang mahal. Di Malaysia sudah ada kementriannya, dan mentrinya mendorong mereka yang mau usaha franchise dsb.

Bagaimana entrepreneur yang ideal itu?

Ukuran ideal saya adalah dari banyaknya lapangan kerja yang diciptakan. Pengusaha yang bisa melahirkan pengusaha-pengusaha baru. Bisnisnya kalau bisa yang baik-baiklah. Saya suka mengurusi bisnis yang langsung ke pasar. Yang menilai dan menentukan bisnis saya ya pasar. Saya ndak model dengan bisnis lobi-lobi yang harus berhubungan dengan pemerintah.

Pernah mengalami pencerahan selama menjadi entrepreneur?

Saya mengembangkan sisi spiritual melalui dzikir atau meditasi. Bisnis itu, kalau bisa ya melibatkan yang “di atas”. Tidak bisa berjalan dengan diri kita sendiri. Maka saya kembangkan kecerdasan spiritual. Kalau menggunakan intuisi saja, hanya bisa menunjukkan sesuatu tujuan itu seperti apa…. Tapi kalau dzikir, melibatkan Tuhan, kuncinya justru membuat tujuan itu terjadi.

Misalnya diramal orang kita tidak hoki. Dengan dzikir itu bisa jadi hoki. Yang tidak baik jadi baik. Arah negatif bisa jadi positif. Maka, menantang teori itu yang utama! Makanya, yang membuat orang takut itu bukan sisi gelap, tapi justru sisi terang.

Bangkit

Wujudkanlah mimpi anda, kembangkanlah “penglihatan pemikiran” yang selama ini terpendam, berikanlah arti pada hidup yang anda cintai ini. Semuanya berawal dari sebuah impian. Dunia dengan segala isinya diciptakan Tuhan dari “impian-Nya”.

Kisah-kisah keberhasilan para tokoh yang berhasil mengubah dunia, bermula dari mimpi, seperti apa yang dilakukan Galiileo, Thomas Alva Edison, Einstein, dan lain-lain. Bangunan-bangunan besar seperti candi dan piramid juga dimulai dari impian. Bahkan, majalah ini hingga akhirnya sampai ke tangan pembaca, juga diawali dari impian. Bila demikian, tampaknya segala sesuatu sangatlah mungkin untuk diwujudkan. Masalahnya adalah kebanyakan orang telah membuang jauh-jauh mimpi mereka ke tempat sampah, atau merasa bahwa mimpi mereka merupakan hal yang mustahil. Padahal, hampir semua mimpi bisa diwujudkan dengan sedikit kecerdikan, sedikit keberanian serta dukungan emosional.

Sebagai ilustrasi, pertengahan tahun 70-an Bill Gates bermimpi bahwa komputer akan tersedia di setiap rumah pada suatu masa nanti; Akio Morita bermimpi bisa mendengarkan musik favoritnya sambil main tenis, tanpa harus mengganggu tetangga kiri-kanan; atau Sosrodjoyo yang bermimpi nantinya orang-orang akan memilih teh botol bikinan pabrik daripada repot-repot menyeduhnya di rumah.

Tetapi perlu kiranya dibedakan antara “mendambakan” dan “memimpikan”. Mendambakan bersifat pasif dan menunggu, hanya merupakan selingan iseng tanpa otak, tanpa upaya untuk mewujudkannya. Sedang memimpikan bersifat aktif dan berani mengambil inisiatif. la didukung oleh rencana dan tindakan untuk membuahkan hasil.

Tokoh-tokoh yang disebut di atas adalah contoh perbuatan memimpikan. Mereka tidak sekadar beranganangan, melainkan berupaya keras mewujudkan impiannya. Microsoft, Sony, dan Teh Sosro adalah hasil nyata dari mimpi-mimpi mereka.

Singkatnya, penglihatan pikiran membuka pintu untuk mewujudkan impian kita. Namun begitu pintu tersebut terbuka, harus ada tindakan nyata berupa: disiplin, kebulatan tekad, kesabaran, dan ketekunan bila kita ingin membuat impian tersebut menjadi kenyataan. Penglihatan Pikiran

Pada hakikatnya setiap insan memiliki dua jenis penglihatan: penglihatan mata dan penglihatan pikiran. Penglihatan mata adalah apa yang kita lihat ada secara fisik di sekeliling kita, misalnya: mobil, gunung, pulpen atau teman-teman kita. Sebaliknya, penglihatan pikiran adalah sebuah kekuatan untuk melihat bukan apa yang ada secara fisik, tetapi apa yang bisa ada setelah intelegensia manusia diterapkan. Penglihatan pikiran adalah kekuatan untuk bermimpi. Dr. David Schwartch, dalam The Magic of Thinking Success, yakin bahwa perasaan kita yang paling tak ternilai harganya adalah penglihatan pikiran. Penglihatan tersebut membentuk gambaran masa depan yang kita harapkan, rumah yang kita idamkan, hubungan keluarga yang kita dambakan, liburan yang akan kita ambil, atau penghasilan yang akan kita nikmati kelak (sumber : www.purdiechandra.com)

Mochtar Riady ,success story^^meranai lampung

Jumat, 11 Maret 2011

Kisah Sukses Mochtar Riady

KISAH SUKSES MOCHTAR RIADY


Kisah Sukses Mochtar Riady Orang banyak mengenal Mochtar Riady sebagai seorang praktisi perbankan jempolan dan seorang konglomerat yang visioner, pandangannya yang jauh ke depan dan sarat dengan filosofi menjadi panutan banyak para pengusaha dan para pelaku pasar. Kali ini kita akan menyoroti jalannya meniti sukses,yang tentu saja tidak semudah dibayangkan oleh banyak orang.

Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketertarikan Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 mei 1929 ini disebabkan karena setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah gedung megah yang merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai bank yang berpakaian parlente dan kelihatan sibuk. Riady adalah anak seorang pedagang batik. Pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda dan di buang ke Nanking, Cina, di sana ia kemudian mengambil kuliah filosofi di University of Nanking .Namun, karena ada perang, Riady pergi ke Hongkong hingga tahun 1950 dan kemudian kembali ke Indonesia. Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, namun ayahnya tidak mendukung karena profesi bankir menurut ayahnya hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.

Pada tahun 1951 ia menikahi seorang wanita asal jember, oleh mertuanya, Riady diserahi tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Dalam tempo tiga tahun Riady telah dapat memajukan toko mertuanya tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954, walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh keluarganya. Riady berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas.

Untuk mencari relasi, Riady bekerja di sebuah CV di jalan hayam wuruk selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan ia pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil. Sampai saat itu,Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, di setiap kali bertemu relasinya, ia selalu mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya mengabari dia jika ada sebuah bank yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk memperbaikinya, Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun. Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut.

Di hari pertama sebagai direktur, Riady sangat pusing melihat balance sheet, dia tidak bisa bagaimana cara membaca dan memahaminya, namun Riady pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance sheet tersebut,namun sia sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standar Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.

Akhirnya dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa, tentu saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Riady pun untuk mulai bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama sebulan penuh Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat ia akhirnya mengerti apakah itu akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Riady pindah ke Bank Buana, kemudian di tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.

Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank, dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran sedangkan Dje adalah memiliki rasa malu. Visi dan pandangan Riady yang jauh ke depan seringkali membuat orang kagum, dia dapat dengan cepat membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya.

Salah satu contohnya ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana tahun 1966. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena Indonesia berada pada masa perubahan ekonomi secara makro, ketika itu Riady sedang berkuliah malam di UI, disitu dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana,dkk. Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank Buana.

Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya. Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat khususnya dalam hal jaminan, namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah dibanding yang lain maka banyak debitur yang masuk dan tak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang bangkrut. Dengan otomatis orang mengenal siapa Mochtar Riady.

Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929 adalah pendiri Grup Lippo, sebuah grup yang memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Jumlah seluruh karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai.

Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo. Saat ini Group Lippo memiliki lima cabang bisnis yakni :
  1. Jasa keuangan : perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset,sekuritas.
  2. Properti dan urban development : kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri.
  3. Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi.
  4. Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.
  5. Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektronik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.

Sukses Pramono, dari Office Boy Menjadi Miliarder ^^joni sepriyan

Kisah Sukses Pramono, dari Office Boy Menjadi Miliarder

A Pramono
Kisah perjalanan hidup A Pramono (34) mirip cerita sinetron. Belasan tahun lalu, ketika pria kelahiran Madiun ini mengadu nasib ke Ibu Kota Jakarta, ia memulainya dengan menjadi office boy di sebuah perusahaan swasta. Lalu ia beralih menjadi pedagang ayam bakar di pinggir jalan. Ternyata sukses. Kini Pramono sudah menjadi miliarder yang memiliki banyak usaha. Siapa yang tidak ngiler?

Ayah satu anak yang akrab dipanggil Mas Mono ini buru buru menambahkan bahwa sukses bisa diraihnya setelah melewati proses yang cukup panjang. la meyakini, dalam hidup ini tidak ada sesuatu yang instan. Artinya, kalau ingin sukses mesti lewat perjuangan.

“Orang tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu, ketika memulai usaha ini saya harus ke pasar jam tiga dinihari. Jam empat subuh sudah menyalakan kompor, ketika kebanyakan orang masih tidur,” ujar Pramono.

Awalnya, suami Nunung ini berjualan ayam bakar di pinggir Jalan Soepomo, Jakarta Selatan, persisnya di seberang Universitas Sahid. Di tempat itu, setiap hari-kecuali hari libur dia menggelar tenda, bangku dan meja untuk berdagang.

Dengan memakai kaus, celana gombrang dan sandal jepit, dia setia melayani pembeli yang datang dari pagi sampai pukul 14.00. Sebagian pembelinya adalah mahasiswa dan orang kantoran yang bekerja di wilayah tersebut.

“Tapi ya namanya dagang kaki lima, ada gilirannya. Saya dagang dari pagi sampai siang. Dagangan habis nggak habis saya harus tutup. Lalu, jam 14.00 diganti pedagang lain yang menjual nasi goreng, pecel lele dan seafood,” tutur Pramono sambil memperlihatkan foto lamanya di laptop.

Pria yang menamatkan S3 (maksudnya tamat SD, SMP, SMA) di Madiun ini belakangan akrab dengan laptop karena dia menjadi salah seorang mentor nasional dari Entrepreneur University (EU). Foto-foto lamanya itu menjadi salah satu bahan presentasinya ketika membawakan materi tentang wirausaha.

Menurut Pramono, sejak dulu dia suka fotografi tapi hanya sebatas hobi. Bukan karena dia tahu akari sukses. Jika diamati, foto Pramono saat masih berjualan di pinggir jalan dan saat ditemui Warta Kota beberapa hari lalu, memang berbeda jauh. Dulu dia terlihat kurus, sekarang tampak macho dan keren.

“Ya, bedalah Mas. Dulu tidak terawat, sekarang terawat. Dulu nggak punya tabungan,sekarang tabungan banyak di bank,” ujarnya sambil menunjukkan tabungannya yang pernah mencapai persis Rp 1 miliar.

Salah satu kebiasaan positif yang dimiliki Pramono dan sangat memberi inspirasi adalah kesenangannya belajar sesuatu yang baru untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Tahun 1999, ketika menjadi office boy di sebuah perusahaan swasta, Pramono selalu memanfaatkan,waktu luangnya dengan belajar komputer. Bukan bermain bermain game seperti kebanyakan orang. Sebab dia tahu, dengan menguasai keterampilan itu kariernya bisa naik dan gajinya juga akan lebih besar.

Pramono benar, karena kariernya terus meningkat hingga akhirnya diangkat menjadi supervisor. Meski jabatannya cukup tinggi tapi dia terus tertantang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Cita-citanya cuma satu, bagaimana caranya lebih membahagiakan orang-orang yang dicintai, keluarga dan orangtuanya.

Ayam Bakar Mas Mono
Akhirnya, tahun 2001 dia keluar dart perusahaan tersebut dan memulai usaha dengan berjualan gorengan keliling di seputar,wilayah Pancoran, Jakarta Selatan. Langkahnya rada ekstrem. Sebab, bagi Pramono, untuk memulai usaha tidak perlu banyak berpikir, apalagi menghitung rugi laba. Yang terpenting adalah melakukan action.

“Banyak saudara saya yang tidak terima dengan keputusan itu. Apalagi pada awal-awal berdagang, omzetnya baru Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per hari,” ujarnya.

Meski menghadapi banyak tantangan, Pramono tidak mau mundur. Sampai akhirnya dia mendapat lapak kosong di seberang Universitas Sahid. Dengan modal Rp 500.000 untuk membeli gerobak dan peralatan lainnya, termasuk ayam lima ekor, Pramono membuka lembaran barunya dengan menjual ayam bakar. Namun karena belum mahir mendorong gerobak, pernah suatu ketika ayam dagangan jatuh ke pasir. Terpaksa ayam tersebut harus dibersihkan dulu.

“Kalau orang lain mungkin sudah mikir macam-macam. Wah ini tanda sepi, nggak laku, karena baru mau jualan ayamnya sudah jatuh, sial. Namun, kalau saya justru berpikir lain. Wah, ini pertanda bagus, dagangan saya bakal laku. Sebab, saya menggunakan otak kanan. Selalu optimis dan percaya dirt,” tegas Pramono.

Terlepas dart peristiwa itu, beberapa tahun kemudian usaha Ayam Bakar Mas Mono berkembang pesat. Dia mempunyai 13 cabang dan dalam satu hari bisa menjual 1.000 ekor ayam. “Sampai sekarang saya merasa seperti mimpi. Kok bisa ya,” kata Pramono.