Perkuat Ketahanan Pangan, Singkong Bisa Diandalkan
30 Mei 2012 17:35:50, dibaca: 875 kaliOleh : DEO BERITA
Untuk menuju ketahanan pangan diperlukan keberanian mengubah pola konsumsi dan melakukan diversifikasi pangan. Potensi ketersediaan singkong yang melimpah di bumi nusantara ini bisa menjadi alternatif andalan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan surplus beras sebesar 10 juta ton pada tahun 2014 yang akan datang
Memang, pemerintah tak pernah patah arang untuk terus menjaga dan mempertahankan ketahanan pangan nasional, baik dengan menjamin ketersediaan pasokan dan aksesibilitas pangan, serta stabilisasi harga pangan di dalam negeri.
Namun, terus bertambahnya jumlah penduduk dan pola konsumsi yang berlebihan, tanpa diiringi peningkatan produksi pangan, dikhawatirkan bisa menjadi salah satu faktor yang melemahkan ketahanan pangan nasional.
Untuk diketahui, saat ini jumlah konsumsi beras Indonesia berkisar dua kali lebih besar dari beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam misalnya. Tercatat, kebutuhan beras kita saat ini mencapai 130-140 kilo gram per orang per tahun. Padahal, kebutuhan beras di Asia Tenggara saja hanya mencapai 70 kilogram (kg) per orang per tahun.
Kondisi itupula yang dinilai menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras pada tahun 2011 lalu sebanyak 2,75 juta ton untuk menutupi kekurangan stok dari produksi beras lokal Indonesia yang hanya mencapai 65,4 juta ton.
Melihat kondisi tersebut, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan akhir-akhir ini terus mewacanakan pentingnya mengubah pola konsumsi masyarakat dengan melakukan diversifikasi pangan. "Mulailah kita mensubtitusi beras dengan singkong, ubi, dan bahan pangan lainnya," paparnya dalam berbagai kesempatan.
Mendag menegaskan, diversifikasi pangan harus dilakukan karena Indonesia termasuk konsumen terbesar di Indonesia yaitu 140 kg per orang per tahunnya. Menurutnya, bila Indonesia bisa mengurangi konsumsi berasnya sampai 100 kg per orang saja maka hal itu sudah bisa melakukan penghematan sebesar 10 juta ton.
"Saya sekarang sudah mulai kurangi konsumsi beras. Saya makan singkong setiap hari. Berat badan saya jadi turun delapan kilogram,” tuturnya memberi motifasi menjadi pembicara pada acara Jakarta Food Security Summit Feed Indonesia Feed The World,di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2012) lalu.
Mengapa singkong?
Salah jenis bahan makanan yang akhir-akhir ini terus dikampanyekan oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sebagai makanan pokok alternatif untuk menggantikan beras adalah singkong.
Dan ternyata banyak sekali nilai strategis yang dimiliki singkong bila berhasil dijadikan makanan pokok pengganti beras. Selain telah menjadi makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung, singkong merupakan salah satu tanaman ubi-ubian yang sangat mudah ditanam di Indonesia. Bahkan, dari sisi kandungan, singkong juga mempunyai kadar Karbohidrat yang lebih tinggi dengan nasi putih.
Dari segi ekonomi, terciptanya perubahan pola konsumsi masyarakat dari beras ke singkong atau ubi ini ke depannya juga diharapkan bisa menciptakan keseimbangan antara supply dan demand. “Kalau sekarang kita sudah bisa merubah pola konsumsi, dari beras ke singkong, maka turun 100 kilogram saja, kita sudah bisa mengekspor beras,” ujarnya.
Bicara soal merubah pola konsumsi. Menteri perdagangan menambahkan, bahwa. Melakukan diversifikasi pangan juga bisa menjadi solusi, dalam mengatasi segala permasalahan pangan. Demi merealisasikan target swasembada pangan pada 2014 mendatang. Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2009 mengenai percepatan penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal.
Gita Wirjawan, begitu serius menganjurkan masyarakat untuk dapat merubah pola konsumsinya ke singkong. Pria 46 tahun lulusan Universitas Harvard. Dan pernah menjabat sebagai direktur utama JP Morgan Indonesia ini mengaku sudah memperaktekkan sendiri dalam kehidupannya. “Ayah saya dulu terkena diabetes, makanya saya sekarang berusaha mengurangi konsumsi nasi. Pagi saya sarapan singkong dan siang harinya saya mengkonsumsi nasi merah. Tidak ada yang aneh, malah saya merasa sehat”. Bahkan dia mencontohkan beberapa daerah di Indonesia yang menjadikan singkong sebagai makanan pokok. Namun, tetap bisa hidup sehat dan nyaman.
Singkong: Makanan Sehat yang Ekonomis
Saat ini, singkong boleh dikatakan termasuk golongan secondary corps atau komoditi kelas dua. Padahal, tanaman yang nama latinnya Menihot Utilissima ini memiliki kadar Karbohidrat yang lebih tinggi dengan nasi putih.
Dalam per 100 gram singkong itu meliputi: Kalori 121 kal, Air 62.50 gram, Fosfor 40.00 gram, Karbohidrat 34.00 gram, Kalsium 33.00 miligram, Vitamin C 30.00 miligram, Protein 1.20 gram, Besi 0.70 miligram, Lemak 0.30 gram, Vitamin B1 0.01 miligram. Sementara pada kulit batangnya mengandung Tannin, Enzim Peroksidase, Kalsium Oksalat, dan Glikosida.
Yang menarik, tanaman ini pun sangat mudah dibudidayakan secara massal. Sebab, selain tanaman ini cocok dengan kultur tanah Indonesia, proses penanamannya pun tidak terlalu sulit. Bahkan, tanaman ini sangat kebal dari serangan hama penyakit.
Dari segi ekonomi, singkong pun bisa menjadi komoditas penting. Yakni, tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi saja, tetapi juga bisa menjadi bahan baku sejumlah industry, baik industri besar maupun industri rumahan.
Adapun bagi petani, kemudahan penanaman singkong ini juga bisa mendatangkan keuntungan tersendiri. Terbukti, membaiknya harga singkong beberapa waktu terakhir ini telah mendorong sejumlah petani di beberapa daerah menanami lahannya dengan singkong.
Di Lampung misalnya, setiap tahunnya luas areal panen singkong meningkat. Pada 2011 luas areal panen mencapai 361.538 Ha, dengan jumlah produksi 9.017 juta ton. Sedangkan pada 2012 ini targetnya menjadi 371.485 Ha, dan diharapkan dapat menaikkan jumlah produksi hingga 3.70% atau 9.350 juta ton. Harga singkong di Lampung Utara saat ini berkisar Rp 800/kg sampai Rp 860/kg.
Di Provinsi Banten, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) setempat dilaporkan produksi singkongnya dari tahun 2003 sampai 2010 lalu sebesar 115 ribu ton pertahun. Dan di tahun 2012 ini, produktivitas singkong ditargetkan naik sebesar 172 ribu ton. Adapun harganya, saat ini harga singkong di Provinsi Banten berkisar Rp 500 per kilogram.
Sedangkan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi singkong di tahun 2011 mengalami penurunan dari dua tahun sebelumnya. Dimana pada 2010 produksi singkong mencapai 1.114.665 juta ton. Dan 1.047.684 juta ton pada 2009. Bandingkan dengan jumlah produksi singkong pada 2011 lalu yang hanya 867.596 ton. Dengan harga Rp 700-Rp 900 per kilogramnya.
Sampai saat ini harga singkong dibeberapa daerah memang cenderung naik turun. Tergantung jenis dan aksesnya dari petani hingga pedagang eceran. Di Pasar Induk Cibitung, harga singkong mencapai Rp 1500 per kilogramnya. Dari penelusuran Infon PDN, singkong di Pasar Induk Cibitung ini biasa dipasok dari Sukabumi. Sedangkan harga dari pengepulnya berkisar Rp 900-Rp 1000 per kilogram.
Membaca Kebutuhan Singkong
Kebutuhan singkong dunia mencapai 220 juta ton per tahun. Ini juga bisa menjadi peluang tersendiri bagi Indonesia yang selama ini juga dikenal di dunia internasional sebagai negara penghasil singkong. Mengapa demikian?
Pasalnya, sejumlah negara saat ini tengah mengembangkan industri tekhnologi berbasis singkong. Kita ambil contoh China misalnya, saat ini negara ini sedang memacu penggunaan etanol bahan bakar yang bersumber dari singkong. Hal ini menumbuhkan potensi ekspor Indonesia pun bisa mencapai US$ 20 miliar bila China terus melakukan mengembangkan proyek etanolnya.
Dan saat ini, permintaan singkong dari China saja setiap tahunnya lebih dari 5 juta ton dengan nilai mencapai US$ 150 juta atau Rp 1.3 triliun per tahun. Hanya saja, dari kebutuhan tersebut Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 15% permintaan dari China. (Ccp/AMF)
Tags: ,
Album Foto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar