Aren Indonesia
Dian Kusumanto
MENYONGSONG BANGKITNYA INDUSTRI AREN
Oleh : Dian KusumantoSumber: http://kebunaren.blogspot.com/
Industri adalah suatu sistem yang
memproses bahan baku menjadi suatu produk sehingga memiliki nilai
tambah. Industri Aren berarti suatu sistem yang memproses bahan baku
dari pohon Aren menjadi suatu atau berbagai produk yang bernilai tambah.
Bahan baku yang berasal dari pohon Aren antara lain adalah : nira, buah
kolang kaling, ijuk, lidi, daun, tepung, kayu batang, akar dan
lain-lain.
Sedangkan produk yang bernilai tambah
yang selama ini sudah dihasilkan dari sistem industri aren antara lain :
gula aren cetak, gula semut aren, gula kristal putih aren, gula aren
cair, gula lempeng, gula batu aren, saguer, tuak, legen, cap tikus,
bioethanol, anggur aren (palm wine), ijuk, sapu, sikat, tali ijuk, fiber
sheet, atap ijuk, kolang-kaling, sapu lidi, tusuk sate lidi aren,
tepung aren, mutiara sagu aren, aneka kerajinan kayu aren, serutan kulit
aren, kerajinan akar aren, dll.
Sistem atau rangkaian yang mempersiapkan
dan pemproses sehingga menghasilkan bahan baku yang kemudian
ditingkatkan nilai tambahnya dengan teknologi, sarana prasarana, input
dari luar sistem, dengan sumber daya manusia dan pola manajemen dan
permodalan kapital, modal social, modal alamiah, dan sterusnya, sehingga
menghasilkan produk akhir (out put) yang bernilai tambah sesuai yang
diharapkan.
Industri Aren akan bangkit karena beberapa hal sebagai berikut :- Produk-produk dari Aren sangat dibutuhkan oleh pasar dunia.
- Produk-produk dari Aren memiliki nilai komparatif, karena mempunyai kekhasan yang sulit didapat dari yang lainnya.
- Produktifitas Aren yang tinggi bisa menjadi plihan investasi yang sangat menguntungkan.
- Dengan sentuhan teknologi yang relatif sederhana sudah memberikan nilai tambah yang sangat menjanjikan.
- Di beberapa daerah Aren memberikan bukti yang dapat diandalkan oleh para pelakunya.
- Ada peluang yang semakin besar karena trend dunia yang mengarah pada komoditi yang bisa mendukung kelestarian sumber daya alam serta ramah lingkungan.
- Bisa dikembangkan pada lahan-lahan dengan kondisi iklim yang luas adaptasinya.
- Penyerapan tenaga kerja yang besar, menjadikan komoditi Aren menjadi pilihan bagi penciptaan lapangan pekerjaan baru dan mengurangi angka pengangguran di berbagai daerah.
- Pengembangannya bisa disinergikan dengan berbagai komoditi yang saling mendukung.
- dll.
- Agar kita tidak ketinggalan dengan negara lain yang sudah dan akan mengembangannya dengan diam-diam seperti Malaysia dan Philippina, Brazil, Meksiko, dan Venezuela.
- Agar kita bisa menyiapkan beberapa strategi yang tepat menuju keunggulan kompetiif dimasa yang akan datang.
- Kalau strategi yang diterapkan kurang tepat maka di masa yang akan datang kita bisa kalah bersaing
- Strategi yang kurang tepat menyebabkan industri kita tidak atau kurang efisien.
- Kesalahan dalam memilih strategi bisa berakibat kontra produktif karena bisa memperlemah minat masyarakat dan calon-calon investor.
- Agar kita bisa menyiapkan simulasi-simulasi atau alternatif strategi lebih matang dan tidak menyebabkan atau mengurangi tingkat kesalahan di masa yang akan datang.
Makanya Sistem Industri Aren ini harus
dibangun dengan visi, misi serta prinsip-prinsip yang ”rahmatan lil
’alamin”, yang memberi rahmat kepada alam, masyarakat dan negara, bisa
membangun dunia lebih bak, tatanan dunia baru yang berkelanjutan dan
membawa bangsa Indonesia pada era yang sejahtera, maju, mandiri dan
berdaulat.
Amin yaa robbal ’alamin.Prospek Emas Pohon Aren
Sumber: http://arengasugar.multiply.com/; 04 April 2008Selamat Sukses bagi Ibu Evi dengan DIVA’S PALM SUGARnya.
Aren memang punya prospekyang sangat
bagus. Awalnya kami juga nggak yakin, namun setelah melihat langsung di
kebun petani mendengarkan cerita para petani, melihat kiprah DIVA’S PALM
SUGARnya Ibu Evi keyakinan bahwa pohon Aren punya prospek emas.
Prospek emas si pohon Aren sebenarnya
sudah diperkenalkan oleh Kanjeng Sunan Bonang, seorang waliulloh
penyebar Agama Islam di Pulau Jawa. Konon beliau waktu itu dirampok/
dibegal oleh berandal Lokajaya yang menginginkan harta dari Kaneng Sunan
Bonang.
Singkatnya menurut alkisah, beliau
menunjuk pada pohon Aren dan mengatakan bahwa kalau ingin harta banyak
lihatlah pohon Aren itu. Maka berandal Lokajaya itu melihat emas di
pohon Aren tersebut. Buahnya laksana emas yan bergantungan.
Emas adalah lambang kemakmuran dan
kesejahteraan, bahkan lambang kemewahan. Ternyata baru awal tahun
2000-an ini para ahli bangsa Indonesia baru menyadari isyarat
tersembunyi ataurahasia emas si pohon Aren. Kanjeng Sunan memang tidak
menjelaskan secara jelas, namun kiranya Tuhan Yang Maha Latif
mengajarkannya melalui ilmunya seorang Wali yaitu Kanjeng Sunan Bonang
kepada berandal Loka Jaya.
Ternyata emas itu berasal dari Nira Aren
yang keluar dari hasil sadapan tangkai bunga, baik dari tangkai bunga
betina maupun tangkai bunga jantan. Pohon yang sudah maksimal
pertumbuhan vegetatifnya (sekitar umur 6 tahun kalau tumbuh liar atau
alami) akan mengeluarkan bunga betina sampai dengan 6,8 atau 12 tandan
bnga betina. Ada juga pohon Aren yang tidak pernah mengeluarkan tandan
bunga betina, namun langsung dari awal masa generatifnya hanya tandan
bunga jantan saja sampai akhir.
Tandan bunga pertama muncul dari bagian
paling atas pohon kemudian tandan berikutnya muncul dari ketiak pelepah
daun yang berada di bawahnya. Tandan bunga selanjutnya muncul terus
menerus bergantian dari atas menuju ke bawah sampai pada bekas ketiak
pelepah daun terbawah.
Dari seorang petani Aren yaitu Bapak
Sarman di Mambunut Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur diketahui bahwa
ternyata tandan bunga betina yang biasanya mengeluarkan buah
kolang-kaling, bisa disadap air niranya. Bahkan hasil nira dari tandan
bunga betina ini hasil sadapannya mencapai 40 liter Nira setiap hari per
pohon. Setiap hari dilakukan dua kali sadap, yaitu pagi sekitar jam
7.00 dan sore sekitar jam 17.00.
Hasil sadapan pagi biasanya lebih banyak dari pada yang sore hari. Keluarnya nira yang paling deras terjadi pada waktu sekitar jam 03.00 s/d jam 04.00 dini hari. Dia mengilustrasikannya, bahwa seperti manusia kalau dia kedinginan keringatnya kurang tapi kencingnya yang banyak.
Hasil sadapan pagi biasanya lebih banyak dari pada yang sore hari. Keluarnya nira yang paling deras terjadi pada waktu sekitar jam 03.00 s/d jam 04.00 dini hari. Dia mengilustrasikannya, bahwa seperti manusia kalau dia kedinginan keringatnya kurang tapi kencingnya yang banyak.
Kalau seandainya pohon Aren ini
dikebunkan seperti sang pendatang dari Brazil, yaitu Kelapa Sawit,
dengan bibit yang unggul, pemeliharaan yang intensif, pemupukan yang
cukup, pengelolaan menejemen kebun yang memadai. Tentu hasilnya akan
lebih baik dari pada yang sekarang ini dihasilkan dari pohon yang alami
bahkan yang tumbuh liar dengan jarak yang tidak beraturan.
Dengan memakai asumsi produksi yang alami
saja misalkan 10 liter nira/hari/pohon; jika 100 pohon yang disadap
setiap harinya (dari populasi 250 pohon setiap hektar), maka akan
diperoleh nira 1.000 liter/hari/ha. Rendemen gula merah dari nira
sekitar 20-26,5 %, artinya dari 1.000 liter maka akan diperoleh sekitar
200-265 kg gula merah setiap hari. Kalau harga di tingkat petani Rp
5.000/kg, maka setiap hari pendapatan kotor petani aren dengan areal 1
hektar akan memperoleh sekitar Rp 1.000.000/hari/ha sampai dengan Rp
1.325.000/hari/ha.
Tentu pendapatan itu masih dikurangi
dengan biaya tenaga sadap sebanyak 3-5 orang, tenaga pengolah gula 1-2
orang. Berarti setiap hektarnya kebun sudah menyerap tenaga kerja antara
4-7 orang, memberi pendapatan kepada petani pemilik yang demikian
besar.
Bukankah ini yang dimaksud dengan
kemakmuran, yaitu petani dengan pendapatan tinggi, tidak ada lagi
pengangguran, roda ekonomi di pedesaan akan berjalan lagi …….
yaaaa… prospek emas dari pohon Aren itu akan menjadi kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk negeri, seperti isyarat sang Waliulloh Kanjeng Sunan Bonang.
yaaaa… prospek emas dari pohon Aren itu akan menjadi kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk negeri, seperti isyarat sang Waliulloh Kanjeng Sunan Bonang.
Kalau berminat kembangkan Aren skala luas bisa hubungi kami di
http://kebunAren.blogspot.com/atau menghubungi saya dengan e-mail : diankusumanto@yahoo.co.id
Matur suwun!!
Pohon Aren dan Kegeraman Menteri Kehutanan MS Kaban
Oleh : Ir. Dian Kusumanto, Sabtu, 02 Mei 2009
Pada saat acara konggres Dewan Kehutanan
Daerah (DKD) Kaltim di Hotel Mesra Internasional, Menhut MS Kaban sangat
geram karena hutan Kaltim yang terusik oleh sektor perkebunan,
pertambangan dan pemukiman. Beliau meminta unsur Muspida (Musyawarah
Pimpinan Daerah) satu suara dan pandangan dalam memelihara hutan di
Kaltim.
Kaltim Post mencatat bahwa kondisi hutan
alami di Kaltim makin kritis. Dari 17 juta hektar luas lahan/ hutan di
Kaltim, kawasan yang dianggap kritis mencapai 6 juta hektar, dengan laju
kerusakan hutan diperkirakan 500.000 hektar per tahun. Bila
dibandingkan dengan luas wilayah Jawa Barat yang mencapai 4,4 juta
hektar, wilayah yang kritis melebihi wilayah Propinsi Jawa Barat.
Menteri Kehutanan juga mengajak tak hanya
pemerintah, tapi juga masyarakat agar berpartisipasi dengan berbagai
program, misalnya Penanaman 10.000 pohon di setiap kota, ada lagi
Program Penanaman 10 juta pohon, kemudian Program One Man One Tree. Ini
semua adalah strategi agar masyarakat juga terlibat.
Sebenarnya masyarakat ini mau-mau saja
diajak, dihimbau bahkan digerakkan, tidak ada masalah di masyarakat.
Yang sering menyebabkan laju degradasi hutan sedemikian luas itu adalah
proses perijinan yang kurang selektif, program pembangunan itu sendiri
yang tidak prihatin dengan keadaan hutan. Contoh, pembukaan lahan-lahan
perkebunan, ijin pertambangan, pembukaan lahan untuk lahan-lahan
pertanian, pemukiman, dll. Sedangkan perambahan kayu oleh masyarakat
sebenarnya dipicu adanya ijin-ijin HPH itu sendiri, yang terkadang
memiliki data pembukuan ganda, lain di catatan petugas lain di lapangan
dan lain di laporan kehutanan. Ini semua bisa diatur-atur.
Seperti juga dalam pengelolaan hutan
lindung yang cenderung malah semakin habis. Akhirnya timbul ide untuk
memagari hutan lindung dengan pagar tembok yang kuat, agar tidak bisa
dimasuki orang yang akan mencuri dan menebang pohon untuk diambil
kayunya. Memagar hutan lindung tentu akan sangat mahal, dan siapa yang
dapat menjamin bahwa pohonnya akan utuh dan tidak terjarah ? Tentu tidak
ada yang berani menjamin bila masyarakat yang ada di sekitar hutan
lindung itu ekonominya tergantung dengan hutan itu sendiri.
Aren dan Program PMDH
Harusnya dikembangkan program seperti
dulu yaitu sejenis PMDH (Pemberdayaan Masyarakat Dekat Hutan) yang
dilakukan oleh Perhutani di Jawa. Program kehutanan harusnya sudah
mengadopsi tanaman Aren untuk masuk dalam program PMDH ini. PMDH
berbasis Aren bisa menjadi alternatif yang sangat bagus karena beberapa
alasan sebagai berikut :
- Aren bisa dikategorikan sebagai tanaman kehutanan.
- Tanaman Aren sangat kokoh perakarannya, sehingga sangat baik sebagai tanaman konservasi untuk mencegah kelongsoran di lahan-lahan yang miring.
- Tanaman Aren bisa berdampingan dengan tanaman lain dan masih dapat menghasilkan produk-produk yang bermanfaat untuk menunjang ekonomi pengelolanya tanpa menebang tanaman itu sendiri.
- Cenderung untuk berkembang biak dengan sendirinya, karena bijinya yang sangat banyak, sehingga populasinya akan semakin banyak dengan sendirinya.
- Tanaman Aren bisa ditanam berjajar seolah menjadi pagar hutan lindung atau taman nasional dengan biaya yang lebih murah tapi akan menghasilkan produk bagi masyarakat sekitar hutan tanpa menebang pohonnya. Kalau pagar dari beton selain mahal juga tidak dapat menghasilkan apa-apa, malah harus dipelihara dengan biaya yang cukup besar. Pagar dari beton bisa membuat masyarakat tersinggung dan bisa menjadi kontra produktif dalam tujuan pengamanan hutan itu sendiri.
- Dengan terjadinya kegiatan ekonomi dari hasil tanaman Aren di hutan lindung, maka masyarakat akan turut menjaganya. Kalau hasil tanaman Aren cukup maka masyarakat tidak akan lagi ada alasan untuk menjarah pohon hutan lindung yang ada di dalamnya. Dengan demikian aturan bisa dengan tegas ditegakkan, tidak ada alasan ekonomi lagi.
- Aren akan dikelola secara berkelompok, oleh karenanya masyarakat sekitar hutan akan sering berkumpul atau dikumpulkan karena keperluan pengelolaan tanaman Aren ini. Hal ini akan sangat memudahkan bimbingan dan penyuluhan tentang hutan lindung. Dengan demikian sangat diperlukan Petugas Pendamping bagi pengelolaan tanaman Aren dan hutan lindung itu sendiri. Petugas Pendamping ini juga berperan ganda sebagai seorang penyuluh.
Seperti juga yang terjadi di Pulau
Nunukan, ada Hutan Lindung 1.000 hektar yang semakin berkurang luasnya
karena pemukiman, lahan pertanian dan berbagai fasilitas umum sudah
masuk ke dalamnya. Ada yang mengatakan bahwa pemukiman ada lebih dulu
sebelum plotting Hutan Lindung itu sendiri. Terakhir ada rencana
pembuatan pagar keliling Hutan Lindung dengan anggaran
bermilyard-milyard, tetapi sepertinya ditolak oleh DPRD karena dianggap
pemborosan dan secara hukum juga sulit dilakukan. DPRD juga takut,
kalau-kalau Hutan Lindung akan tambah habis meskipun sudah dipagar
beton. Tidak ada yang sanggup menjamin berhasilnya pemagaran Hutan
Lindung.
Coba seandainya pembuatan pagar diganti
dengan penanaman Aren beberapa baris di sepanjang keliling luar hutan
lindung, maka biaya akan jauh lebih murah. Masyarakat bisa diajak untuk
menjaga tanaman Aren sampai dewasa, karena mereka ada harapan untuk ikut
menikmati hasilnya jika sudah dewasa pohonnya.
Demikian juga di Pulau Sebatik, menurut
Bapak H. Abdul Rauf, seorang tokoh masyarakat Desa Liang Bunyu, ada
penetapan Hutan Lindung sekitar 2.000 hektar yang masih menemui hambatan
dengan masyarakat. Beliau berpendapat, seandainya Pemerintah
memprogramkan penanaman Aren di Hutan Lindung 2.000 hektar tentu
masyarakat akan sangat mendukung. Sebab masyarakat sudah tahu hasil yang
dapat diperoleh dari Aren ini. Kalau sepanjang batas Hutan Lindung
ditanami Aren, Bapak H. Abdul Rauf ini berani menjamin hutan tidak akan
habis, sebab masyarakat sudah cukup ekonominya dari tanaman Aren yang
sangat banyak nanti.
Bagaimana menurut Anda?MENUJU TREND INDUSTRI GULA CAIR
Oleh : Dian Kusumanto
Ada ungkapan yang sangat menggelitik dari
Bapak Dr. Tatang H. Suriawijaya pada saat beliau bertemu penulis di
Nunukan beberapa bulan yang lalu. Yaitu tentang budaya industri rakyat
gula Aren, Kelapa, Siwalan dan Tebu, yang selalu dikemas dalam bentuk
cetakan menjadi gula batok, gula kotak, gula batu, dan lain-lain istilah
lainnya. Budaya ini sebenarnya tidak efisien, sebab nanti pada saat
gula sudah sampai di dapur, akan diiris-iris lagi kemudian dicairkan
kembali dan baru disajikan bersama olahan panganan lainnya. Hal ini
dinilai sebagai budaya yang hanya buang-buang energi dan tidak efisien
bagi konsumen sekaligus bagi perajin gula tradisional kita, seandainya
menggunakan atau memproduksi gula dalam benuk cair.
Seandainya disajikan, diolah, dipasarkan
dalam keadaan masih cair tapi dengan kekentalan tertentu, maka bagi para
perajin atau produsen akan dapat mengurangi biaya bahan bakar dan
mengurangi tenaga untuk mencetak menjadi tidak ada lagi. Pengolahan
untuk menjadi cair tentu memerlukan waktu memasak yang lebih pendek,
dengan demikian nira tidak terlalu lama diekspose dalam kondisi panas
dibandingkan bila nira akan dicetak menjadi gula padat atau gula semut.
Pendapat Bapak Slamet Sulaiman, pengasuh
blog Pabrik Gula Mini demikian juga. Beliau mengatakan, “kenapa gula
diproduksi dalam bentuk kristal padat, padahal setiap pemakaian gula
selalu dilebur kembali apakah untuk makanan, minuman rumah tangga maupun
industri, mungkin dulu pada awal awal industri gula kemasan untuk
komoditi cair masih susah, yang ada hanya kemasan karung goni, sabun pun
dulu sabun batangan belum ada sabun cair, shampoo juga dalam bentuk
powder putih belum ada shampoo cair, bahkan obat obatan kebanyakan dalam
bentuk puyer belum ada obat penurun panas dan obat batuk botolan”.
Selanjutnya beliau mengatakan, “Saat ini
dunia juga mulai dengan pemanis gula dalam bentuk cair, pemikiran yang
sederhana, investasi yang lebih murah, yield yang sejenis tanpa ada by
produk dan sebenarnya konsumen diuntungkan karna tidak kehilangan energi
untuk melebur kembali, permasalahannya hanya merubah habitat pasar. Nah
kenapa kita juga tidak segera memulai ?”
Teknologi Penguapan Hampa
Kalau Pak Tatang menyarankan penulis
untuk menengok perkembangan teknologi Maple Syrup di Canada dan Amerika
Serikat Bagian Utara, maka Pak Slamet mempunyai pendapat agar kita bisa
menerapkan teknologi penguapan dengan udara vacum atau hampa.
Selanjutnya Pak Slamet Sulaiman mengatakan, ”Gula cair yang diproses
dengan penguap hampa , dididihkan pada temperature max 60 celsius
memberikan warna yang lebih cerah”.
Gula cair yang saat ini diproduksi dan
dijual dipasaran berwarna gelap karena pengaruh penguapan dengan api
langsung. Gula cair dari bahan apapun baik dari batang tebu, batang
sweet sorghum, nira keluarga palma (kelapa, nipah, aren, siwalan)
merupakan peluang berprospek baik dan sangat menantang. Semua yang
merupakan tantangan teknologi, tantangan sosialisasi dan pemasaran, dan
sebagainya sebenarnya dibaliknya terbentang peluang yang cukup besar,
sisi ekonomis sisi penyerapan tenaga kerja dan sisi mensejahterakan
rakyat. Aneka bahan nira ini akan menjadi prospek yang sangat menarik,
sehingga produk gula cair kitananti menjadi sangat beragam dan banyak
pilihan.
Ilustrasi diatas menggambarkan
bagaimanapun dengan technologi tradisional gula cair akan sulit untuk
berkembang dan diterima pasar, warna gelap memberikan kesan komoditas
klas rendah dan tidak sehat,sementara dengan sentuhan teknologi akan
didapat produk standart dan memenuhi standarisasi produk. Investasi
dalam kisaran ratusan juta atau beberapa milyar tergantung dari
kapasitas dan technology yang diterapkan akan mampu membangkitkan
ekonomi pedesaan (tanaman palmae hanya ada di pedesaan).
Bahkan beberapa produsen gula cair
biasanya membeli dari para perajin berupa gula cetak yang sudah jadi
atau setengah jadi, kemudian dihancurkan kembali dan ditambah air untuk
menjadi gula cair atau gula semut. Ini jelas pemborosan, karena kerja
dan biaya dua kali, sedangkan hasil produknya menjadi lebih gelap dan
kurang menarik.
Pabrik Gula Aren dengan teknologi masakan
hampa terpasang di Minahasa Selatan menghasilkan gula organik kristal
(gula semut) untuk meningkatkan kesejahteraan penderes nipah
Teknologi penguapan hampa (Vacum
Evaporator) juga dilakukan pada pengelolaan nira dari Pohon Maple untuk
dijadikan Maple Syrup di Canada dan America. Dengan teknologi penguapan
hampa ini maka dihasilkan Maple Syrup yang sangat bening dan menarik
seperti gambar di bawah ini. Berbeda dengan Gula Aren Cair kita yang
masih berwarna gelap dan terasa kurang menarik.
AGAR NASIB PETANI AREN TETAP MANIS
Oleh : Dian Kusumanto
Judul diatas terinspirasi dari tulisan
dinding FB dari Ibu Evi Indrawanto sang Juragan Gula Aren dari Diva Maju
Bersama Serpong. Beliau bermitra dengan banyak petani Aren yang ada di
daerah sekitar beliau tinggal. Beliau sangat senang sekaligus
mengkhawatirkan mana kala Revolusi Aren nanti menjadi semarak seperti
Tebu dan Sawit, nasib petaninya tidak seperti rasa gulanya yang manis.
Sepertinya Bu Evi ini adalah seorang Pengusaha yang sangat Nasionalis,
bukan penganut Kapitalisme Laissez Faire, Kapitalisme yang membiarkan
petani berhadapan dengan monster-monster Kapitalis yang siap
menerkamnya.
Kata Bu Evi begini, “ ……………..Kalau
menyangkut revolusi aren, alhamdulillah bila Pak Prabowo mengujudkannya.
Mudah2an ini bukan janji hanya selama kampanye. Tapi akhirnya perasaan
saya jadi ambigu, Pak. Antara senang dan kuatir. Senang, jika aren sdh
merebak saya tidak akan kekurangan bahan baku lagi. Kuatir, kalau suatu
hari nasib petani aren akan seperti nasib petani tebu. Gula mereka manis
tapi nasib mereka tidak seperti itu. Tidak tahu lah Pak, kita lihat
saja apa yg akan terjadi. Sementara untuk usaha sendiri, dijejalin
begitu banyak informasi, memiliki teman-teman yg perduli, saya tetap
yakin selalu sukses…………..”.
Bagaimanapun petani adalah bagian
masyarakat kita yang sangat lemah dan rentan terhadap
perubahan-perubahan kebijakan, perubahan kondisi ekonomi, perubahan
situasi politik. Demikian juga petani Aren, yang selama ini juga belum
diperhatikan, belum diberdayakan. Namun perlu kita kembali ke belakang
untuk melihat bagaimana sebenarnya yang terjadi pada petani tebu kita
itu, salahnya dimana, sehingga petaninya bernasib tidak seperti rasa
gulanya yang manis. Setelah itu kita melihat ke depan melalui mata
kepala petani Aren kita yang akan datang.
Kebanyakan petani tebu memang banyak
kelemahannya sehingga nasibnya belum manis, mungkin antara lain karena
hal-hal berikut ini :
- Penguasaan lahan rata-rata petani yang masih sangat terbatas dan minim. Rata-rata kepemilikan lahan di Jawa hanya sekitar 0,2 – 0,4 hektar.
- Produktifitas Tebu yang semakin menurun, sekarang hanya sekitar 7-8 ton Gula Hablur per hektar per musim.
- Harga Gula tingkat petani tidak aman, tidak ada proteksi dan masih sering menjadi korban keadaan ekonomi Nasioal, Regional dan Global.
- Industri Gula Tebu kita yang sangat tidak efisien, baik pada penggunaan teknologi dan peralatan yang sudah usang, serta pola manajemen industri tebu yang tidak fleksibel.
- Kebijakan Pemerintah yan belum sepenuhnya berpihak kepada Petani.
- Posisi tawar dari petani tebu yang masih lemah dan sering dijadikan korban.
- dll.
Saya rasa untuk pengembangan Revolusi
Aren kita bisa bercermin kepada 6 hal diatas, agar nasib petani Aren
kita tidak seperti nasib petani Tebu. Namun kita semua akan sangat yakin
bila petani Aren kita akan bisa hidup lebih baik dan tidak seperti
nasib petani tebu. Beberapa hal yang membuat kita sangat optimis adalah
sebagai berikut :
- Produktifitas dari Aren sendiri secara indogen yang sangat bagus.
Tinggal bagaimana kita bisa memilihkan jenis bibit yang memang
berpotensi produksi tinggi. Dengan pohon yang tidak dipelihara dan
dengan jumlah pohon yang sedikit saja petani Aren sudah mendapatkan
hasil yang lumayan, apalagi jika dilakukan pemeliharaan yang baik dan
dengan jumlah pohon yang dipanen lebih banyak, tentu hasilnya akan
sangat luar biasa. Tidaklah terlalu berlebihan seandainya setiap pohon
menghasilkan nira 10 liter per hari, dan tidak berlebihan seandainya
dari 200 pohon dalam setiap hektar yang rutin menghasilkan nira adalah
50% atau 100 pohon, jadi setiap hari dari setiap hektar kebun aren akan
menghasilkan 1.000 liter nira.
Kalau pohon dirawat dengan baik dan standar tentu tidak sulit untuk meningkatkan hasil nira menjadi 20 liter/hari/pohon, dan meningkatkan pohon yang bisa dipanen sekitar 80 % atau 160 pohon setiap hari, maka hasil niranya bisa meningkat menjadi 3.200 liter/hari/hektar. - Pemilikan jumlah pohon dan luas lahan yang cukup. Lahan untuk Aren adalah bukan lahan sawah, tetapi kita pilihkan lahan-lahan yang miring, lahan-lahan yang kering, lahan-lahan bekas hutan yang tidak produktif. Bisa juga kita manfaatkan lahan pekarangan atau tegalan yang selama ini belum produktif ataupun bisa juga bertumpangsari dengan tanaman tahunan lainnya.
- Petani Aren bisa saja tidak tergantung dengan Pabrik Besar Gula, tidak seperti petani Tebu yang pasti sangat tergantung dengan Pabrik Gula. Maka petani Aren sebenarnya masih sangat bebas menentukan masuk atau tidak masuk dalam industri Gula Besar, namun memlih mengolah sendiri niranya menjadi Gula atau Alkohol atau yang lainnya. Artinya bergaining position atau posisi tawar petani Aren bisa lebih baik dari pada petani Tebu kita.
- Belajar dari para Perajin Industri Maple Syrup di Canada dan Amerika, yang mana mereka, masing-masing perajin sudah mempunyai merek dan patent dari produknya secara sendiri-sendiri. Petani dan sekaligus perajin bisa langsung mengakses pasar Super Market ataupun langsung bertransaksi dengan para Importir di negara lain melalui Asosiasi sesama produsen diantara mereka. Jadi bisa dikatakan mereka dalam posisi tawar yang sangat kuat dalam menentukan harga dan ketentuan dalam perdagangan lainnya.
- Teknologi yang diterapkan untuk industri produk-produk Aren haruslah yang efisien dan berorientasi pada industri kecil-kecil saja. Kalau indusri besar biar mereka berfikir sendiri. Akan semakin baik bila yang menghidupkan bisnis Aren ini semakin banyak, tidak dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan yang besar saja apalagi oleh kapitalis yang tidak nasionalis. Kalau bisa jangan sampai ini terjadi di Industri Aren kita yang akan datang.
- Oleh karena itu Penelitian dan Pengembangan Aren harus dikelola dengan baik, bisa saja Litbang ini dikelola dan dibiayai dari Pemerintah ataupun oleh pihak independen yang didukung oleh para Asosiasi Aren. Dengan Litbang yang aktif maka segala sisi Bisnis Aren ini akan bisa terus berkembang dengan sangat efisien dan unggul, kelemahan-kelemahan yang mungkin akan terjadi bisa terdeteksi sedini mungkin. Litbang bisa jadi berfungsi sebagai intelijen bisnis Aren, baik secara teknologi, rekayasa sosio-economic, dll.
- Kelembagaan dalam Bisnis Aren harus ditata dengan sangat baik membentuk jalinan networking yang mempunyai semangat dan ruh dalam membela kepentingan petani Aren Indonesia. Mulai dari Asosasi Petani Aren, Asosiasi Peneliti Aren Indonesia, Asosiasi Produsen Bibit Aren Indonesia, Asosiasi Produsen Gula Aren, Asosiasi Produsen Bioethanol Aren, Asosiasi Pebisnis Aren, Dewan Revolusi Aren Nasional, dll.
- Dengan demikian mau-tidak mau Pemerintah harus berpihak kepada kepentingan petani dan para pebisnis Aren Indonesia. Karena bisa jadi para pelaku bisnis Aren nantilah yang bisa memilih dan menentukan mana-mana pejabat yang berpihak dan yang patut memimpin negeri ini. Demikian juga di daerah, para pemimpin daerah yang berpihak petanilah yang akan dipilih, yang tidak berpihak sebaiknya tidak usah dipilih.
KEJUTAN BESAR “REVOLUSI AREN”
Oleh : Dian Kusumanto
Sungguh saya tidak percaya awalnya, pada
saat Mas Roy Hendroko mengirim sebuah SMS, bahwa AREN masuk dalam
Program Aksi perjuangan Pak Prabowo Subianto. Saya agak telat tahu
karena dalam Bulan Maret ini sering terjadi gangguan koneksi internet
Speedy di Kota Nunukan. Maklum, kota Nunukan ada di ujung utara NKRI
yang berbatasan langsung dengan Sabah Malaysia.
Ledakan besar “Revolusi Aren” memang
belum terjadi. Namun pada saat awal-awal saya memulai membuka blog ini
(http://kebunaren.blogspot.com) yaitu pada Bulan April 2008, saya
memperkirakan paling cepat akan terjadi 1 atau 2 tahun yang akan datang.
Fenomena terakhir bisa jadi bagian dari awal terjadinya “revolusi Aren”
itu.
Program aksi Pak Prabowo Subianto telah
menyebutkan angka yang sangat jelas dan tidak ragu-ragu, yaitu 4 juta
hektar Aren dan akan menampung 24 juta orang tenaga kerja. Nampak sekali
jika angka-angka itu tidak main-main, angka yang sudah dihitung secara
cermat dari kombinasi yang sangat pas antara seorang negarawan, seorang
pengusaha dan seorang pejuang yang hidup di tengah keprihatinan multi
kompleks.
Kanjeng Sunan Bonang adalah Sang Wali,
bagian dari Wali Songo. Beliaulah yang pada awalnya memberikan isyarat
tentang prospek emas dari pohon Aren. Ada ungkapan yang mengatakan,
bahwa yang tahu wali ya wali juga, artinya yang paham isyarat wali ya
wali juga, yang mampu menterjemahkan isyarat kemudian menjadi revolusi
dengan ledakan yang dahsyat adalah seorang wali juga. Isyarat Kanjeng
Sunan Bonang bahwa ada prospek emas di pohon Aren itu pertama kali
ditunjukkan kepada si Raden Said alias si Brandal Loka Jaya, yang
akhirnya menjadi Wali juga, yaitu Sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo adalah
seorang Wali yang paling inovatif dalam berdakwah.
Selama berabad-abad isyarat ini terkubur
oleh masa-masa suram perjalanan bangsa Nusantara ini, penjajahan,
kebodohan, keangkuhan, kesombongan, keegoan, arogansi kekuasaan,
arogansi pemikiran dll. Isyarat ini ibarat harta karun yang terpendam
dan terlupakan selama berabad-abad lamanya oleh hiruk pikuknya zaman
“kolobendu”. Hanya seorang satriyo piningitlah, yang hakekatnya juga
seorang wali, yang akan mampu mengangkat lagi harta karun kejayaan
Nusantara ini. Harta karun ini akan dapat membayar seluruh hutang
negara, membeli kembali harkat martabat bangsa yang telah terjual,
mengatasi seluruh masalah-masalah yang membuat negara bangsa ini
terpuruk.
Apakah Sang Satriyo Piningit itu telah datang? Wallohu alam bi shawwab. Bagaimana menurut Anda???
PENERAPAN CORPORATE FARMING UNTUK PETANI PERAJIN GULA RAKYAT
Oleh : Dian Kusumanto
Pada tulisan terdahulu kita menganggap
bahwa suatu keharusan atau wajib hukumnya untuk merevolusi atau
merevitalisasi industry gula aren rakyat. Dengan perubahan-perubahan
pola usaha ini diharapkan akan dinikmati oleh para perajin atau petani
gula aren. Sebenarnya hal ini juga berlaku untuk industry rakyat di luar
komoditi aren, misalnya industry rakyat gula kelapa ataupun gula
siwalan atau lontar, yang selama ini keadaannya masih rentan terhadap
perubahan iklim usaha dan persaingan usaha masa yang akan dating.
Merevolusi artinya melakukan perubahan
dengan mendasar dan menyeluruh dalam waktu yang relative singkat.
Merevitalisasi artinya membuat, mengkondisikan, merubah dari yang
dulunya lemah dan rentan terhadap cuaca usaha menjadi kuat dan tahan
terhadap segala keadaan. Perubahan-perubahan yang kita inginkan adalah
perubahan yang menjadikan industry rakyat ini menjadi lebih efisien,
lebih berdaya saing, mampu menembus pasar yang lebih luas, sehingga
memperoleh nilai tambah bagi tingkat pendapatan dan kesejahteraan para
pelaku usaha industry gula rakyat. Apa saja perubahan yang harus
dilakukan agar tujuan perubahan itu tercapai ?
Pertama adala merubah pola invidual
kearah corporate, artinya para perajin atau petani jangan
sendiri-sendiri lagi dalam mengelola industry gula rakyat ini. Merubah
budaya saling bersaing menjadi saling bekerja sama. Budaya saling
bersaing dan saling menghancurkan ini memang sengaja diciptakan oleh
oknum-oknum yang memanfaatka keadaan bagi kepentingannya sendiri.
Untuk menyamakan persepsi diantara para
perajin, kemudian bersepakat membentuk kelompok (korporasi) atau dalam
bentuk koperasi, memerlukan keberanian, kecerdasan dan energy ekstra
besar. Pemberian pemahaman tentang perlunya berkorporasi menjadi agenda
yang secara konsisten harus dilakukan. Maka diperlukan ketokohan,
kepeloporan dari salah satu atau beberapa orang di antara mereka.
Bila di suatu sentra ada sekitar 10
perajin, maka apabila dihitung dengan keluarganya sudah terkumpul
sekitar lebih dari 20 orang. Dengan 20 orang kita sudah bisa membentuk
Koperasi. Memang koperasi dibentuk dengan spirit untuk saling bekerja
sama, saling bersatu menguatkan barisan, mengumpulkan modal untuk
mengatasi masalah bersama dan mencapai tujuan bersama.
Contohnya begini, pada saat penulis
mampir ke Pondok Nongko Desa Sobo di Banyuwangi yang merupakan salah
satu sentra perajin gula kelapa. Setiap perajin gula merangkap sekalian
menjadi penderes atau penyadap, yang bekerja memanjat, memungut air nira
sekaligus juga memasak nira menjadi gula. Kebanyakan para perajin
adalah bukan pemilik pohon, perajin melakukan kerjasama dengan pemilik
pohon dengan system bagi hasil.
Untuk kerja sama ini perajin berkewajiban
untuk mengelola pohon kelapa untuk produksi gula. Setiap seorang
perajin biasanya bisa menyadap pohon kelapa hingga mencapai 50 – 60
pohon kelapa , tergantung kesepakatan dengan pemilik pohon. Setiap
perajin mempunyai suatu tungku sendiri untuk mengolah nira menjadi gula
merah. Segala kebutuhan bahan bakar, tenaga untuk pengolahan gula,
tenaga untuk memasarkan gula dan lain-lain dikelola secara
sendiri-sendiri oleh petani atau perajin.
Demikian juga yang terjadi pada perajin
gula Aren rakyat di Bulukumba Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Setiap
perajin gula adalah pemilik pohon aren itu sendiri. Setiap perajin
rata-rata mengelola antara 4 sampai 10 pohon Aren dan satu tungku
pemasakan gula aren. Pekerjaan ini biasanya juga melibatkan anggota
keluarga yang lain. Keadaan pola usaha yang individual ini terjadi juga
di daerah lain sentra-sentra produksi gula aren.
Seperti juga perajin gula kelapa, petani
sekaligus perajin gula aren juga melakukan usahanya secara
sendiri-sendiri. Segala kesibukan mulai memanjat pohon, memungut nira,
memelihara sadapan dan pohon aren sampai kepada mengolah nira menjadi
gula, mencari kayu bakar untuk tungku pemasakan bahkan melakukan
pengemasan dan pemasaran produk gula aren.
Untuk menuju efisiensi usaha gula aren
rakyat, usaha gula kelapa rakyat dan usaha gula berasal dari pohon
lontar (gula lontar atau gula siwalan), maka kita harus meninggalkan
pola usaha individual dengan skala yang kecil-kecil. Para perajin harus
bersatu, saling bekerja sama, menerapkan pola korporasi, menggunakan
alat pengolahan dengan teknologi yang memadai. Para perajin harus
mengikis kepentingan-kepentingan individual yang saling merugikan, namun
sebaliknya harus saling bersatu guna mengatasi problema atau
kendala-kendala yang mungkin saja timbul dalam usaha gula rakyat ini.
Meraih keuntungan-keuntungan berkoporasi
Dengan berkoporasi banyak hal keuntungan
nilai tambah yang dapat diperoleh. Nilai tambah dan keuntungan yang
dapat diperoleh antara lain adalah :
- Kapasitas alat pengolahan menjadi lebih besar lebih modern, karena memang didesign mampu menampung dan mengelola produksi dari para anggotanya.
- Efesiensi bahan bakar, karena menggunakan tungku atau alat yang hemat energy.
- Efesiensi tenaga kerja pemasak gula, petani atau perajin mempunyai waktu luang lebih banyak untuk kepentingan-kepentingan yang lain.
- Mutu produk dapat dengan mudah ditingkatkan, karena tempat dan kondisi pengolahan diciptakan sedemikian rupa sehingga tingkat hieginitas, pengontrolan mutu gula bisa diatur dengan lebih baik.
- Variasi produk dengan ciri khas kemasan lebih bagus, tidak saja berbentuk gula cetak, tapi sudah bervariasi dengan gula serbuk atau gula cair (gula syrup).
- Bisa membentuk badan usaha koperasi atau yang lain, karena yang terlibat ada sekitar 20 orang.
- Ada peluang lebih besar untuk mengakses bantuan modal dari Bank atau sumber financial lainnya. Bank lebih percaya pada usaha yang berbentuk badan usaha dari pada perorangan.
- Ada peluang untuk memperoleh perhatian dan kerjasama dari pemerintah atau lembaga-lembaga yang lain. Apalagi setelah korporasi ini berjalan dengan baik dan mampu member nilai lebih kepada para anggotanya.
- Dengan perbaikan alat dan tungku pengolahan gula, usaha gula rakyat berpeluang menghasilkan produk tambahan berupa arang dan asap cair, yang nilai penjualannya bisa melebihi produk gula itu sendiri. Alat dan model tungku bisa didesign sendiri dibuat sendiri atau bekerja sama dengan bengkel setempat menggunakan contoh-contoh teknologi tungku yang ada. Asap cair banyak dibutuhkan untuk pengawetan produk-produk pertanian, perkebunan, perikanan dan makanan olahan. Asap cair juga diperlukan untuk para petani untuk pengganti pestisida kimia yang membahayakan kesehatan, untuk para petani ikan untuk membasmi penyakit ikan di kolam, dll.
- Dll.
Contoh 1 : Koperasi Gula Kelapa rakyat (saran untuk petani perajin gula kelapa di Pondok Nongko Banyuwangi)
Korporasi itu mungkin saja berbentuk
koperasi Gula Rakyat, yang dibentuk atas dasar kemauan anggota yang
mungkin saja terdiri dari 10 orang perajin atau penyadap, 5-10 orang
pembantu perajin atau penyadap dan 5-10 orang pemilik pohon. Dengan
minimal 20 orang anggota bisa dibentuk sebuah koperasi perajin gula
rakyat.
Pohon kelapa yang dikelola untuk gula
sekitar 500 pohon (50 pohon/penyadap x 10 penyadap), dengan produksi
nira sekitar 1.500 liter per hari (500 pohon x 3 liter/hari). Maka
koperasi ini akan memproduksi gula kelapa sekitar 300 kg/hari ( 1.500
liter/hari : 5 liter/kg gula), dengan harga gula kelapa Rp 5.000 /kg
maka pendapatan kotor koperasi yang berasal dari penjualan gula adalah
Rp 1,5 juta per hari atau Rp 45 juta per bulan.
Tungku dan alat pengolahan gula sudah
diperbaiki agar memungkinkan penghematan bahan bakar berupa kayu, sekam
atau limbah gergajian, dll. Biasanya setiap perajin memerlukan kayu
bakar sekitar 1 truk untuk memasak selama 10 hari, berarti kalau 10
perajin diperlukan 1 truk kayu bakar per hari. Korporasi yang mengelola
hasil nira dari 10 perajin ini, dengan alat dan tungku hemat energy ini
hany memerlukan sekitar 50 % bahan bakar yaitu 1 truk untuk sekitar 2
hari. Kalau 1 truk beratnya sekitar 2-3 ton, maka setiap hari hanya
separuhnya, yaitu sekitar 1 sampai 1,5 ton kayu bakar.
Harga kayu bakar berupa kayu limbah
gergajian ini di tingkat perajin gula kelapa di Banyuwangi seharga Rp
375.000 per truk. Kalau penghematan bisa mencapai 50 % saja berarti ada
penghematan sekitar Rp 187.500 per hari atau senilai Rp 5.625.000 per
bulan, atau Rp 67.500.000 dalam setahun.
Penghematan tenaga kerja perajin yang
dulunya diperlukan 10 orang atau lebih dalam mengelola gula secara
individual, menjadi atau cukup dengan 2-3 orang saja. Berarti bisa
dihemat tenaga sekitar 7-8 orang. Nilai penghematan itu sekitar Rp
200.000 per hari, atau Rp 6 juta/ bulan atau 72 juta per tahun. Jadi
dari bahan bakar dan tenaga olah gula bisa dihemat sekitar Rp 140 juta
per tahun. Kalau anggota koperasi ada 20 orang berarti pendapatan
tambahan dari penghematan bahan bakar dan tenaga olah saja sekitar Rp 7
juta / tahun / anggota. Lumayan bukan?!
Belum lagi bila tungku diatur sedemikian
rupa sehingga memungkinkan untuk selain memasak gula, juga menghasilkan
arang (kayu, sekam, dll.) dan asap cair. Misalnya diasumsikan 1 kg arang
dapat dibuat dari 4 kg kayu, dan 1 liter asap cair dapat dihasilkan
dari 5 kg kayu, kalau setiap hari menghabiskan 1 ton kayu maka akan
dihasilkan arang sekitar 250 kg dan asap cair sekitar 200 liter. Ini
asumsi yang masih sangat kasar, angkanya bisa dikoreksi, bisa berkurang
atau bertambah.
Produk samping yang dulu tidak kita
pikirkan sekarang menjadi sumber pendapatan samping baru. Lalu berapa
penghasilan tambahan dari arang dan asap cair ini ? Yang kita tahu
sekarang ini adalah harga asap cair yang dibuat dari batok atau
tempurung kelapa senilai antara Rp 7.000 – Rp 20.000 per liter,
katakanlah Rp 10.000 per liter, maka nilai asap cair 200 liter itu
adalah Rp 2 juta per hari. Kalau arang bisa dijual dengan harga Rp 1000
per kg, maka dari arang mendapat tambahan Rp 250.000 per hari. Berarti
dari arang dan asap cair ada penghasilan sekitar Rp 2.250.000 per hari,
atau Rp 67,5 juta per bulan, atau Rp 810 juta per tahun.
Nilai tambahan penghasilan dari produk
arang dan asap cair ini memang sangat fantastic, maka sayang kalau tidak
dimanfaatkan. Kalau dibagi kepada 20 orang anggotanya, maka rata-rata
per orang akan mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp 40,5 juta per
tahun. Dengan penghematan bahan bakar dan tenaga tadi, maka dengan
menerapkan pola korporasi ini ada peluang peningkatan pendapatan sekitar
Rp 47,5 juta per tahun per anggota korporasi. Nilai yang fantastic!!!
Bagaimana menurut Anda?
REVOLUSI REVITALISASI INDUSTRI GULA AREN RAKYAT ADALAH WAJIB
Oleh : Dian Kusumanto, Kamis, 2009 Februari 12
Dalam fiqih syar’iyah dikenal ada 5 jenis
hukum agama atas sesuatu kegiatan atau kejadian, yaitu wajib, sunah,
mubah, makruh dan haram. Bila melihat tingkatan hukum ini maka penulis
menganggap bahwa revitalisasi industry gula aren rakyat hukumnya adalah
wajib. Sebab kalau tidak dilakukan barangkali industry ini akan mati
pelan-pelan digerus jaman.
Keadaan ini bahkan sudah terjadi. Adapun
yang masih bertahan sekarang ini adalah industry rakyat yang sangat
rentan. Apabila ada industry besar gula aren dengan teknologi yang
efisien dan memasuki pasar gula rakyat, maka industry rakyat ibaratnya
seperti diambang badai dan gelombang besar yang mungkin segera akan
menenggelamkannya.
Industri gula aren rakyat banyak terdapat
antara lain di Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah dan lain
sebagainya. Pada umumnya kondisinya masih sangat sederhana, dikelola
dengan manajemen keluarga dengan alat-alat yang masih sangat
tradisional. Hampir tidak ada inovasi teknologi yang baru dari semenjak
industri rakyat ini dikenal oleh nenek moyang kita.
Bahkan sebenarnya kondisi ini dialami
juga oleh industry serupa dari bahan nira kelapa yaitu gula merah atau
gula kelapa, dari bahan nira siwalan atau lontar yaitu gula lontar.
Industri rakyat seperti ini kondisinya sama, yaitu belum banyak
memanfaatkan kemajuan teknologi, jauh dari sentuhan teknologi. Ini
memang sangat meprihatinkan!! Sekaligus mengkhawatirkan!! Bahkan sangat
menyedihkan!!
Kasihan memang. Ironis memang! Memang
sangat kasihan, memang sangat ironi. Lalu mana peran lembaga penelitian
kita ? Mana peran pemerintah daerah ? Kok semua pada tidur mendengkur,
seolah lupa dan mabuk dengan urusan politik. Ekonomi rakyat ini juga
perlu “dipolitiki” kok. (Marah ni yee?!). Oke biar nggak jadi “udun”
atau “bisul” perjuangan ekonomi rakyat, yang bila pecah baunya nggak
enak, maka kita coba cari solusi pengobatannya. Setuju khan?
Ibarat dokter, kalau mau mengobati
pasiennya maka si pasien harus didiagnosa lebih dulu. Dari diagnose yang
dilakukan, terkumpul data atau gambaran industry rakyat gula merah pada
umumnya adalah sebagai berikut :
- Dikelola oleh keluarga sendiri dengan pola yang sederhana
- Bahan bakar kayu, sebagian besar menjadi beban biaya paling berat pada industry gula rakyat
- Model tungku tunggal sederhana dengan kuali satu buah, di beberapa tempat ada sedikit model tungku semi tertutup dengan kuali ganda.
- Pada umumnya memproduksi gula aren cetak. Bentuk cetakan biasanya sangat khas antara satu daerah dan daerah lain.
- Kondisi dapur terbuka dan diluar ruangan, atau di bawah rumah atau pondok tanpa dinding.
- Kondisi tempat produksi kurang hiegenis dan biasanya masih kotor.
- Mutu gula sangat beragam belum ada jaminan mutu.
- Produk gulanya pada umumnya belum bermerk.
Keadaan ini sangat berpeluang besar untuk
dapat diperbaiki. Perubahan besar atau revolusi sangat mungkin untuk
dilakukan, dan bahkan sudah menjadi tuntutan agar industry rakyat ini
tetap bertahan dan bahkan dapat diandalkan dapat memperbaiki ekonomi
rakyat.
Apa saja agenda wajib revolusi
revitalisasi industry rakyat gula aren ini ? Yang bisa dilakukan antara
lain adalah sebagai berikut :
- Perbaikan teknologi
- Perbaikan manajemen,
- Perbaikan kelembagaan usaha,
- Melakukan diversifikasi produk,
- Memperluasan pasar.
Perbaikan teknologi pertama adalah
perbaikan tungku untuk efisiensi penggunaan bahan bakan dan tenaga
kerja, bahkan bisa menghasilkan produk sampingan. Barangkali kita bisa
berguru pada industry Mapple Syrup yang ada di Amerika dan Canada,
seperti tulisan artikel saya sebelum ini. Bahkan teknologinya bisa kita
tingkatkan, maksud saya, teknologi tungku ini selain sangat efisien
dalam penggunaan bahan bakar juga dapat menghasilkan Arang dan Asap Cair
yang nilai jualnya juga cukup tinggi.
Ini tidak sembarang tungku, sebab dari
tungku memasak gula ini kita bisa menghasilkan arang kayu yang harganya
juga cukup bagus. Hasil dari arang kayu sangat tergantung dari jenis
kayunya, semakin keras kayunya semakin tinggi hasil arangnya. Hampir
semua jenis kayu dapat dibuat arang. Bahkan bila bahan bakarnya berupa
sekam pun dapat dihasilkan arang sekam. Arang sekam bisa dicetak menjadi
briket arang sekam, atau bisa digunakan sebagai media tanam pot yang
harganya cukup bagus.
Asap cair juga bisa jadi menjadi komoditi
tambahan dari industry gula rakyat ini. Bahkan bisa jadi hasilnya lebih
tinggi dari nilai gula yang dihasilkan. Sebagai gambaran, jika bahan
bakarnya berupa tempurung kelapa maka rendemen asap cair dapat mencapai
35-50 %, arang tempurung mencapai sekitar 40 % dari berat tempurung
kelapa. Hal ini sebenarnya sangat dahsyat dan revolusioner. Sebab dapat
merubah kondisi dari industry rakyat yang kembang kempis menjadi
industry rakyat modern yang sangat menguntungkan.
Jadi, selain memproduksi gula aren
industry ini juga berpeluang untuk menghasilkan arang kayu dan asap
cair. Asap cair sekarang ini menjadi alternative sebagai pengawet alami
yang aman, menjadi pengganti obat-obatan pestisida untuk tanaman, untuk
kolam, dll. Harga asap cair ini di pasaran cukup tinggi, yaitu antara Rp
10.000 sampai dengan Rp 20.000 per liter. Kalau dalam sehari
menggunakan 1 ton kayu, maka dapat juga dihasilkan arang sekitar 400 kg
dan sekitar 350 liter asap cair.
Dengan teknologi yang baru ini maka akan
terjadi peningkatan kapasitas alat. Oleh karena itu para perajin gula
harusnya bisa disatukan dalam kelompok perajin. Banyaknya anggota
kelompok tergantung dari kapasitas alat yang akan digunakan. Ini tidak
mudah, karena perlu meyakinkan para perajin dari keadaan yang dulunya
saling bersaing menjadi keadaan yang saling kerjasama dan saling
mempercayai. Tantangannya adalah karena “permusuhan” ini memang kadang
sengaja “diciptakan” untuk kepentingan bisnis segelintir orang.
Makanya upaya revitalisasi ini lebih pas
kalau disebut sebuah revolusi, karena memang yang diubah adalah hampir
semua aspek kebiasan dan perilaku dari mulai pemilik pohon (pekebun),
perajin, pengepul, pedagang dan konsumen. Peluang ini akan bisa
dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau dia tidak berpihak kepada ekonomi
kerakyatan, maka tidak akan merubah nasib petani dan keluarganya yang
selama ini hidup dari industry rakyat ini.
Maka diperlukan Pengusaha yang punya hati
nurani dan humanism yang tinggi, tidak cukup hanya berorientasi
keuntungan sesaat yang akhirnya menghancurkan sub-sub system lainnya.
Namun seluruh system industry gula berbasis rakyat ini harus bisa maju
bersama, sejahtera bersama agar terus berkelanjutan usahanya dan
harmonis serta dirahmati Tuhan. (bersambung…. insyaAllah).
By kebun aren Nunukan; Kamis, Februari 12, 2009
By kebun aren Nunukan; Kamis, Februari 12, 2009
SISTEM INJEKSI MIKROBA DAN OKSIGEN (SIMO), MENUJU PEMUPUKAN TANAMAN AREN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN
Oleh : Dian Kusumanto
Di hampir seluruh Pulau Kalimantan mudah
ditemui lahan-lahan yang mengandung humus atau bahan organic yang tinggi
sekali. Humus yang sangat tebal lapisannya dan bertumpuk-tumpuk yang
kebanyakan bereaksi asam (atau pH dibawah 7) biasa disebut dengan tanah
gambut. Lahan gambut ini banyak sekali terdapat di Kalimantan, bahkan
banyak juga yang tertimbun dengan lapisan-lapisan tanah alluvial yang
kemudian seolah menutup lapisan gambut atau humus yang tebal di
bawahnya.
Humus yang tidak lain berasal dari
bahan-bahan organic di kawasan hutan hujan tropic membentuk
lapisan-lapisan karena terkumpul dari tahun ke tahun dari musim ke
musim. Timbunan organic yang bertumpuk-tumpuk yang tidak terdekomposisi
secara sempurna, tidak cukup memperoleh oksigen dalam proses
dekomposisinya, maka akan menyebabkan tanah tersebut terekspose dalam
keadaan yang anaerob . Keadaan yang anaerob ini menyebabkan seluruh
reaksi yang terjadi di lapisan-lapisan humus yang ada jauh di bawah
permukaan tanah tanpa adanya oksigen. Kalau lah air yang merembes ke
lapisan bawah membawa oksigen itu pun pasti sangat minim, karena
oksigennya sudah diambil oleh lapisan yang ada di atasnya.
Oleh karena itu lapisan tanah yang ada di
bawah permukaan tanah semakin ke dalam semakin masam reaksinya.
Microbia anaerob semakin ke dalam tanah semakin dominan, berarti semakin
ke lapisan tanah yang lebih dalam semakin masam. Maka sering ditemui
pohon-pohon tahunan yang gampang roboh, karena ternyata perakarannya
sangat dangkal. Akar tidak mampu tumbuh dan berkembang lebih jauh ke
dalam tanah karena tidak mampu menembus reaksi kemasaman dalam tanah.
Mungkin keadaan ini tidak hanya terjadi
di Kalimantan tapi mungkin bisa terjadi dimana-mana. Apalagi pada saat
humus atau bahan organic tertimbun, kemudian airnya tergenang seperti di
rawa-rawa dalam waktu yang sangat lama, kemudian dalam perkembangan
selanjutnya karena hutan habis airnya sedikit demi sedikit menurun dan
akhirnya berkurang dan menjadi daratan atau dataran yang seolah dulu
bukan rawa-rawa. Lapisan yang bereaksi masam yang berada di bawah
permukaan tanah, sangat minim mendapat oksigen, makanya sangat dominan
microbia anaerob.
Karena sebagian besar keadaan tanah
perkebunan seperti itu sejarah terbentuknya, maka penulis berfikir untuk
menerapkan konsep microbial & oxygen injection system. Yaitu system
pemupukan dan perlakuan untuk kesuburan tanah dengan cara injeksi
terutama untuk lapisan tanah yang ada di bawah permukaan, yang biasanya
kekurangan oksigen dan situasi microbianya terlalu homogen, yaitu
terjadi dominansi mikrobia anaerob. Injeksi mikroba dan oksigen ini
dilakukan agar kesuburan tanah secara kimia, fisika dan biologi juga
terjadi pada lapisan tanah yang lebih dalam. SIMO diterapkan juga agar
perakaran tanaman dapat tumbuh berkembang, dapat mengakses unsure hara
yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembangnya akar tanaman sehingga
tanaman bisa tumbuh dan berkembang secara normal.
Keadaan microbial yang heterogen di dalam
tanah akan menyebabkan reaksi yang netral dalam tanah. Terjadi
keseimbangan populasi antara microbial anaerob dan microbial aerob.
Keadaan demikian akan menggairahkan akar tumbuh dan berkembang,
dekomposisi bahan-bahan organic terjadi secara sempurna sehingga akan
membentuk unsur-unsur hara yang langsung bisa diserap oleh tanaman lewat
akarnya.
Makanya kalau pada pola pertanian tanaman
pangan semusim dikenal beberapa pengertian seperti lapisan tanah olah
atau top soil, yang biasanya tidak lebih dari 30 cm dari permukaan
tanah. Kenapa itu terjadi? Tanah yang subur itu seolah hanya yang ada di
lapisan teratas saja. Apakah tanah yang ada di lapisan bawah bisa
menjadi tanah yang subur? Ini menjadi masalah yang akan dijawab dengan
menerapkan system diatas.
Tujuan dari system injeksi mikroba dan oksigen (SIMO) untuk tanah adalah sebagai berikut :
- Memasukkan oksigen pada lapisan tanah yang lebih dalam
- Terjadinya keseimbangan kehidupan microbia tanah antara yang anaerob dan aerob
- Reaksi tanah yang netral terjadi pada lapisan tanah yang lebih dalam
- Ketersediaan unsure hara tanah siap diserap tanaman dalam jumlah yang lebih banyak
- Perkembangan akar lebih dalam dan lebih banyak
- Perlakuan pemupukan lebih efektif dan efisien.
Salah satu pola yang dapat dilakukan
dalam SIMO adalah melakukan pengeboran di sekitar tanaman. Pengeboran
dapat dilakukan minimal 2 titik, semakin bayak semakin baik, namun yang
optimal dan dianjurkan adalah 4 titik pengeboran . Jarak pengeboran
tanah dengan tanaman disesuaikan dengan proyeksi perkembangan perakaran
atau pola tanam yang diterapkan. Artinya bisa saja pengeboran dilakukan
secara permanen pada titik yang ditentukan menyesuaikan jarak tanam yang
diterapkan.
Untuk kebun Aren yang menerapkan jarak
tanam 5 x 10 m2 (populasi 200 pohon per hektar), maka dapat dipakai
alternative penerapan titik-titik pengeboran SIMO dengan jarak 2,5 meter
dari tanaman Aren satu sama lainnya. Jadi pengeboran tanah berada di
antara tengah tengah tanaman Aren. Adapun jarak anatar titik bor
terdekat juga dipilih 2,5 m. Kalau digambar adalah sebagai berikut :
Adapun kedalaman dan besarnya lubang
pengeboran disesuaikan dengan peralatan yang ada dan disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman selaras dengan usia dan perkembangan perakaran tanaman
Aren serta sejauh mana pengeboran SIMO ini akan efektif dan efisien
dalam pertanaman. Beberapa pilihan yang dianjurkan untuk diameter
pengeboran adalah 3 inchi, 5 inchi atau 8 inchi, sedang kedalaman
pengeboran bisa dipilih 1 meter, 1,5 meter, 2 meter sampai 4 meter.
Sebenarnya semakin lebar diameter pengeboran semakin bagus untuk lebih
memungkinnya injeksi oksigen dan microba efektif mempengaruhi perubahan
kimia biologis dan fisika tanah. Demikian juga kedalaman pengeboran akan
lebih baik kalau semakin dalam, namun perlu dihitung tingkat efisiensi
pengeboran ini.
Tingkat efektifitas dan efisiensi pengeboran dihitung dengan beberapa pertimbangan antara lain :
- Ketersediaan peralatan pengeboran
- Keadaan tanah (sebaiknya ada hasil analisa tanah, perlapisan tanah, tekstur, dll.)
- Perkembangan tanaman.
- Keamanan bagi pekerja yang sehari-hari berada di kebun Aren
- Biaya yang tersedia untuk penerapan pengeboran SIMO.
- Dll.
Apakah SIMO ini bisa diterapkan untuk
tanaman perkebunan atau tanaman tahunan lainnya? Sebenarnya SIMO ini
memang berlaku secara umum, karena problem tidak berkembangnya perakaran
dari tanaman yang disebabkan oleh keadaan tanah lapisan dalam yang
tidak kondosif juga dialami oleh semua tanaman yang berakar dalam. SIMO
adalah cara baru yang diperkenalkan oleh penulis di Nunukan pada
tanaman-tanaman perkebunan, khususnya Aren. Jadi SIMO ini memang digagas
dan diterapkan oleh penulis dan dianjurkan kepada para petani binaannya
di Nunukan Kaltim.
Lebih jauh tentang SIMO, insyaAllah pada tulisan yang akan datang.
Lebih jauh tentang SIMO, insyaAllah pada tulisan yang akan datang.
Dengan Pemupukan SIMO Aren Akan Berproduksi Maksimal
Oleh : Dian Kusumanto
Sumber: http://kebunaren.blogspot.com/
Seperti sudah dipaparkan pada postingan
Bulan Desember tahun lalu, maka pada awal tahun 2009 ini penulis akan
melanjutkan pembahasan tentang sistem pemupukan pada Aren dengan metode
SIMO (Sistem Injeksi Mikroba dan Oksigen). Sistem pemupukan ini akan
berorientasi organik, murah namun sangat efektif dan berkelanjutan, yang
tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan petani sebesar-besarnya.
SIMO sebenarnya sangat identik dengan
BIOPORI yang diperkenalkan oleh Bapak Kamir R. Brata dari Bogor. Namun
dalam teknologi BIOPORI belum banyak dijelaskan aplikasi untuk aspek
budidaya tanamannya, apalagi khusus untuk Aren dan tanaman tahunan
lainnya. BIOPORI sepertinya terinspirasi dari masalah banjir yang sering
melanda kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, yang daerah
resapan air permukaan air hujan semakin berkurang.
Sedangkan SIMO lahir karena penulis
terinspirasi dari kondisi lahan yang ada di Kalimantan, dimana lapisan
olah atau lapisan tanah perakaran tanaman relatif tipis. Lapisan tanah
perakaran yang relatif tipis ini disebabkan oleh proses pembentukan
tanah itu sendiri serta oleh keadaan yang menjejasnya secara terus
menerus. Maka yang terjadi adalah semakin dalam lapisan tanah itu berada
maka semakin masam reaksi tanahnya, atau pHnya semakin rendah. Bahkan,
semakin ke dalam lapisan tanahnya semakin bersifat toxic bagi akar
tanaman, maka akibatnya sistem perakaran tanaman kurang berkembang.
Akibatnya perkembangan akar relatif dangkal dan terbatas.
Penyebaran akar yang terbatas karena
cekaman keadaan tanah di perakaran tanaman yang tidak kondusif
menyebabkan akar tidak berkembang, ketersediaan unsur hara yang siap
pakai juga sangat terbatas. Dengan demikian jangkauan akar untuk dapat
menyerap unsur hara yang sudah ada di tanah tidak luas, sehingga dengan
demikian unsur-unsur yang dapat diserap tanah juga relatif sedikit.
Untuk memperbaiki keadaan tanah dan
lapisan tanah di bawahnya agar keadaannya bisa seperti dengan lapisan
olah permukaan, maka perlu dilakukan injeksi atau pengeboran. Ke dalam
tanah dimasukkan mikroba dan oksigen hingga lapisan tanah lebih dalam
sedalam daerah sebaran akar. Mikroba dan oksigen akan membuat kondisi
tanah-tanah menjadi hidup kembali dengan reaksi yang sehat, sehingga
tanah secara alami akan terus-menerus merilis (menghasilkan) unsur-unsur
hara hasil dari dekomposisi yang relatif sempurna karena adanya mikroba
dan oksigen yang cukup.
Bagaimana caranya membuat pupuk SIMO yang
hebat ? Pada dasarnya pembuatan pupuk SIMO sama saja dengan pembuatan
pupuk organik cair lainnya. Namun yang dikembangkan untuk Teknologi SIMO
ini lebih sederhana, lebih fleksibel karena bisa disesuaikan dengan
kondisi daerah setempat. Alat dan Bahan-bahannya bisa fleksibel dan
dibuat sendiri oleh petani dengan cara yang sederhana. Mudahan nanti
penulis dapat meyajikan pada tulisan yang akan datang, Insya Allah.
Apa efek atau pengaruh yang diharap dari Teknologi SIMO pada Aren?
- Daerah perakaran Aren terdalam akan kaya mikroba dan cukup kandungan Oksigen terlarutnya.
- Reaksi tanah bagian lapisan dalam menjadi netral, terjadi perombakan Bahan Organik tanah yang lebih sempurna.
- KTK (kapasitas tukar kation) akan lebih baik. Unsur hara akan cukup tersedia pada daerah perakaran yang lebih dalam.
- Akar Aren lebih berkembang, penyerapan unsur hara lebih lancar dan lebih banyak, sehingga kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi.
- Tanaman Aren akan tumbuh dengan normal dan lebih sehat, batangnya lebih besar, daun lebih lebat dan segar. Perkembangan dan pertumbuhan tanaman terjadi normal dan akan memunculkan seluruh potensinya secara lebih sempurna.
- Setiap ketiak daun akan mengeluarkan tandan bunga tepat pada waktunya dan semakin minimal calon tunas tandan yang gagal muncul, karena seluruhnya bisa muncul tepat pada waktunya. Oleh karena itu potensi jumlah tandan bunga akan semakin tinggi, karena perakaran berkembang secara normal dan sehat dan tersedianya hara yang cukup di dalam tanah. Inisiasi setiap calon tandan dengan energi yang cukup pada tanaman akan meminimalkan kemungkinan kegagalan inisiasi calon tandan. Bahkan seluruh calon tandan akan bisa muncul semua sesuai dengan potensinya.
- Pertumbuhan dan perkembangan tandan ditopang oleh fisik batang yang kokoh dan besar dan daun yang lebat dan hijau segar. Maka tangkai tandan akan memiliki ukuran diameter yang besar dan ukuran panjang yang sempurna. Tandan yang besar dan panjang adalah jaminan produksi yang sangat penting bagi tanaman Aren. Sebab penyadapan nira Aren dapat dilakukan lebih lama (bisa sampai 6 bulan).
- Frekuensi penyadapan setiap tandan bunga akan lebih lama, penyadapan tandan akan susul menyusul pada setiap pohon dan bahkan tidak ada masa pohon istirahat produksi. Jadi hampir seluruh pohon dapat disadap sepanjang tahun setiap hari. Dengan demikian setiap pohon bisa menghasilkan nira setiap hari, dan hampir tidak ada waktu istirahat berproduksi.
- Dengan demikian hasil nira Aren lebih banyak dan lebih lama. Produksi Nira bisa maksimal sesuai potensinya, apalagi jika dalam pengelolaan dan pemeliharaan pohon Aren dapat dilakukan dengan benar dan semakin menunjang potensinya yang hebat. Maksud saya, para pekerja penyadap tandan harus dibekali ilmu dan ketrampilan dan kedisiplinan yang cukup untuk taat pada SOP yang diterapkan. SDM para pekerja harus dibina dengan baik, karena pekerjaan yang rutin dan cukup berat ini memerlukan ketangguhan fisik dan mental yang prima dan semangat yang militan.
- Dengan kondisi seperti ini produktifitas Nira pohon Aren bisa sangat maksimal. Masa istirahat menjadi minimal dan produktifitas nira per pohon akan tinggi. Dari populasi kebun Aren 200 pohon per hektar maka apabila hanya 10 % masa istirahat produksi, maka setiap hari akan disadap 180 pohon per hektar. Bila produktifitas per pohonnya bisa mencapai 25 liter setiap hari maka hasil nira dalam setiap hektarnya akan mencapai 4.500 liter nira.
- Dari nira yang dihasilkan setiap hari sebesar 4.500 liter dapat diolah menjadi Bioethanol sebanyak 300 liter (4.500 liter : 15 liter/liter). Kalau diolah menjadi gula akan menjadi gula sebanyak 600 kg/hari/hektar (4.500 liter : 7,5 lter/kg). Nhah…berapa hasil uangnya? Kalau Bioethanol 99.50 % seharga Rp 10.000 per liter maka setiap hari akan menghasilkan nilai produksi sebesar Rp 3 juta (300 liter x Rp 10.000/liter). Sedangkan kalau dibuat gula dengan harga gula Rp 5.000 misalnya, maka akan menghasilkan pendapatan Rp 3 juta per hari (600 kg x Rp 5.000/kg).
- Kalau pendapatan kotor dari setiap hektar bisa mencapai Rp 3 juta setiap hari atau setiap bulan akan mencapai Rp 90 juta/hektar, atau setiap tahun akan mencapai Rp 1.080.000.000,-/hektar (Satu milyard delapan puluh juta rupiah per hektar pe tahun). Inilah potensi Aren yang seperti emas, seperti isyarat Kanjeng Sunan Bonang. Kita yang cucu-cucunya ini baru mengetahuinya setelah ratusan tahun kemudian.
Kalau isyarat Kanjeng Sunan Bonang dapat
diterjemahkan dengan teknologi seperti sekarang ini, maka mngkn sejarah
bangsa ini tidak seperti sekarang ini. Namun apabila pada era sekarang
ini kita juga tidak memanfaatkan peluang emasnya pohon Aren ini, maka
kita akan ketinggalan dengan negeri tetangga Malaysia yang sekarang
sudah sangat serius mengembangkan Aren. Mereka secara diam-diam
mengembangkan Aren secara besar-besaran bahkan sudah memulainya pada era
tahun 90-an yang lalu.
Mereka juga mengalihkan perhatian kita
pada komoditi lain seperti Jarak dan Sawit. Malaysia sengaja mengalihkan
Indonesia pada komoditas lainnya selain Aren, sebab Malaysia mempunyai
ambisi yang sangat besar sebagai Pemain Bisnis Aren terbesar dan
terkemuka di dunia. Sebab pesaing yang sangat berat bagi mereka adalah
Indonesia, hanya Indonesialah yang mempunyai potensi sangat besar untuk
bisnis Aren ini.
Akankah Indonesia menjadi pengekor lagi di bisnis Aren ini?
MENCARI INDUK POHON AREN YANG UNGGUL
Oleh Dian Kusumanto
Sumber: http://kebunaren.blogspot.com/
Ada kriteria unggul yang diinginkan oleh
para penyadap nira Aren. Mungkin bisa agak berbeda dengan kriteria
unggul yang diinginkan oleh perusahaan perkebunan Aren. Lalu kriteria
mana yang akan kita pergunakan. Ya semuanya lah biar unggulnya bisa
diakui oleh para penyadap sekaligus oleh perusahaan perkebunan. Oke,
kalau begitu kita mulai saja dengan kriteria keunggulan yang diingini
oleh para petani pemilik sekaligus sebagai penyadapnya yang memang
menginginkan produksi air niranya yang unggul.
Mungkin Pak Sarman untuk sementara kita
anggap bisa mewakili para petani pekebun Aren. Karena pengalamannya yang
cukup panjang yang digelutinya setiap hari, maka pendapatnya bisa
dijadikan referensi yang rasanya lebih alami dan apa adanya.
Pertama. Tanaman Aren yang unggul
syaratnya yang pertama adalah yang mudah disadap. Kalau susah disadap
berarti pekerjaan yang rutin ini terasa akan menjengkelkan dan
menyusahkan. Pohon Aren yang mudah disadap biasanya ditandai dengan
tangkai tandan buahnya terasa agak lunak atau tidak terlalu keras,
sehingga akan lebih mudah disayat.
Tanda yang lain biasanya adalah kalau
pokok batangnya disayat atau dilubangi sedikit saja sudah dapat
mengeluarkan air nira. Itu berarti pohon Aren itu mudah disadap dan
mudah mengeluarkan nira. Nantinya, kegiatan rutin penyayatan atau
pengirisan ini dilakukan 2 (dua) kali sehari pagi dan sore, maka kalau
tandannya keras dan sulit disayat akan sangat berpengaruh pada
kenyamanan pekerjaan harian ini.
Kerasnya tangkai tandan bunga bisa jadi
disebabkan karena faktor genetis, artinya ada faktor keturunan dari
nenek moyangnya. Namun mungkin juga karena faktor fisiologis biologis
yang dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Kandungan unsur hara dan
tingkat kemasaman tanah bisa sangat berpengaruh pada tingkat kekerasan
tangkai tandan. Kelunakan jaringan tanaman biasanya sangat dipengaruhi
oleh tersedianya secara cukup unsur N dan P tanah, yang mana
ketersediaan dan tingkat absorsi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh
faktor fisik dan kemis tanah.
Kedua. Biasanya pokok batangnya besar dan
tinggi dengan daunnya yang hijau lebat meskipun dia agak terlindung
oleh pepohonan yang lain. Barangkali sifat ini dipengaruhi oleh tingkat
respon tanaman terhadap hara disekitarnya. Kalau tanah tempat tumbuhnya
subur dengan keadaan fisik dan kimia tanah yang normal, maka tanaman
yang memang unggul juga akan tumbuh dengan batang yang besar dan pohon
yang tinggi menjulang. Ada juga pohon yang meninggi karena pengaruh
kurang cahaya matahari pada saat pertumbuhannya atau sering disebut
sebagai etiolasi. Namun biasanya pohon yang mengalami etiolasi pokok
batangnya agak kecil dengan ruas-ruas buku batangnya yang agak
memanjang.
Respon tanaman yang baik terhadap
pemupukan akan menjadi kriteria bagi perusahaan perkebunan, karena nanti
akan dilakukan pemupukan dan pemeliharaan yang intensif, sebagaimana
sistem budidaya pada tanaman perkebunan yang lain. Berbeda dengan
kondisi kebiasaan petani Aren kita sekarang ini yang tidak pernah
melakukan pemupukan. Yang biasa dilakukan petani biasanya hanya
membersihkan lingkungan di sekitar pohon Aren dari pohon-pohon lain yang
melindunginya.
Ketiga. Tandannya berukuran besar dan
panjang. Sebab ini berpengaruh pada banyaknya dan lamanya frekuensi
penyadapan serta banyaknya nira yang bisa dikumpulkan. Tangkai yang
panjang bisa disadap sampai dengan 7 bulan, tergantung dari keahlian dan
kesabaran cara mengiris tangkai tandan dari penyadapnya. Tangkai tandan
yang besar mempengaruhi banyaknya nira yang mengalir. Sehingga kalau
tangkai tandan bunga ini selain besar juga panjang, maka hasil nira yang
dihasilkan juga akan banyak volumenya dan periode penyadapannya akan
lama. Oleh karena itu pohon yang unggul adalah pohon yang produksi
niranya juga tinggi.
Semakin tipis sayatan atau irisan akan
semakin lama pula tangkai tandan bisa mengeluarkan air nira. “Kalau bisa
sayatannya setipis kertas”, kata Pak Sarman. Sayatan tipis sebenarnya
hanya untuk menghilangkan jaringan pembuluh tapis tanaman yang tersumbat
akibat dari pengaruh oksidasi atau bersentuhan dengan udara luar.
Oksidasi yang terjadi menyebabkan browning (pencoklatan) pada jaringan terluar pembuluh yang teriris dan berhubungan dengan udara bebas.
Oksidasi yang terjadi menyebabkan browning (pencoklatan) pada jaringan terluar pembuluh yang teriris dan berhubungan dengan udara bebas.
Apakah ada cara untuk menghambat proses
tertutupnya pembuluh atau saluran kapiler nira ini? Barangkali dengan
cara membuat vacum pada permukaan jaringan yang terbuka karena disayat
atau diiris, tapi bagaimana caranya? Atau membuat alat pengiris yang
dapat mengiris tangkai tandan itu setipis mungkin. Atau kombinasi antara
alat vacum sekaligus dengan pisau pengirisan yang tipis. Mungkin nanti
akan dibahas pada tulisan yang lain. InsyaAllah!
Keempat. Masa produksi panjang dan masa
istirahat berproduksi pendek. Menurut beberapa petani yang ditemui
penulis, sepertinya ada hubungan antara besarnya diameter batang pohon
Aren dengan masa produksi dan masa istirahatnya. Pohon yang berbatang
kecil biasanya tangkai tandan bunganya juga kecil dan pendek. Kalau
tandannya pendek berarti masa produksi atau panen pendek, sedang masa
istirahatnya lebih panjang.
Kalau pohonnya besar biasanya akan
mengeluarkan tangkai tandan bunga yang lebih besar dan panjang, sehingga
masa sadapnya menjadi lebih lama dan masa istirahat atau masa menunggu
munculnya tangkai tandan bunga yang siap disadap lebih pendek. Hal ini
sebenarnya juga dipengaruhi oleh tingkat keahlian cara mengiris dari
para penyadapnya serta tingkat kemudahan atau kelunakan tangkai tandan
yang diiris.
Kelima. Perlakuan pemukulan untuk
merangsang keluarnya nira tidak terlalu lama. Sebab ada pohon yang agak
susah dan lama mengeluarkan air nira meskipun sudah dilakukan perlakuan
pemukulan, dan perlakuan lainnya. Namun ada jenis pohon Aren yang
gampang sekali mengeluarkan meskipun perlakuan pemukulannya belum
terlalu lama. Respon terhadap perlakuan pemukulan perangsangan keluarnya
air nira memang bisa tidak sama di berbagai tempat, sehingga ada
kemungkinan di daerah yang pohon Arennya berkembang dan dimanfaatkan
adalah yang gampang merespon perangsangan.
Ada juga daerah yang banyak pohon Arennya
namun penyadapnya kurang, mungkin disebabkan juga karena pohon sulit
dirangsang dan sulit mengeluarkan nira. Namun ada juga yang sebaliknya,
yaitu ada daerah yang banyak pohonnya banyak juga yang menyadap, hampir
semua pohon dimanfaatkan.
Perlakuan pemukulan ini sebenarnya
bertujuan untuk merangsang terbukanya saluran kapiler, saluran menjadi
longgar dan mampu di lewati air nira mulai dari pangkal tangkai tandan
bunganya sampai ke ujungnya. Pemukulan dilakukan dengan bantuan alat
pemukul dengan bentuk yang khas dan terbuat dari bahan kayu-kayuan
tertentu. Alat pemukul ini cukup untuk memberi getaran-getaran tetapi
tidak melukai atau membuat kulit tangkai tandan bunga menjadi seperti
memar-memar.
Ada juga petani yang selain melakukan
pemukulan-pemukulan juga melakukan gerakan-gerakan pada tangkai tandan
dengan arah ke kanan dan kekiri, ke atas dan ke bawah dengan
berulang-ulang. Namun cara menggerakkan tangkai tandan tadi dilakukan
agak lembut dan pelan dengan segenap perasaan dan pengharapan.
Pada perkebunan besar bisa saja pekerjaan
pemukulan dan perlakuan lain untuk merangsang keluarnya nira ini akan
digantikan dengan alat khusus. Barangkali alat itu seperti alat getar
untuk pemijatan yang dipasang pada tangkai tandan, yang secara periodik
digetarkan sehingga seperti melakukan pemukulan ringan yang
berulang-ulang. Alat ini juga bisa menggerakkan tangkai tandan ini atau
meliukkan ke kanan dan ke kiri ke atas dan ke bawah. Bagaimana dengan
listriknya? Mungkin menggunakan baterai saja.
Perangsangan memang selalu dilakukan
untuk setiap tangkai tandan bunga baru yang akan dipungut air niranya.
Jadi frequensi perangsangan tangkai tandan ini mengikuti jumlah tandan
yang keluar. Kalau dalam setahun rata-rata setiap pohon akan
mengeluarkan tangkai tandan sebanyak 2-5 tandan. Jadi dalam setiap
hektarnya dengan populasi tanaman 200 pohon, maka akan dilakukan
perangsangan tangkai tandan pohon sebanyak 400 sampai 1000
kali/tahun/hektar. Angka yang besar sekali, apalagi kalau luasan
kebunnya mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan hektar. Maka penciptaan
alat untuk merangsang tangkai tandan bunga menjadi suatu yang strategis
dalam pengembangan Aren skala luas.
Keunggulan pertama sampai dengan kelima
adalah untuk pohon Aren yang diharapkan dalam produksi air niranya.
Namun sebenarnya tanaman Aren juga bisa diharapkan dari hasil lainnya
seperti ijuknya, kolang-kalingnya, sagunya, lidinya, dan lain-lainnya.
Mungkin ada lagi kriteria unggul yang lainnya, bagaimana menurut Anda?
MENUJU SISTEM AGRIBISNIS AREN INDONESIA (SAAI) YANG EFEKTIF
Oleh : Dian Kusumanto
Di dunia agribisnis kelapa sawit dikenal
Sistem Agribisnis Kelapa Sawit Indonesia (SAKSI) dengan Dewan Minyak
Sawit Indonesia (DMSI) sebagai lokomotifnya. SAKSI idealnya adalah
sebagai suatu sistem besar yang mengontrol arah pengembangan agribisnis
kelapa sawit Indonesia saat ini. DMSI dengan mekanisme SAKSI idealnya
dapat mengarahkan bisnis kelapa sawit Indonesia menjadi bisnis yang
mampu menyejahterakan bangsa secara berkelanjutan (sustainable).
Belajar dari skema pengembangan komoditi
kelapa sawit maka untuk pengembangan Aren adalah dengan skema Sistem
Agribisnis Aren Indonesia (SAAI) yang dilokomotifi oleh Dewan Aren
Indonesia (DAI) atau dengan nama Dewan Aren Nasional Indonesia (DANI).
Tulisan terdahulu yang diusulkan adalah Dewan Aren Nasional (DAN), tapi
apalah arti sebuah nama apakah DAN, DAI atau DANI, boleh-boleh saja,
yang penting nanti adalah aksi-aksinya dalam membangun sistem agribisnis
Aren berkembang dengan baik yang mampu menyejahterakan seluruh yang
terlibat di dalamnya maupun dapat menyejahterakan bangsa Indonesia
secara berkelanjutan.
Bagaimana model dari SAAI sebagai
organisasi yang mampu mengarahkan agribisnis Aren menuju keunggulannya,
maka pembentukan Dewan komoditas seperti DANI, DAI atau DAN sebagaimana
amanat Undang-undang Perkebunan, perlu dibentuk lebih dulu. Perumusan
SAAI mengarahkan agribisnis Aren mampu berkembang menghadapi dinamika
perubahan lingkungan bisnis nasional, regional dan global yang
berkelanjutan (sustainble), selanjutnya dapat mengentaskan kemiskinan
dan permasalahan ekonomi lainnya di Indonesia, sehingga agribisnis Aren
dapat menjadi penghela ekonomi nasional yang menyejahterakan para
pelakunya.
Siapa saja yang seharusnya terlibat dalam
Dewan Aren Nasional Indonesia (DANI)? (Sepertinya nama DANI lebih keren
ya?! Oke selanjutnya kita pakai DANI saja). Idealnya seluruh stake
holder dapat dilibatkan secara proporsional. Untuk efektivitas
organisasi diperlukan tintervensi pada tingkat organisasi dengan
melibatkan tiga pilar utama yang dinamakan ABG (academician, businessman
dan government). ABG ini akan melaksanakan berbagai skema aksi yang
masing-masing terpadu sehingga secara simultan mengarahkan pembangunan
dan pengembangan agribisnis Aren ke GOAL atau tujuan yang diharapkan
bersama.
Menyitir paparan Bapak Iyung Pahan dalam
bukunya Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir,
berbagai program yang dilaksanakan oleh triparted ABG itu ada 8
(delapan) skema aksi yang disebut sebagai 8P. Yang dimaksud 8 P itu
adalah Program, Politik, People, Planet, Profit, Pengelolaan, Pemasaran
dan Penelitian.
Government (pemerintah) berperan dalam
skema aksi antara lain : Politik, People, Planet dan Profit yang dikemas
dengan berbagai Program. Academician (akademisi atau Perguruan Tinggi)
memfokuskan diri pada skema aksi Penelitian Aren. Sedangkan Businessman
(Pengusaha, Pekebun, Petani, Pedagang, Koperasi) melaksanakan skema aksi
Pengelolaan dan Pemasaran. Semua pelaku (ABG) ini akan bersama-sama
patuh dalam skema aksi masing-masing dalam suatu Sistem Agribisnis Aren
Indonesia (SAAI).
Ibarat suatu permainan musik dalam
orkestra, maka simfoni suara alat musik yang dimainkan oleh para pemain
musik mengalun mengikuti aransemen yang diciptakan oleh aranger yang
sangat piawi dan profesional. Aranger dalam orkestra agribisnis Aren ini
adalah DANI sedangkan aransemennya adalah SAAI. Pemain-pemain musiknya
adalah para stake holder yang terlibat dalam komposisi ABG tadi, yang
memainkan aransemen dengan pimpinan Sang Aranger.
Simfoni indah itu adalah agribisnis Aren
yang mandiri, berdaya saing dan maju. Untuk dapat mandiri, berdaya saing
dan maju, maka sistem yang dikembangkan harus dapat mengelola berbagai
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dari Agribisnis Aren
ini. Bagaimana mengelola keunggulan-keunggulan Aren ini? Maka, ibarat
intan maka untuk mencapai keindahan dan nilainya yang tinggi perlu
diasah, dipoles, digosok sampai gemerlap.
Bagaimana menurut Anda, wahai Aren mania?
By kebun aren Nunukan; Senin, November 03, 2008
0 komentar
By kebun aren Nunukan; Senin, November 03, 2008
0 komentar
PROSPEK AREN DI TENGAH GONJANG GANJING KELAPA SAWIT
Oleh : Dian Kusumanto
Gejolak
ekonomi global sedang terjadi. Mulanya adalah dari krisis keuangan
lembaga bisnis perumahan di Amerika Serikat. Krisis yang sebenarnya
hanya terjadi lokal di Amerika tersebut rupanya semacam fenomena gunung
es. Yang sebenarnya terjadi adalah telah menurunnya ekonomi di Amerika
Serikat paska era arogansinya sebagai polisi dunia, sehingga
mempengaruhi kemampuan pembayaran kredit perumahan. Perusahaan perumahan
adalah salah satu dari sekian banyak ‘gunung es’ yang muncul dahulu
pada saat es atau salju penutupnya mulai mencair.
Kenapa efek tersebut sampai kepada bisnis
kelapa sawit? Sebenarnya tidak hanya kelapa sawit yang terkena
dampaknya tapi sangat luas, hanya di Indonesia kelapa sawit termasuk
komoditi perkebunan yang paling menonjol, sehingga bisnis kelapa sawit
menjadi korban imbas krisis yang paling besar.
Gonjang ganjing harga kelapa sawit ibarat
kejadian atau fenomena tsunami yang terjadi pada Desember 2006 yang
lalu. Pada awal gejala tsunami, air laut di pantai mengalami surut yang
sangat jauh namun kemudian air laut itu kembali lagi tidak hanya ke
bibir pantai tapi sampai jauh ke daratan. Semula keadaan harga sawit
berangsur naik-naik terus sampai sangat tinggi dalam beberapa bulan,
namun kemudian pada saat terjadinya krisis global sekarang ini harganya
menurun. Menurunnya harga ini melampaui harga semula ‘bibir pantai’ ,
bahkan jatuh sampai sangat rendah seperti sekarang ini.
Pada saat semua orang tercengang dengan
keadaan bisnis kelapa sawit banyak orang latah untuk ikut menanam atau
berinvestasi. Jadi sifat emosional para pebisnis kita terpancing
nalurinya untuk berbondong-bondong “berkelapa sawit ria”. Sayang naluri
yang didasari sifat emosional dan ‘latah’ ini kemudian dikecewakan oleh
tsunami harga kelapa sawit. Harusnya para investor bisa berhitung dan
menghitung prospek, arah trend bisnis, dan potensi suatu komoditi
berdasarkan perhitungan dan asumsi yang teruji dan akurat. Kalau
berhitung dengan prospek, arah trend dan potensi suatu komoditi
barangkali sikap emosional dan latah itu tidak banyak mengecewakan.
Kalau diperbandingkan antara kelapa sawit
dengan Aren, maka sebenarnya Aren juga memiliki kelebihan-kelebihan dan
keunggulan yang bisa mengalahkan kelapa sawit. Untuk menjadi komoditi
utama program pengembangan komoditi perkebunan oleh swasta dan
pemerintah di Indonesia, Aren mempunyai peluang yang sangat besar. Namun
kenapa itu belum terjadi, beberapa alasannya sudah pernah diulas pada
tulisan-tulisan yang lalu. Kelebihan dan keunggulan antara komoditi Aren
dan kelapa sawit dalam hitungan bisnis masa depan disajikan berikut
ini.
Persaingan komoditi dunia
Kelapa sawit termasuk komoditi bahan
industri minyak nabati dan biofuel (biodiesel) yang dapat menyaingi
peran kedele dan kacang tanah di Amerika, bunga matahari dan canola di
Eropa, kelapa di Amerika Latin, Afrika dan beberapa negara Asia Selatan.
Industri kelapa sawit pernah diserang oleh berbagai isu bahaya
kesehatan tubuh (kanker) dari minyak sawit, isu lingkungan hidup,
penebangan hutan atau gerakan eco labeling, dsb. Penyerangan dengan
berbagai isu itu layaknya black campaign dari para pesaingnya seperti
industri minyak kedelai, kacang tanah, minyak kelapa.
Kelapa sawit memang tidak salah menjadi
pilihan pengembangan komoditi penghasil minyak yang diandalkan, sebab
produktifitasnya yang sangat tinggi dibanding dengan komoditas penghasil
minyak lainnya. Kelapa sawit ternyata memiliki berbagai keunggulan
ekonomi yang cukup tinggi dan dengan dampak ekonomi yang sangat luas.
Tabel di bawah ini membandingkan potensi produktivitas minyak nabati
dari beberapa jenis tanaman dengan kelapa sawit.
Jenis tanaman ————-Produktifitas (kg/hektar/tahun)
Kelapa Sawit (+ inti) ——-2.500 – 5.000 (sampai 6.000)
Kelapa ——————— 600 – 1.500
Zaitun ——————— 500 – 1.000
Jarak Pagar —————1.000 – 3.000
Bijan/ Wijen ————— 340 – 1.000
Kacang tanah ————– 340 – 440
Kedelai ——————– 230 – 400
Rape ———————- 300 – 600
Safflower —————— 550 – 800
Bunga matahari ———– 280 – 700
Kelapa ——————— 600 – 1.500
Zaitun ——————— 500 – 1.000
Jarak Pagar —————1.000 – 3.000
Bijan/ Wijen ————— 340 – 1.000
Kacang tanah ————– 340 – 440
Kedelai ——————– 230 – 400
Rape ———————- 300 – 600
Safflower —————— 550 – 800
Bunga matahari ———– 280 – 700
Dari tabel di atas terlihat kelapa sawit
memiliki produktifitas paling tinggi diantara tanaman penghasil minyak
nabati lainnya. Oleh karena itu pantas kalau dulu menjadi andalan
pilihan komoditas perkebunan yang mengalahkan jenis tanaman lainnya.
Demikian juga dalam era bioenergi sekarang ini, kelapa sawit memiliki
potensi untuk bahan baku biodiesel yang cukup besar. Bahkan pilihan
kepada kelapa sawit ini juga didasari karena indutri hulunya yang sangat
luas yaitu industri oleo pangan, oleo kimia, industri barang jadi
sampai dengan industri bioenergi.
Sebenarnya produk kelapa sawit sangat
fleksibel pada industri hilirnya. Namun sayang, di Indonesia industri
hilir kelapa sawit masih belum sehebat hasil CPOnya, sehingga nilai
tambahnya belum sehebat yang dirasakan oleh negeri tetangga kita,
meskipun jumlah produksi CPOnya sama atau bahkan sudah lebih besar.
Inilah yang mungkin menyebabkan gonjang-ganjing harga terjadi. CPO
adalah barang ekspor untuk bahan mentah untuk berbagai industri hilir di
luar negeri. Indonesia sangat terpengaruh oleh keadaan industri
pengolahan CPO di luar negeri, krisis ekonomi menyebabkan permintaan CPO
menurun drastis, maka berakibat pada harga CPO yang merosot tajam.
Barangkali kondisi gejolak harga tidak
akan terlalu parah seandainya CPO itu lebih banyak diolah di dalam
negeri. Tumbuhnya industri besar dan industri menengah dan kecil di
bidang pengolahan TBS dan CPO (industri Oleo pangan, Oleo Industri,
Industri berbahan baku oleo kelapa sawit sampai dengan industri bio
energi), akan mengungkit produktifitas dan aktifitas ekonomi riil yang
berdampak sangat luas. Namun sayang keadaan itu belum seluruhnya terjadi
di daerah-daerah penghasil minyak kelapa sawit di Indonesia. Harusnya
palm oil cluster industry muncul di mana-mana sentra perkebunan kelapa
sawit itu berada.
Belajar dari kekurangan-kekurangan pada
program pengembangan komoditi kelapa sawit di atas, menjadi pelajaran
untuk program pengembangan Aren di berbagai daerah se Indonesia. Artinya
Aren cluster industry harus menyatu dalam pengembangan perkebunan Aren.
Dalam sekala kecil pun seharusnya kita juga mengarahkan perkebunan Aren
berkembang diiringi dengan industri pengolahan Aren terpadu. Harus ada
alur proses dan alur kemitraan dari perkebunan yang dikelola masyarakat,
pekebun kecil dan menengah dengan industri pengolahan yang berskala
kecil, menengah sampai besar.
Justru disinilah peran pemerintah di
Pusat sampai di daerah-daerah, yaitu memayungi seluruh stake holder
dalam skema kebersamaa dalam menghadapi situasi pasar global. Jangan
sampai terjadi, bahwa pemerintah daerah sampai pusat malah yang membuat
kesalahan-kesalahan yang menyebabkan iklim investasi komoditas dengan
regulasi-regulasi yang kontra produktif.
Bagaimana peran dan potensi Aren?
Di beberapa tulisan terdahulu potensi
ekonomi Aren sudah banyak ditulis, bahkan potensinya dapat mengungguli
berbagai komoditi sejenis lainnya, bahkan mengungguli komoditi kelapa
sawit. Kelapa sawit bisa jadi paling unggul dibandingkan komoditi
sejenisnya (seperti tabel di atas). Namun bagaimana kalau dibandingkan
dengan Aren? Mari kita hitung dimana keunggulan-keunggulan potensial
dari Aren dibandingkan kelapa sawit.
Tabel jenis komoditi, hasil olahan, produktifitas (per hektar per tahun) dan nilai devisa yang dihasilkan.
Komoditi ———Hasil Olahan –Provitas (/ha/th) –Harga (Rp/kg) –Nilai (Rp/ha/th)
Kelapa Sawit —–TBS ————15 – 25 ton ————1.000 ————-15 – 25 juta
—————————————————————– 750 ————–11,25 – 18,75 juta
——————————————————————500 ————–7,5 – 12,5 juta
———————-CPO ————3 – 5 ton ————–6.000 ————-18 – 30 juta
—————————————————————-4.000 ————-12 – 20 juta
—————————————————————-3.000 ————–9 – 15 juta
—————————————————————-2.000 ————–6 – 10 juta
——————–Biodiesel ——–3 – 5 ton ————-4.000 ————-12 – 20 juta
—————————————————————-5.000 ————-15 – 25 juta
—————————————————————-6.000 ————-18 – 30 juta
—————————————————————– 750 ————–11,25 – 18,75 juta
——————————————————————500 ————–7,5 – 12,5 juta
———————-CPO ————3 – 5 ton ————–6.000 ————-18 – 30 juta
—————————————————————-4.000 ————-12 – 20 juta
—————————————————————-3.000 ————–9 – 15 juta
—————————————————————-2.000 ————–6 – 10 juta
——————–Biodiesel ——–3 – 5 ton ————-4.000 ————-12 – 20 juta
—————————————————————-5.000 ————-15 – 25 juta
—————————————————————-6.000 ————-18 – 30 juta
Aren ————-Gula Aren ——-36 – 72 ton ———-4.000 ————-124 – 248 juta
——————(Gula Putih) —————————– 5.000 ————-180 – 360 juta
—————————————————————- 8.000 ————248 – 496 juta
—————————————————————10.000 ————360 – 720 juta
——————Bioethanol ——-21,6 – 43,2 ton ——- 6.000 ————129,6 – 259,2 juta
—————————————————————- 8.000 ————172,8 – 345,6 juta
————————————————————— 10.000 ———– 216 – 432 juta
————————————————————— 12.000 ———– 259,2 – 518,4 juta
——————(Gula Putih) —————————– 5.000 ————-180 – 360 juta
—————————————————————- 8.000 ————248 – 496 juta
—————————————————————10.000 ————360 – 720 juta
——————Bioethanol ——-21,6 – 43,2 ton ——- 6.000 ————129,6 – 259,2 juta
—————————————————————- 8.000 ————172,8 – 345,6 juta
————————————————————— 10.000 ———– 216 – 432 juta
————————————————————— 12.000 ———– 259,2 – 518,4 juta
Di lihat dari estimasi potensi hasil
devisa dari tabel di atas, maka pada hitungan yang paling rendah di Aren
dibandingkan yang paling tinggi di kelapa sawit, keunggulan Aren masih
jauh lebih besar. Potensi hasil nilai rupiah kelapa sawit tertinggi
adalah Rp 30 juta/ha/tahun, sedangkan Aren pada nilai terendah Rp 124
juta/ha/tahun. Bisa dikatakan perbandingan nilainya adalah 1 berbanding
4, kelapa sawit 1 dan Aren 4. Jadi Aren punya potensi ekonomi paling
rendah adalah 4 kali lipatnya kelapa sawit. Kalau dibandingkan dengan
nilai tertinggi Aren yang mencapai Rp 518 juta, maka angka
perbandingannya menjadi 1 : 17, artinya keunggulan Aren adalah 17 kali
lipatnya kelapa sawit.
Angka-angka di atas masih bisa
disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi sebenarnya, artinya
fluktuasi nilai kelipatan itu bisa sangat bervariasi. Silakan
disesuaikan dengan angka-angka asumsi yang berlaku pada keadaan lainnya.
Namun yang jelas prospek Aren terbukti masih lebih unggul dinilai dari
potensi hasil dengan asumsi-asumsi sementara yang terjadi sekarang ini.
Tetapi bagaimana kalau kondisinya sudah berubah.
Pada saat Aren sudah berkembang dengan
pesatnya nanti, mungkin pada hitungan 10 sampai 15 tahun lagi, pada saat
perkebunan Aren sudah mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektar.
Nanti komoditi Aren akan bersaing dengan komoditi lain di pasar dunia.
Industri gula dunia akan mengalami pergolakan dan dinamika yang cukup
hebat. Aren sebagai komoditi penghasil gula paling potensial akan
bersaing dengan komoditi tebu, jagung, bit, ubi-ubian, sorgum, dll.
Gula dari Aren akan bersaing dengan gula
dari tebu, gula dari jagung, dari bit, gula dari ubi-ubian dan sorgum.
Dalam kancah persaingan yang ketat, maka faktor efesiensi dan komparasi
nilai lebih suatu produk akan membantu kekuatan dalam persaingan. Campur
tangan politik global juga akan mewarnai kompetisi ini, namun
pemenangnya pasti yang mempunyai keunggulan komparatif di berbagai hal.
Oleh karena itu skema pengembangan Aren harus juga memberi trend kepada
arah keunggulan komparatif itu. Artinya semua pihak yang terlibat
(seluruh stake holder) pada komoditi Aren ini harus bersatu padu untuk
membangun keunggulan komparatif ini.
Artinya pengembangan Aren dari awalnya
haruslah dikontrol sedemikian rupa agar tetap dalam skema kerja
pengembangan dan pembangunan yang mengarah pada keunggulan komparatif
dan keunggulan kompetitif secara global. Seandainya nanti akan terjadi
tsunami ekonomi global, dengan berbagai keunggulannya bisnis Aren tidak
akan terpuruk seperti keadaan bisnis kelapa sawit sekarang ini. Oleh
karenanya Dewan Aren Nasional diharapkan bisa menjadi lokomotif
penggerak pengembangan Aren menuju keunggulannya.
Bagaimana menurut Anda?
By kebun aren Nunukan; Senin, November 03, 2008
By kebun aren Nunukan; Senin, November 03, 2008
PRODUKTIVITAS NIRA DAN FREQUENSI SADAPAN POHON AREN
Oleh : Dian Kusumanto
Lama
tidak mengunjungi kebun Aren rasanya memang merindukan. Minggu pagi
tadi akhirnya kesempatan itu menjadi takdirNya. Ada pelajaran yang
menarik dari Sang Guru Aren saya, yaitu Bapak Sarman, seorang petani,
penyadap nira Aren yang setiap hari selama puluhan tahun berakrab dengan
pohon Aren. Sulitnya medan menuju kebun tidak menyurutkan langkah saya.
Biasa, seperti di daerah lain juga, populasi pohon Aren selalu tumbuh
berkembang di tempat yang jauh dari pemukiman.
Beliau masih seperti beberapa bulan yang
lalu, masih energik dan selalu bersemangat kalau penulis datang. Saya
mengabarkan kalau di Majalah Tani Merdeka ada publikasi tentang Aren,
yang gambarnya dulu diambil di kebun itu. Waktu itu sang wartawan yaitu
Mas Ardi Winangun dan sang fotografernya Mas Mustafa Kemal cukup lama
mewancarai dan membuat foto di kebunnya.
Pagi tadi saya sengaja bertemu untuk
menanyakan beberapa hal yang sebenarnya adalah pertanyaan yang belum
bisa saya jawab. Pertanyaan yang datangnya dari beberapa pembaca atau
pengunjung blog ini melalui alamat email saya. Ternyata jawaban dari
Sang Guru Aren ini menjadi pengetahuan yang baru bagi penulis, dan kami
ingin memaparkan disini mudahan juga bermanfaat bagi para Aren mania.
(memangnya fans sepakbola apa?!)
Gambar : Pak Sarman didampingi anaknya sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis.
Pertanyaan 1 : Untuk suatu keperluan, bisakah penyadapan Aren dihentikan selama 36 jam, atau baru 36 jam kemudian disadap lagi ?
Jawaban Pak Sarman : Tidak bisa. Kalau 24
jam masih memungkinkan, artinya jika awalnya disadap jam 06 pagi maka
bila sore tidak disadap dan baru besok yaitu jam 06 pagi hari berikutnya
baru disadap, masih bisa. Sebenarnya yang ideal itu 12 jam sekali atau 2
kali dalam sehari, yaitu pagi hari antara jam 06 pagi sampai jam 08
pagi, kemudian sore antara jam 05 sore sampai jam 06 sore.
Kalau kita terlambat mengiris batang
tangkai bunga sadapan, maka biasanya air nira akan menjadi lambat
keluarnya. Air nira yang semula mengalir deras lama-kelamaan berkurang
alirannya dan kemudian menetes-netes saja. Apabila terlalu lama kemudian
berhenti menetes.
Kenapa berhenti menetes ? Pada ujung
batang tangkai bunga sadapan itu ada semacam saluran-saluran air nira
yang sangat kecil yang kemudian tertutup, tersumbat oleh air nira yang
kemudian seperti mengental. Air nira yang seperti mengental inilah yang
menyebabkan nira hanya menetes-netes atau bahkan berhenti menetes karena
tidak sanggup melewati saluran kapiler (pembuluh tapis atau phloem-red)
yang ada di batang tangkai bunga sadapan.
Seperti apa rupa air nira yang mengental itu?
Air nira yang mengental itu sepertinya ia
membawa partikel tepung dari dalam batang aren. Seolah-olah, karena
aliran air nira terhambat, maka tekanan air nira menguat sehingga dapat
membawa tepung pati batang aren seolah mengaduk dan terlarut di aliran
air nira. Partikel tepung yang bercampur dengan air nira menyebabkan
massa air nira menjadi mengental dan alirannya melambat. Lama kelamaan
seperti menumpuk dan menyumbat sehingga aliran air nira menjadi
terhenti.
Apa akibatnya kalau ini berlangsung lama?
Kalau berlangsung terlalu lama akan dapat
merusak saluran kapiler air nira, ibarat bagian tubuh manusia yang
terpotong yang akhirnya membusuk sedikit-demi sedikit. Kalau terlalu
lama akhirnya batang tangkai bunga tersebut tidak bisa lagi mengeluarkan
air nira, karena saluran kapilernya sudah rusak dipenuhi oleh partikel
air nira aren yang mengental dan sulit dikeluarkan dari saluran kapiler
itu.
(Sebenarnya saya sedang membayangkan,
kalau suatu saat nanti perkebunan aren sudah mulai produksi, saya ingin
meliburkan tenaga kerja (karyawan) penyadapan libur selama 36 jam,
begitu lho?!)
Kalau begitu ya diatur saja dari
pergantian tenaga kerjanya, jangan mengorbankan pohon nira arennya.
Karena kalau produksinya terhenti kita mesti menunggu lagi munculnya
tandan bunga selanjutnya atau di bawahnya. Itu pun kita masih khawatir,
kalau-kalau macetnya aliran air nira pada batang tangkai bunga di
atasnya berpengaruh pada tangkai yang di bawahnya seterusnya. Jadi pohon
bisa tidak berproduksi nira lagi.
Kok akibatnya bisa begitu?
Bisa saja terjadi pengaruh yang melebar
akibat tidak kita sadapnya air nira yang macet tadi, tangkai-tangkai
tandan yang di bawahnya tidak mau mengeluarkan niranya. Kalau sudah
begitu kerugiannya menjadi sangat banyak, sebab yang semestinya setiap
tangkai bisa disadap sampai 3 bulan, kadang bisa sampai 7 bulan itu
macet berproduksi.
(Sayang sekali memang! Kalau sehari 10
liter saja berapa ruginya, 10 liter kali 3 sampai 7 bulan kali 30 hari,
berarti kerugiannya sekitar antara 900 sampai 2100 liter nira. Wah..
banyak sekali ! Iya memang sayang sekali, kalau di Nunukan ini 1 bolol
Aqua besar (isi 1,5 liter) nira dihargai Rp 4.000,- per botol. Kalau 900
liter berarti ada 600 botol, kalau 2100 liter berarti ada 1400 botol
dikalikan Rp 4000,-, berarti kerugiannya antara Rp 2,4 juta sampai
dengan Rp 5,6 juta setiap tangkai bunga yang tidak disadap).
Memang setiap tangkai bisa disadap sampai lama begitu ?
Bisa, tergantung keahlian para penyadap,
selain itu tergantung juga dengan pisaunya. Pisau sadap harus tajam
sekali dan mengirisnya harus ahli dan sabar, sehingga mengirisnya sangat
tipis sekali. Kalau bisa setipis kertas. Kalau begitu bisa sampai 7
bulan, seperti orang tua saya dulu. (Rupanya dulu orang tua Pak Sarman
sering membantu menyadap pada saat Pak Sarman ada keperluan yang lain).
(Ternyata orang tua Pak Sarman pada waktu
di kampungnya dulu, yaitu di Enrekang Sulsel, adalah penyadap nira
pohon Aren. Karena memang daerah Enrekang itu banyak sekali pohon Aren).
Sebenarnya apa saja yang membuat penyadapan tangkai bunga berlangsung lama?
Ya tergantung dari panjangnya tangkai
bunganya itu sendiri serta keahlian orang yang menyadap. Jadi, pohon
yang subur yang berbatang besar dan tinggi dengan daun yang hijau segar
dan banyak, akan mengeluarkan tangkai bunga dengan ukuan besar dan
panjang. Semakin panjang dan besar tangkai bunga, akan semakin banyak
pula nira yang dikeluarkan. Pohon yang berbatang kecil biasanya tangkai
tandan bunganya juga akan kecil dan pendek, seandainya tangkainya besar
dia akan pendek juga. Artinya batang yang kokoh besar dengan daun yang
hijau segar berpengaruh terhadap produksi air niranya nanti.
Bagaimana dengan pohon Aren yang pendek atau pohon Aren genjah?
Memang ada pohon Aren yang pendek, yang
umurnya juga agak cepat. Barangkali sekitar 5 tahun sudah bisa diambil
hasilnya. Pohon genjah demikian biasanya juga umur produktifnya juga
tidak terlalu lama, tidak seperti yang pohonnya tinggi. Jumlah ruas-ruas
daunnya juga lebih sedikit, berarti jumlah calon tandan bunganya juga
sedikit. Selain itu biasanya tandan bunganya juga tidak terlalu panjang,
sehingga penyadapannya juga tidak akan lama.
(Berarti pohon Aren Genjah potensi produksinya juga akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang berumur panjang).
Kembali kepada kasus air nira yang mengental. Bagaimana cara untuk memperbaiki keadaan ini?
Air nira mengental memang bisa saja
terjadi pada saat awal penyadapan. Setelah perlakuan pemukulan yang
berturut-turut (periodik) dilakukan, kemudian tangkai bunga Aren
menunjukan tanda-tanda sudah bisa mengeluarkan air nira. Maka mulailah
kita mengiris tandan bunga pada tangkai paling ujung. Adakalanya air
nira mengalir langsung dengan keadaan encer dan bagus, namun adakalanya
juga air nira agak mengental. Kalau begitu kita harus melakukan beberapa
perlakuan agar niranya kembali encer dan lancar mengalirnya.
Ada cara yang biasa dilakukan Pak Sarman
dan para penyadap Aren di Nunukan, yang merupakan ilmu pengetahuan yang
diturunkan dari orang tuanya terdahulu di kampungnya di Enrekang Sulsel.
Caranya cukup sederhana, yaitu :
Cara yang pertama dengan menggunakan
kunyit. Kunyit dipotong kemudian pada bekas potongannya itu
digosok-gosokkan pada bekas luka sayatan sadap pada tangkai bunga Aren.
Menggosok bekas luka sayatan ini dilakukan dengan cara mengiris sayatan
baru dan kemudian menggosoknya dengan kunyit. Ini dilakukan
berulang-ulang pagi dan sore sebagaimana jadwal penyadapan. Untuk
penyembuhannya kadang memerlukan waktu sampai 4 (empat) hari. Namun
sebelunya perlu dilakukan juga upaya pembersihan atau pencucian wadah
penampung nira Aren. Kalau perlu dicuci dengan pasir agar bersih sekali
dan tidak meninggalkan bekas dan dibilas dengan air panas. (Kalau bahasa
ilmiahnya disterilisasi).
Cara kedua, bisa dengan menggunakan daun
sirih yang dilumatkan kemudian digosok-gosokkan pada bekas sayatan sadap
di tangkai bunga Aren tadi. Dua cara ini bisa dipilih salah satunya,
tergantung bahan mana yang lebih mudah diperoleh. Sama caranya dengan
yang menggunakan kunyit tadi, yaitu dilakukan penggosokan dengan daun
sirih pada bekas luka irisan sadap pada setiap pagi dan sore. Upaya ini
dilakukan sampai sembuh, yang ditandai bahwa nira kembali mengalir
lancar dan encer. Hal ini biasanya memerlukan waktu sekitar 4 (empat)
hari.
Cara yang ketiga adalah dengan mencari
rumput alang-alang, kemudian dipilin-pilin menjadi agak panjang dan
diikatkan di batang pohon. Cara ketiga ini menurut Pak Sarman biasa
dilakukan bersamaan dengan cara penggosokan di atas. Alang-alang yang
sudah dipilin memanjang tadi biasanya diikatkan pada batang pohon tidak
jauh dari tangkai bunga yang mengalami masalah tadi. Bisa pada sisi
atas, bisa juga pada sisi bawah dari tangkai bunganya.
Cara yang keempat. Ada juga petani lain
yang menyarankan untuk melakukan melubangi batang pohon di bagian
bawahnya. Alasannya agar pati sagu tidak ikut keluar bersama nira, yang
akhirnya menyebabkan nira menjadi mengental. Menurut Pak Sarman, air
nira yang terkumpul biasanya agak pekat dan menyisakan endapan yang
terasa seperti tepung sagu yang licin kalau diremas dengan jari. Lubang
yang dibuat tidak terlalu lebar dan tidak terlalu dalam, cukup untuk
bisa memberi jalan keluar bagi ‘sagu’ yang berlebih. Ini merupakan cara
terakhir yang sebenarnya Pak Sarman belum pernah melakukannya.
Apakah “penyakit” air nira mengental ini dialami oleh setiap pohon?
Tidak. Tidak setiap pohon mengalami
gangguan ini. Yang sering terjadi, adalah karena wadah penampungan itu
kotor (terkontaminasi-red). Wadah air nira yang kotor bisa menyebabkan
air nira mengental. Cara mengatasinya yang dengan menggunakan cara-cara
di atas, sekaligus dengan membersihakan wadah penampung nira, dengan
cara dicuci yang bersih bahkan dengan menggunakan pasir atau serbuk abu
dapur dan dibilas dengan air panas. Jangan lupa menggosok-gosok luka
bekas irisan sadap itu dengan kunyit atau daun sirih serta mengikatkan
alang-alang sebagai tanda pohon yang sedang bermasalah.
(Bersambung)
By kebun aren Nunukan; Senin, November 03, 2008
2 komentar
Sabtu, 2008 Oktober 25
By kebun aren Nunukan; Senin, November 03, 2008
2 komentar
Sabtu, 2008 Oktober 25
MEMILIH AREN SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETHANOL
Oleh : Dian Kusumanto
Pada
pertengahan Bulan Agustus 2008 yang lalu penulis mengikuti Pelatihan
Produksi Bioethanol yang diselenggarakan oleh Majalah TRUBUS di
Cimanggis Depok. Penulis bertemu dengan para ahli di bidang Bioethanol
Indonesia, antara lain : Bapak Arief Yudiarto, Bapak Roy Hendroko, Bapak
Ronny Purwadi, Bapak Cecep Sudirman dan Bapak Bambang Purnomo. Beliau
semua adalah para ahli yang bertindak sebagai nara sumber dan instruktur
pelatihan tersebut.
Bapak Arief Yudiarto dan Bapak Roy
Hendroko mengakui bahwa Aren adalah salah satu bahan baku bioethanol
yang paling produktif. Dalam catatannya disebutkan bahwa Aren yang
diolah dari niranya dapat menghasilkan bioethanol sekitar 25.000 dan
40.000 liter/hektar/tahun. Sedangkan komoditi lain jauh lebih rendah.
Nipah, Kelapa dan Lontar yang diambil dari niranya potensi bioethanolnya
antara 15.000, 10.000 dan 8.000 liter/hektar/tahun. Ubijalar, Tebu,
Jagung, Sorgum manis, dan Ubikayu memiliki produktivitas bioethanol
lebih rendah lagi yaitu antara 7.800, 6.000, dan 4.500
liter/hektar/tahun.
Antara Tebu dan Aren
Selama ini bahan baku yang paling banyak
digunakan untuk bioethanol adalah Tebu, terutama memanfaatkan Molases
(tetes tebu) yang merupakan ‘limbah’ (atau lebih tepat produk samping)
dari pabrik gula tebu. Tebu dari batang segarnya mempunyai produktivitas
bioethanol mencapai 6.000 liter/hektar/tahun, sedangkan dari molasesnya
mencapai 1.000 liter/hektar/tahun, kalau dijumlah menjadi sekitar 7.000
liter/hektar/tahun.
Menurut Bapak Bambang Purnomo dari 100 kg
tebu segar akan dihasilkan 85 kg nira tebu (press dua kali). Dari nira
85 kg tersebut diperoleh 6,6 liter bioethanol 95%(v/v). Kalau 1 hektar
tebu, yang menurut Dr. Sunyoto (dari P3GI) Pasuruan, potensi
produktivitas Tebu tahun 2007 sebesar 82 ton/hektar, maka akan diperoleh
nira sebanyak 69.700 kg dan akan menjadi bioethanol sebanyak 82.000/100
x 6,6 = 5.412 liter/hektar. Jadi angka 6.000 liter di atas masih agak
dekat dengan 5.412 liter.
Sekarang masalahnya adalah apakah sama
kandungan gula antara nira dari Tebu dan dengan dari Aren. Karena yang
akan diubah menjadi bioethanol dari kedua nira tersebut adalah gulanya,
makanya kandungan gulanya perlu dibandingkan. Namun kita bisa saja
mengambil hitungan di atas, maksud saya berapa kandungan bioethanol dari
nira. 85 kg Nira Tebu dapat menghasilkan 6,6 liter bioethanol 95% (BE
95), berarti sekitar 7,7 %.
Pengalaman di Minahasa Selatan Nira Aren
dapat mengasilkan BE 95 antara 6 sampai 7 %, tetapi ada yang mengatakan
sampai 7,5 %. Kalau dibandingkan dengan Nira Tebu hampir sama. Misalnya
kita ambil angka terendah yaitu 6 % saja. Jadi berapa hasil BE 95 jika
kita berkebun Aren seluas 1 hektar dalam satu tahunnya? Asumsi kita
setiap hari dalam satu hektar dari 200 pohon yang menghasilkan ada 100
pohon saja, dengan rata-rata produksi nira 15 liter/hari/pohon. Jadi
hasil nira dalam satu hari setiap hektar adalah sekitar 1.500
liter/ha/hari, maka akan menghasilkan BE sebanyak 1.500 liter x 6 % = 90
liter/hari. Kalau dihitung sebulan menjadi 30 hari/bulan x 90
liter/hari = 2.700 liter/bulan, dan menjadi dalam setahun menjadi 12 x
2.700 liter = 32.400 liter BE 95 /hektar/tahun.
Produktifitas BE dari kebun Aren yang
mencapai 32.400 liter itu dihitung dengan asumsi hasil nira 15
liter/pohon/hari. Kalau menggunakan angka produksi nira Aren 10
liter/pohon/hari angka produksi BE-nya menjadi 21.600 liter/ha/tahun.
Sedangkan kalau asumsinya produksi nira Aren 20 liter/pohon/hari, maka
angka produksi BE dari kebun Aren seluas 1 hektar dalam setahunnya
adalah 43.200 liter BE/hektar/tahun. Kita bisa hitung-hitung sendiri
berapa banyak produksi nira dari kebun Aren kita seandainya akan diolah
menjadi BE semua. Dari pengalaman lah yang nanti dapat menetapkan
angka-angka pastinya produksi BE.
Jadi hasil BE antara sehektar lahan Tebu
dan sehektar kebun Aren berbanding antara 5.412 : 32.400 = 1 : 5,98 atau
1 : 6 (satu dibanding enam). Jadi kalau kita menanam 6 hektar Tebu baru
lah sebanding dengan 1 hektar kebun Aren. Atau sebaliknya kalau kita
memiliki 1 hektar kebun Aren maka akan menghasilkan Bioethanol yang
setara dengan menanam Tebu seluas 6 hektar.
Aren vs Nipah dan Kelapa
Bagaimana dengan Nipah dan Kelapa yang
juga sebagai sumber bahan pemanis yang bisa diolah niranya menjadi
Bioethanol? Nipah adalah tanaman yang merupakan anugerah alam di sekitar
pantai atau perairan yang payau. Nipah tumbuh sendiri secara liar di
kanan kiri sungai yang berair payau, pertemuan antara air tawar dan air
laut. Namun yang menjadi kendala pengelolaan nira Nipah adalah sulitnya
menjangkau pokok-pokok Nipah karena tumbuhnya secara liar di pinggir
sungai. Untuk mengumpulkan nira dari pohon ke pohon tingkat kesulitannya
sangat tinggi, karena tanah berlumpur, populasi Nipah yang rapat,
banyak nyamuk, banyak buaya, dll. Produksi nira per pohon per harinya
juga sangat kecil, sehingga pekerjaan pengambilannira dirasa sangat
ribet, rumit, dan kurang praktis.
Kalau Kelapa masih banyak gunanya untuk
keperluan pangan yang lain, sehingga meskipun produktivitasnya cukup
tinggi dengan kemudahan pemungutannya hampir seperti Aren, belum menjadi
pilihan untuk diolah menjadi bioethanol. Kadang yang sering menjadi
pertimbangan adalah faktor pasar serta kemudahannya dalam memprosesnya.
Kalau pasarnya untuk Kelapa segar sudah bagus, mengapa harus
bersusah-susah diolah menjadi bioethanol. Kalau harga Kopra untuk bahan
minyak goreng saja sudah bagus menapa harus diolah menjadi Bioethanol.
Jadi begitulah mungkin cara berpikir yang pragmatis, realistis dan
mungkin ekonomis. Dengan demikian Aren memang lebih unggul dan lebih
efisien jika dibandingkan dengan sumber bahan yang lain untuk
Bioethanol.
Aspek Teknologi Pengolahan Bioethanol
Dari aspek teknologi prossesing-nya
mengolah nira Aren menjadi Bioethanol ternyata yang paling sederhana
dengan peralatan yang paling minimum. Bahkan nira bila dibiarkan saja
akan mengalami fermentasi dan menjadi alkohol, yang disebut sebagai
bioethanol itu. Saking sederhananya masyarakat di Sulawesi Utara,
Sumatera Utara, dll. sudah membudayakan cara mengolah Nira Aren menjadi
Tuak atau Cap Tikus untuk dimurnikan menjadi Bioethanol bagi keperluan
industri dan bahan bakar nabati.
Di Minahasa Selatan sudah dari dulu kala,
secara turun menurun masyarakat memanfaatkan Nira Aren mengelolanya
menjadi Bioethanol. Caranya sebagai berikut, pertama nira Aren disadap
selama 24 jam, kemudian dibiarkan selama 12-24 jam lagi sehingga
terbentuklah ethanol berkadar 6-7 %. Kemudian nira yang telah
terfermentasi tersebut dimasak dalam Drum dan uapnya diembunkan lewat
Bambu. Dari uap air yang merambat di bambu tersebutlah diperoleh
bioethanol berkadar antara 18 – 70%.
Omset pendapatan petani Aren dari bioethanol dengan kebun sehektar
Kalau angka produksi yang digunakan
adalah 32.400 liter/hektar/tahun, sedangkan tingkat harga Bioethanol
seharga Rp 8.000,-/liter BE, maka omset pendapatan petani setiap
hektar/tahun mencapai Rp 259.200.000,- (dua ratus limapuluh sembilan
juta rupiah) per hektar/tahun. Kalau harga Bioethanol mencapai Rp
10.000,-/liter, maka omset pendapatannya akan mencapai Rp 324
juta/ha/tahun. Tentu saja angka ini masih dikurangi segala jenis
biaya-biaya yang diperlukan dari pengelolaan kebun, pengelolaan nira
sampai menjadi bioethanol, dll. Tapi barangkali proporsinya sekitar
30-45% saja, jadi masih ada hasil bersihnya sekitar 55-70% dari omset
pendapatan tadi. Kalau toh hasil bersih yang diperoleh petani 50 % saja
juga masih sangat bagus.
Oleh karena itu para pekebun Aren tidak
hanya boleh KAYA tapi harusnya menjadi KAYA RAYA. Nah… kalau sudah KAYA
atau KAYA RAYA jangan lupa mengeluarkan hak para fakir, miskin, kaum
lemah, dan siapa saja yang membutuhkan pertolongan, yang jumlahnya masih
sangat banyak di negeri kita ini. Makanya dengan membuka KEBUN AREN
sekarang , sekitar delapan sampai sepuluh tahun kemudian kita akan bisa
berbagi dengan hak-hak mereka, karena kita akan KAYA dan KAYA RAYA. Kita
tidak perlu lagi merompak seperti Raden Said, … karena kita sudah
menemukan emasnya Kanjeng Sunan Bonang pada KEBUN AREN kita. InsyaAllah!
Bagaimana menurut Anda?
By kebun aren Nunukan; Sabtu, Oktober 25, 2008
By kebun aren Nunukan; Sabtu, Oktober 25, 2008
DEWAN AREN NASIONAL, APAKAH PERLU?
Oleh : Dian Kusumanto
Adalah Bapak Drs. H. Rusfian, MM. Wakil
Sekjen HKTI Pusat di Jakarta yang melalui SMSnya beliau mempunyai tekad
untuk menghidupkan dan menggerakkan Dewan Aren nasional. Beliau juga
sangat optimis karena Aren sudah selayaknya mendapat perhatian yang
sedemikian besar dan utama karena berbagai keunggulannya. Beliau juga
setuju dengan ungkapan bahwa Aren punya prospek emas yang PRO JOB, PRO
POOR, PRO GROWTH & PRO PLANET, beliau malah menambahkan dengan PRO
HEALTH.
Apresiasi demikian besar terhadap
pengembangan Aren ini sering sekali penulis terima semenjak lahirnya
blog kebunaren.blogspot.com ini. Meskipun jauh sebelumnya penulis sudah
berusaha mengangkat wacana Aren ini di lingkungan penulis yang tentu
saja masih sangat terbatas. Tidak bisa dipungkiri bahwa Majalah TRUBUS
termasuk sebagai media yang sering menggugah penulis agar lebih intensif
lagi memperhatikan dan mengelola informasi seputar Aren ini. Beberapa
lembaga swasta seperti Yayasan Masarang, DIVA’S Maju Bersama, Koperasi
Serba Usaha Suka Jaya, dan banyak juga lembaga-lembaga lainnya turut
menyemarakkan Dunia Aren Nasional.
Tentang perlu segera dibentuknya Dewan Aren Nasional memang didasari oleh beberapa pertimbangan, antara lain :
- Prospek Agribisnis Aren menjanjikan potensi yang paling unggul dibandingkan dengan komoditi-komoditi lainnya.
- Komoditi Aren sangat selaras dengan berbagai isu nasional yang menyangkut Pangan dan Energi, karena Aren bisa mendukung Swa Sembada Pangan melalui substitusinya terhadap kebutuhan gula, mengurangi tekanan penggunaan lahan tanaman pangan dari industri gula berbasis tebu, potensi besar dari niranya yang dapat diolah menjadi BIOFUEL alias BIOETHANOL dengan produktifitas paling tinggi.
- Komoditi Aren dikenal sebagai komoditi yang sudah diandalkan dalam membangun ekonomi kerakyatan pada masa lalu di beberapa daerah, sekarang pun masih diandalkan di beberapa daerah. Produk utama maupun produk lainnya dari Aren sangat dekat dengan pembangunan ekonomi rakyat, industri bisa dikelola oleh rakyat, kerajinan dari seluruh produknya dapat menyerap tenaga kerja sedemikian banyaknya.
- Pada era dimana kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan alam semakin mengancam kehidupan planet ini, maka dipandang perlu segera ada restrukturisasi pola pilihan komoditas agribisnis selaras lingkungan. Dimana aspek ekonomi (agribisnis) tercapai sekaligus faktor lingkungan tetap bisa terjaga secara berkesinambungan. Sebab Aren dikenal sebagai tanaman yang tidak ’egois’, bisa ber’kolaborasi’ dengan jenis tanaman lainnya, terutama pada saat awal pertumbuhannya. Pembungaannya yang terus menerus sepanjang tahun banyak dimanfaatkan untuk memelihara lebah madu, makanya masyarakat sekitar hutan bisa cukup ekonominya dengan memanfaatkan Aren yang tumbuh di situ.
- Pada saat di beberapa daerah sangat bersemangat mengembangkan komoditi industri non pangan dengan perkebunan sekala besar (seperti Kelapa Sawit, Karet, dll.) maka sebenarnya daerah tersebut sedang membangun ketidak seimbangan. Sebab pada saat komoditi non pangan merajalela sedangkan komoditi pangannya tersisihkan, maka pangan daerah tersebut sangat bergantung dari daerah lain. Pada saat ada keadaan dimana daerah lain protektif juga dengan stok pangannya maka hal tersebut akan menjadi ancaman bagi daerah yang tidak mandiri pangannya. Belum lagi pada saat komoditi ekspor berupa bahan non pangan menurun harganya atau permintaannya, maka kondisi ekonomi daerah tersebut bisa mengalami penurunan yang drastis, terjadi krisis ekonomi lokal. Dengan pertimbangan ini maka keragaman komoditi antara yang berbasis pangan dan non pangan menjadi pertimbangan. Aren dalam hal ini bisa menjadi komoditi penyeimbang, karena Aren bisa diarahkan pada industri pangan maupun non pangan.
- Pengembangan Aren sekarang ini masih diprakarsai oleh lembaga-lembaga non pemerintah, bahkan hanya oleh personal-personal secara mandiri, perhatian pemerintah dirasa masih sangat kurang. Badan Litbang Pertanian juga masih belum mengagendakan penelitian dan pengembangan Aren, Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi juga belum melirik Aren. Oleh karena itu Dewan Aren Nasional inilah nanti yang diharapkan dapat mendorong Pemerintah, Departemen Pertanian, Badan Litbang, Perguruan Tinggi, Lembaga Swasta untuk meneliti, mengembangkan Aren dan segala produknya menjadi produk andalan baru yang sangat menguntungkan.
- Manajemen pengembangan Aren ini menjadi sangat penting karena adanya ancaman klaim dari Malaysia yang sekarang sangat getol namun sembunyi-sembunyi mengembangkan Aren ini. Klaim itu bisa saja berupa patent akan produk-produk olahannya seperti gula kristal, gula semut, gula sirup aren, gula instant dengan campuran aneka rasa, kecap yang berbasis gula aren, sampai dengan produk-produk olahan fiber yang berbasis ijuk dari Aren. Demikian bahan-bahan industri dan kerajinan yang terbuat dari lidi Aren. Dengan adanya Dewan Aren Nasional, maka diharapkan dapat membagi peran dan tugas untuk siapa mengerjakan apa, dan kapan harus dimulai serta kapan hasilnya dapat diperoleh. Dewan Aren nasional bersama stake holder yang ada juga akan menyusun Road Map Pengembangan Aren Nasional.
- dll.
Wah…. kalau begitu adanya Dewan Aren
Nasional patut ditunggu agar lahir tidak terlalu lama lagi. Setelah
lahir agar cepat memahami peran dan tugasnya, cepat bergerak namun tetap
sistematis dan strategis. Dewan Aren Nasional juga diharapkan mampu
meyakinkan Pemerintah dan seluruh Stake Holder di bidang pengembangan
Aren agar bisa saling bekerja sama mengembangkan Aren. Dalam SMSnya
Pak Rusfian juga mengusulkan agar Dewan Aren Nasional diketuai oleh
orang-orang yang ‘kuat’ dalam usaha pengembangan Aren secara nasional.
Beliau tak lupa menyebut satu nama yaitu Bapak Hasyim Djojohadikusumo,
seorang tokoh nasional, pengusaha besar nasional yang banyak bergerak
membangkitkan Aren nasional.
Bagaimana menurut Anda ?
By kebun aren Nunukan; Jumat, Oktober 24, 2008
By kebun aren Nunukan; Jumat, Oktober 24, 2008
PENGEMBANGAN AREN DAN KEKHAWATIRAN MARAKNYA MINUMAN KERAS
Penulis : Ir. Dian Kusumanto; 29 September 2008
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kalau
Aren nanti berkembang dikhawatirkan akan marak juga minuman keras
(miras) berupa tuak atau cap tikus dan lain-lain. Apalagi kalau penyadap
juga tidak sanggup mengolah sendiri niranya untuk dijadikan gula, maka
paling gampang yaa.. melepasnya kepada para penampung nira untuk
dijadikan tuak atau miras cap tikus.
Kekhawatiran seperti ini akan
mempengaruhi kebijakan pengembangan Aren di suatu daerah. Bisa saja para
anggota DPRD enggan untuk menyetujui rencana pengembangan Aren di
wilayahnya karena sebab kekhawatiran tersebut. Demikian juga para
pimpinan wilayah tidak mau menanggung resiko manakala makin maraknya
miras tindak kriminal akan semakin meningkat, dan itu adalah akibat dari
kebijakannya. Tentu tidak akan ada artinya seandainya pembangunan fisik
dan ekonomi dilaksanakan namun pembangunan di bidang moral tidak
mengimbanginya.
Kekhawatiran semacam itu akan tetap
menjadi benang kusut manakala kita tidak mencoba mengurai kenapa kita
mesti khawatir. Kekhawatiran adalah sejenis ketakutan manakala akan
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ketakutan adalah termasuk
penyakit kelemahan jiwa manusia karena tidak mengetahui atau memahami
keadaan yang sedang dan akan terjadi. Seandaianya manusia mengetahui
semakin banyak apa yang sedang dan akan terjadi dan memahami cara-cara
untuk mengatasinya, maka ketakutan tersebut akan semakin berkurang atau
hilang. Berkurang dan hilangnya ketakutan menimbulkan keberanian dan
keyakinan dalam menghadapi kejadian yang akan datang.
Jadi…. untuk mengikis kekhawatiran dan
ketakutan akan maraknya miras nanti seandainya Aren sudah berkembang,
maka kita perlu mempelajari dan mencarikan jalan keluar dari sebab-sebab
yang menimbulkan kekhawatiran terjadi. Kita akan mencoba mengurai
benang kusut itu dari permasalahan yang terjadi dari petani Aren
tradisional kita sekarang ini.
Menjual Nira segar lebih pratis dari pada harus mengolah lagi menjadi Gula Aren.
Repotnya mengelola Nira menjadi Gula
Para petani dan penyadap Aren ini kadang
sudah bekerja cukup keras di kebun dan tidak mampu lagi tenaganya untuk
mengolah nira menjadi gula. Belum lagi mencari kayu bakar untuk memasak
gula, kemudian perlu tenaga mengolah gula secara tradisional yang
mencapai 4-5 jam setiap proses, selanjutnya pengemasan gula dan
mengirimkannya ke pedagang gula, dan seterusnya. Rentetan pekerjaan
seperti itu yang menyebabkan petani (yang sebenarnya cukup rasional)
akhirnya memilih jalan pintas mejualnya dalam bentuk Nira Aren Segar,
atau Nira Aren yang terah terfermentasi, tanpa mengolah dan bahkan
dijemput langsung oleh pedagang di kebun.
Namun sebenarnya di relung hati nurani
para petani dan penyadap nira Aren ini, merasa ikut bersalah juga
seandainya berakibat semakin maraknya miras di tempatnya. Seperti yang
dialami oleh Bapak Sarman di Nunukan, beliau sebenarnya juga seorang
imam musholla di tempatnya. Untuk mengurangi rasa bersalahnya, Pak
Sarman menjual nira dalam keadaan masih manis, atau dia menyebutnya
sebagai tuak manis. Namun apa boleh dikata, sebab kayu bakar semakin
susah dicari, tenaga yang membantu memasak juga tidak ada, anak-anak
sudah sekolah/kuliah di luar daerah, apalagi harga pembelian Nira Aren
Segar juga cukup tinggi.
Teknologi yang sangat sederhana menjadi
sebab masih susahhnya cara kerja dalam proses pengolahan gula. Ditambah
lagi karena belum adanya persatuan diantara para perajin Nira Aren, maka
proses menjadi terpencar-pencar dalam skala yang kecil-kecil dan tidak
efisien. Kayu bakar sebagai bahan bakar sistem pengolahan tradisional
semakin sulit dicari, semakin lama semakin jauh dan mahal. Ini semakin
menciutkan nyali bagi pengolahan nia Aren menjadi gula.
Diversifikasi produk, kelembagaan petani Aren, citra produk dari Nira Aren dan upaya penegakan hukum
Ada beberapa skema atau upaya untuk
mengurangi atau meniadakan kekhawatian tadi, antara lain upaya
diversifikasi produk olahan yang bernilai tinggi dan memiliki pangsa
pasar yang luas. Tentu saja upaya diversifikasi produk ini perlu kerja
keras dari semua pihak, karena in butuh waktu yang sangat panjang. Kalau
perlu kita iklankan di TV nasional, produk yang sebenarnya biasa-biasa
saja menjadi berbeda dengan sesamanya karena seringnya dicitrakan
melalui iklan TV. Contoh seperti produk gula putih merek GULAKU, tepung
beras ROSE BRAND, permen RELAXA, Sirup ABC, Sirup COCO PANDAN, dll.
Pencitraan produk dari Nira Aren
sebenarnya harus dimulai dari hulu sampai dengan hilirnya dan terakhir
diiklan TV. Dari mulai membuat SOP (standard operasional prosedur) di
dalam kegiatan budidaya dan pemeliharaan kebun Aren, SOP pengelolaan
nira sampai dengan pengemasan produknya dan pemasarannya. Semua harus
dikelola tidak secara tradisional lagi, sudah harus profesional. Oleh
karena itu petani harusnya dihimpun atau terhimpun dalam suatu korporasi
seperti kelompok tani, koperasi, atau ada pengusaha yang menghimpunnya
baik secara kelompok ataupun terpisah-pisah.
Pada skala yang lebih luas misalnya
tingkat kabupaten, dibentuk Asosiasi Petani Aren tingkat kabupaten.
Selanjutnya akan dibentuk Asosiasi Aren Tingkat Nasional, yang antara
lain bertugas untuk membangun citra produk-produk dari Aren Indonesia
pada tingkat nasional dan dunia. Selain itu Asosiasi ini juga bisa
mendorong Pemerintah untuk lebih memperhatikan pengembangan Aren di masa
yang akan datang.
Selain itu juga dengan upaya penegakan
hukum, karena sebenarnya minuman beralkohol harus dibatasi dan diawasi
peredarannya. Penegakan aturan ini dimulai dengan pembentukan
peraturan-peraturan yang dituangkan dalam suatu Perda di setiap daerah
beserta implementasinya di lapangan, termasuk kepada produk-produk
minuman beralkohol yang dihasilkan dari Nira Aren ini. Sesekali
dilakukan sweeping oleh petugas pengawas PERDA, biasanya SATPOL PP, bagi
mereka yang melanggar ketentuan akan perdagangan miras termasuk tuak
pahit ini.
Perda ini bisa berbeda nuansanya antara
daerah satu dengan yang lain. Contoh seperti di SULUT, dimana minum Cap
Tikus sudah menjadi hal biasa dan membudaya, bahkan mungkin tuntutan
dari iklimnya yang memang dingin. Demikian juga di daerah SUMUT yang
mana nira Aren biasa dikonsumsi menjadi TUAK atau BALOK. Akan berbeda
dengan daerah yang mana komunitas muslimnya kuat menjalankan syari’ah
seperti di SULSEL atau di ACEH. Akan berbeda juga dengan daerah BANTEN
atau bahkan dengan Kalimantan Timur. Nah… inilah Indonesia!!!
Nira sebenarnya bisa dikembangkan atau didiversifikasikan menjadi aneka produk yang sangat beragam, antara lain :
- Nira Aren Segar
- Nira Aren Segar aneka rasa & aroma
- Syrup Aren Murni
- Syrup Aren aneka rasa & aroma
- Gula Aren Cetak Murni (aneka bentuk dan ukuran)
- Gula Aren Cetak dengan aneka rasa & aroma
- Gula Aren Serbuk (gula Aren semut)
- Gula Aren Serbuk (gula Aren semut) dengan aneka rasa & aroma
- Aneka minuman instan berkhasiat (kombinasi dengan beragam ramuan minuman berkhasiat obat)
- dan lain-lain.
Kalau toh di suatu daerah Nira Aren hanya
dijual dalam bentuk Tuak atau Cap Tikus, sebenarnya menunjukkan bahwa
di daerah tersebut belum tergarap dengan baik target pasar di luar
penggemar Tuak atau Cap Tikus ini. Sebenarnya akan lebih banyak
penggemar Nira Aren Segar kalau para produsen Nira ini bisa menciptakan
pencitraan yang baik akan produknya. Kalau dipikirkan sebenarnya nggak
susah susah amat sih, tapi kalau nggak ada yang memulai yang
berinisiatif mencoba-coba, yang berani rugi dulu, yang beresiko sebagai
Sang Pencetus, Sang Pelopor, Sang Pemula.
Jangan khawatir karena nanti juga sejarah
yang akan mencatat jasa-jasa bagi para Pelopor tadi. Kalau toh kita
ikhlas dengan upaya-upaya kita dan hanya karena ingin bermanfaat bagi
sesama itu saja sudah cukup. Tuhan saja Yang Maha Mengetahui. Tapi bagi
sang pelopor yang sukses maka brand image akan melekat selamanya. Contoh
kalau kita ingat air dalam kemasan kita menyebutnya dengan air AQUA,
plaster penutup luka maka yang disebut pasti HANDYPLAST, pompa air orang
menyebut dengan SANYO, dll. Artinya nama produk itu sudah melekat
dengan merk sang pelopornya.
Pasar produk minuman seperti Nira Aren
Segar atau tuak manis (atau legen, bhs. Jawa) sebenarnya bisa dijajagi,
kalau seandainya teknologi pengawetan dan pengemasannya sudah paten. Di
daerah Jawa Timur seperti di sekitar Surabaya, Gresik, Lamongan dan
Tuban dikenal legen sebagai minuman segar yang dijajakan kepada para
pengguna jalan. Legen yang dijajakan disini berasal dari tanaman Lontar
atau Siwalan, masih se keluarga dengan tanaman Aren, yaitu dari keluarga
Palma.
Nira segar Siwalan dengan jerigen-jerigen
plastik 20 literan dengan kendaraan mobil pick up setiap pagi
didistribusikan kepada penjaja langganannya di warung-warung, penjual
legen dipinggir jalan, di tempat-tempat keramaian seperti pabrik,
terminal, pasar, sekolah dan lain-lain. Namun minuman ini harus habis
hari itu juga, kalau tidak habis biasanya dimasak atau direbus agar
tidak masam atau mengalami fermentasi, dan besuknya bisa dijual kembali.
Sang penjual biasanya juga menyiapkan ES BATU, sebab Legen akan lebih
nikmat kalau diminum dalam keadaan dingin, segar sekali. Di
terminal-terminal bus juga dijajakan legen manis dalam kemasan botol
aqua tanggung, atau botol aqua besar untuk oleh-oleh.
Tentu saja pengemar minuman yang
menyegarkan, yang berkhasiat obat, dan bisa menyembuhkan penyakit
tertentu ada dimana-mana, dan jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan
dari penggemar tuak. Karena konsumen minuman segara itu dari semua
kalangan tidak memandang anak-anak maupun orang dewasa, tidak memandang
yang ekonominya biasa-biasa sampai orang-orang yang kaya. Oleh karena
perlu digali dan dikembangkan produk Nira Aren Segar ini sehingga
menjadi komoditi yang bisa menjadi kebutuhan banyak orang dan dapat
diandalkan oleh para perajin nira.
Kalau nira dari Siwalan bisa dijual dalam
bentuk segar dan manis, bukan sebagai minuman yang memabukkan atau
minuman keras (miras), maka nira Aren pasti bisa juga dijual dalam
bentuk nira yang manis, segar dan tidak memabukkan, yaitu Legen Aren.
Legen Aren sebenarnya adalah Nira Aren yang kondisinya tetap tidak
berubah, tetap segar dan belum mengalami fermentasi atau perubahan kimia
dan fisiknya. Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengawetan Nira
Segar atau Legen Aren ini perlu dicari dan terus menerus diperbaiki,
demikian juga bentuk-bentuk pengemasannya yang menarik. Karena Nira Aren
yang masih segar sebenarnya memiliki banyak khasiat obat dan sering
untuk upaya penyembuhan penyakit tertentu.
Oleh karena itu harus dibuat brand image
yang bagus tentang Legen Aren ini, sebagai Nira Aren Segar, atau apa
namanya, namun dengan menyebut nama itu akan tercitra suatu produk
minuman yang semua orang merasa senang, aman dan tidak khawatir. Ini
sudah dimulai oleh Ibu Evi dan Bapak Indrawanto dengan DIVA’S Maju
Bersamanya, kemudian Bapak Suparno Jumar dengan Kedai Halimunnya, dan
lain-lain. Selamat bagi yang sudah memulainya semoga selalu tetap
berjaya.
Gula Cair Kental dan Gula Semut Aren dari Kedai Halimun Bogor
Gula Aren Kristal, Syrup Kalamansi dan Syrup Gula Aren dari DIVA’s Maju Bersama Serpong
Perkembangan di negeri tetangga Malaysia
juga sudah cukup baik, seperti yang dilakukan oleh Datuk Harris Mohd.
Salleh sang pemilik Balung River Plantation. Selain sebagai perkebunan
yang tertata rapi yang juga dijadikan Eco Resort yang dilengkapi dengan
fasilitas Agrowisata yang menarik, juga pabrik industri pengolahannya.
Balung River Plantation ini berada di Negara Bagian Sabah (tetangga
berbatasan dengan Kabupaten Nunukan) selain Aren dan pabrik
pengolahannya, juga ditanami Kelapa Sawit, Pohon Jati, Buah Naga dan
kebun Misai Kucing (Kumis Kucing), Mengkudu (Noni) dan pengolahannya.
Kebun aneka komoditi dengan pabrik pengolahannya yang ditata rapi dan
menarik menjadi obyek pariwisata (Agrowisata) akan menjadi nilai lebih
yang dapat mendatangkan tambahan pendapatan. Namun yang tidak kalah
pentingnya adalah terciptanya pencitraan terhadap produk yang
dihasilkan. Brand Image akan tercipta dan terjaga dengan konsep
keterpaduan seperti di Balung River Plantation ini.
Balung Arenga Pinnata Syrup is all
natural – no chemicals or preservatives are added. In conclusion, arenga
pinnata consumption is a traditional and homeopathic remedy and shall
ultimately revitalize the body. “We are having our own plantation over
5, 000 acres at Balung, Tawau, Sabah, Malaysia” kata Datuk Harris Mohd
Salleh, pemilik Balung River Plantation atau juga dikenal dengan Kebun
Rimau Sdn BHD.
http://www.borneoquest.com/BalungEco.htm
Apa yang sudah dilakukan oleh beberapa
usahawan di atas bisa menjadi pelajaran bagi kita, seandainya kita ingin
membina para petani Aren kita. Bagaimana kita menciptakan antar petani
dalam suatu kawasan itu bersatu membentuk kelompok tani. Ini permulaan
pembinaan yang sangat penting. Karena dengan membentuk kelompok kita
bias mengatur kawasan hamparan ini lebih menarik, selain itu dalam
mengelola hasil Nira dan yang lain dari Aren bias lebih efisien. Kalau
produk dari kelompok ini dikelola dengan bagus, bisa berdaya saing,
mempunyai nilai lebih, maka sebenarnya kita telah membangun citra
produk.
Apalagi bila kita bisa mengelola kawasan
perkebunan Aren milik kelompok tani ini menjadi suatu obyek yang
memiliki citra baik yang pantas untuk dikunjungi sebagai tempat wisata
alternatif. Kebun Aren dengan barisan tanaman yang tertata, para
penyadap yang bekerja secara unik dengan keteraturan rutintasnya, dan
para perajin gula Aren dengan kesibukannya di unit-unit pengolahan gula
dengan tempat yang teratur rapi bersih dan baik penataannya. Ini bisa
jadi tambahan pendapatan serta pencitraan akan merk dari produk yang
dihasilkan bagi para pengelolanya.
Bagaimana menurut Anda, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian para pemerhati dan praktisi Aren?
MENUJU EFISIENSI BAHAN BAKAR INDUSTRI GULA AREN RAKYAT
Penulis : Ir. Dian Kusumanto, Minggu, 2008 September 21
Sudah agak lama saya mengendapkan
pemikiran tentang kenapa industri gula Aren rakyat tidak begitu
berkembang, bahkan terkesan semakin menurun dan ditinggalkan. Begitu
juga pada saat mengulang kajian tentang kenapa Aren tidak berkembang
seperti Kelapa Sawit. Rupanya hal ini barangkali saling berkaitan,
saling berjalin berkelindan, seperti benang kusut.
Prospek produktifitas yang sangat
potensial belum tercerahkan dengan benar, mungkin belum banyak yang
terpanggil untuk turut mengurai benang kusut tadi. Beberapa hal yang
cukup mengganggu sebenarnya secara teknologi relatif sangat gampang
diatasi bahkan sudah ada solusinya. Yang saya maksud adalah banyaknya
penggunaan bahan bakar untuk mengolah nira menjadi gula Aren.
Mari menghitung kebutuhan kayu bakar
Di beberapa daerah seperti di Sulawesi
Selatan, misalnya rata-rata setiap keluarga mengelola antara 20-40 liter
nira setiap hari. Nira sebanyak itu dimasak dalam suatu kuwali atau
wajan besar yang dipanaskan di atas tungku dari tanah atau semen. Setiap
kali pemasakan nira sampai menjadi gula memakan waktu sekitar 4-5 jam
per proses. Dalam memasak nira menjadi gula para perajin ini terus
menerus melakukan pengadukan, dengan maksud agar panasnya merata dan
cairan panas cepat mengental.
Para perajin Gula Aren tradisional ini
dalam setiap prosesnya bisa menghabiskan kayu bakar yang cukup banyak
bisa mencapai antara 20-40 kg kayu bakar. Atau katakanlah antara nira
yang dimasak dengan kayu bakar yang diperlukan berbanding 1 : 1, artinya
untuk memasak setiap 1 liter nira sehingga menjadi gula memerlukan 1 kg
kayu bakar. Rasio nira : kayu bakar dalam pemasakan gula ini tentu
sangat bervariasi antara perajin satu dengan lainnya. Angka di atas
untuk memudahkan cara kita menghitung atau membayangkan kebutuhan kayu
bakarnya.
Maka bisa dibayangkan kalau setiap petani
harus menyediakan kayu bakar 20-40 kg setiap hari, berarti sekitar
600-1.200 kg kayu bakar per bulan. Dalam satu tahun kebutuhan kayu bakar
akan mencapai 7.200-14.400 kg kayu bakar per tahun per orang perajin.
Kalau dihitung dengan rasio nira : kayu
bakar bisa lebih mudah untuk menghitung produksi dari suatu areal
perkebunan aren. Jika setiap hektar dari kebun Aren dapat disadap nira
1000-2000 liter per hari, maka akan diperlukan kayu bakar antara 1-2 ton
katu bakar per harinya atau 360 – 720 ton kayu bakar per tahun per
hektar kebun Aren. Kalau satu truk dapat memuat kayu bakar sekitar 5 ton
berarti diperlukan 72-144 truk kayu bakar per hektar per tahun. Nah….
itu baru 1 hektar, kalau 10 hektar, 100 hektar, 1000 hektar dan
seterusnya. Waah……mungkin hutan kita akan menjadi gundul dalam waktu
yang sangat cepat hanya untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar guna
mengolah nira aren menjadi gula.
Dari gambaran tadi kita dapat
menyimpulkan betapa beratnya beban lingkungan dan beban masyarakat
petani dalam mengumpulkan kayu bakar, jika teknologi yang digunakan
tidak hemat bahan bakar. Pola tradisional dalam memasak nira menjadi
gula ini bisa menjadi faktor negatif dalam pengembangan Aren di tingkat
masyarakat petani, ditingkat penyusun kebijakan dan di tingkat praktisi
pembina di lapangan.
Inilah barangkali yang menjadi penghambat
akan pengembangan Aren oleh petani tradisional kita. Petani menjadi
agak sulit jika mengembangkan melebihi kemampuannya dalam mengadakan
tenaga penyadap dan tenaga untuk memasak gula. Kalau sekiranya seluruh
anggota keluarga sudah dikerahkan petani enggan atau masih belum berani
memanggil tenaga dari luar sistem keluarganya. Oleh karena itulah
kepemilikan pohon Aren masing-masing keluarga petani kita masih sangat
rendah. Belum ada penelitian tentang berapa rata-rata kepemilikan pohon
Aren masing-masing petani kita.
Di Nunukan Kalimantan Timur, di tempat
penulis ini tinggal para petani sebenarnya memiliki lahan yang rata-rata
sangat luas. Namun pohon Aren yang ditanam tidak terlalu banyak
rata-ratanya sekitar 10-20 pohon per keluarga. Seperti juga yang
diungkapkan oleh Pak Pawisa seorang mantan petani Aren dari Sulawesi
Selatan yang sekarang menjadi petani sawah di Sei Jepun, Nunukan
Selatan, dia mengatakan kalau petani memiliki 10 pohon Aren yang
produktif saja sudah lumayan penghasilannya, sudah bisa mencukupi
keluarganya. Kalau misalnya rata-rata mengeluarkan nira 10 liter per
pohon berarti sudah ada 100 liter setiap harinya, berapa tenaga dari
keluarganya yang dikerahkan untuk menyadap pohon sekaligus, memasak
nira, mencari kayu bakar, dan seterusnya.
Oleh karena itu petani akan memilih
alternatif yang paling gampang, tanpa harus repot mengolah atau memasak
menjadi gula, yaitu menjualnya menjadi tuak manis. Sebenarnya di hati
kecilnya petani tidak ingin menjadi sebab maraknya minuman keras
tradisional ini. Apa boleh buat, karena tingkat kesulitannya yang tinggi
untuk mencari kayu, memasak nira menjadi gula juga butuh tenaga yang
cukup berat, maka terpaksa nira dijual saja karena toh sudah ada yang
datang membelinya di kebun. Belum lagi keadaan sekarang mencari kayu
sudah semakin sulit, semakin lama juga akan semakin jauh. Mengandalkan
dari kebun sendiri juga tidak mungkin karena kebutuhan kayu bakarnya
juga setiap hari, nanti lama kelamaan akan habis juga.
Petani Aren kita kebanyakan belum
melembagakan diri dalam suatu kelompok tani Aren, hampir semuanya masih
sangat tradisional dalam mengembangkan usaha tani Aren. Hal ini memang
tidak pernah dirancang sebelumnya, sebab pohon Aren yang dikelolanya
adalah warisan dari alam, tidak pernah terpikir menanam dengan pola
perkebunan yang teratur dan dalam jumlah banyak. Syukur sekali kalau ada
koperasi yang menghimpun petani Aren menampung Gulanya. Mungkin bisa
dihitung dengan jari adanya koperasi yang menghimpun nira dari para
petani, kemudian koperasi dengan kilangnya mengolah menjadi gula. Kalau
ada yang demikian kesulitan-kesulitan petani dapat diatasi, yaaa..
meskipun petani hanya menerima pembayaran dari hasil nira saja.
Teknologi tungku hemat energi
Yang menjadi kendala besar bagi para
petani Aren adalah teknologi yang masih sangat sederhana dalam mengolah
nira menjadi Gula, sehingga berakibat pada :
- kebutuhan bahan bakarnya tinggi
- butuh tenaga yang banyak dan kuat
- menyita waktu untuk mengerjakan yang lain
- sumber bahan bakar semakin lama semakin sulit dan mahal
Dari sebab-sebab di atas menjadikan Aren sulit berkembang menjadi komoditi andalan keluarga tani, maka kemudian menyebabkan :
- karena dikelola kebanyakan jauh dari rumah
- produk hasil olahan mutunya, penampilannya belum standard
- belum banyak kreasi produk olahan dari Aren
- pasar produk gula Aren agak sulit berkembang pasarnya.
Teknologi tungku yang hemat energi, hemat
kayu bakar diyakini akan dapat mengurangi tingkat kesulitan petani
dalam mengolah nira menjadi gula. Pada industri gula kelapa rakyat di
Banyuwangi Jawa Timur sudah dikenal model tungku koloni yang hemat
energi kayu bakar. Satu tungku yang sangat panjang terdapat wajan atau
kuwali sekitar antara 4,6,8 bahkan 10 sampai dengan 12 buah, tergantung
dari berapa banyak jumlah nira kelapa yang disadap.
Penulis bersyukur sempat menjadi pedagang
gula kelapa, sehingga masih ingat betul model tungkunya. Ingin rasanya
mengulang nostalgia mengelilingi kebun-kebun kelapa rakyat untuk berburu
gula kelapa. Kenapa berburu karena hampir tidak ada perajin gula kelapa
yang terbebas dari para tengkulak atau juragan. Semuanya sudah punya
hutang, sudah terikat kontrak menjual gula hanya kepada para tengkulak
tersebut, berapapun harga pasaran ketika itu. Sehingga kalau pedagang
baru ingin mendapatkan gula kelapa, yaa….. mesti bergerilya mencari
perajin yang mau menjual gulanya kepada kita, meski dinaikkan sedikit
dari harga yang diambil oleh tengkulak. Eh.. ngelantur…..
Adapun bentuk tungku yang diyakini dapat menghemat bahan bakar adalah sebagai berikut :
Model THE DK1
Keterangan gambar :
1. Tungku ini terdiri dari 4 kuwali atau 4 wajan yang disusun rapat sehingga tidak ada celah atau lubang sehingga api atau panas tungku keluar.
2. Cerobong asap ada di bagian paling belakang tungku dibuat meninggi dan bertutup di atas lubangnya namun masih ada celah bagi udara untuk keluar.
3. Di bagian depan tungku ada dua lubang, yang di bagian atas menjadi tempat masuknya bahan bakar yang dibuat dari susunan plat-plat besi baja atau besi beton supaya ada jalan bagi abu jika kayu sudah terbakar untuk turun ke bagian bawah. Lubang tungku bagian bawah digunakan untuk mengambil abu sisa pembakaran kayu, sehingga tidak menutupi perapian.
4. Tungku model ini sudah ada sejak dulu pada perajin-perajin gula kelapa di Kabupaten Banyuwangi, Blitar Jawa Timur. Bahkan jumlah kuwali dari setiap tungku bisa mencapai 10-12 buah, sehingga tungku ni kelihatan sangat panjang.
1. Tungku ini terdiri dari 4 kuwali atau 4 wajan yang disusun rapat sehingga tidak ada celah atau lubang sehingga api atau panas tungku keluar.
2. Cerobong asap ada di bagian paling belakang tungku dibuat meninggi dan bertutup di atas lubangnya namun masih ada celah bagi udara untuk keluar.
3. Di bagian depan tungku ada dua lubang, yang di bagian atas menjadi tempat masuknya bahan bakar yang dibuat dari susunan plat-plat besi baja atau besi beton supaya ada jalan bagi abu jika kayu sudah terbakar untuk turun ke bagian bawah. Lubang tungku bagian bawah digunakan untuk mengambil abu sisa pembakaran kayu, sehingga tidak menutupi perapian.
4. Tungku model ini sudah ada sejak dulu pada perajin-perajin gula kelapa di Kabupaten Banyuwangi, Blitar Jawa Timur. Bahkan jumlah kuwali dari setiap tungku bisa mencapai 10-12 buah, sehingga tungku ni kelihatan sangat panjang.
Dengan model tungku semacam ini energi
panas menjadi sangat efisien tidak terbuang, karena memang tidak ada
celah api atau panas keluar dari tungku, kecuali energi panas itu sudah
melewati kuwali-kuwali yang berderet-deret, baru terbuang melewati
cerobong yang berada di belakang tungku. Semakin lama api menyala di
tungku, maka ruang udara di cerobong juga akan semakin panas, sehingga
berat jenis udara mengembang mengakibatkan daya hisap yang semakin kuat
agar udara (O2) yang segar masuk lewat lubang di bagian depan tungku.
Karena kencangnya daya hisap udara panas ini bahkan menimbulkan suara
yang bergemuruh, sehingga kita tidak perlu lagi untuk mengipasi api.
Mengipasi api hanya pada saat pertama kali tungku akan dinyalakan,
setelah tungku panas tidak diperlukan lagi, bahkan kita perlu mengurangi
daya hisap udara panas itu dengan sedikit menutup celah lubang dengan
bahan bakar yang ada.
Pemasakan nira yang utama adalah pada
kuwali atau wajan yang pertama, karena panasnya yang langsung dari api
bahan bakar, sedang kuwali yang nomor dua dan seterusnya memanfaatkan
panas yang berlebih dari perapian pada kuwali petama. Kalau jumlah
niranya masih banyak maka akan diisikan pada kuwali-kuwali selanjutnya,
dengan harapan akan mendapat pemanasan yang lumayan sebelum mencapai
pengadukan di kuwali pertama. Pengadukan dilakukan bisanya hanya
dilakukan pada kuwali yang pertama tapi adakalanya kalau cukup panas
pengadukan juga dilakukan sampai kuwali yang kedua.
Proses pembuatan gula dengan tungku model ini bisa menghemat waktu yang sangat banyak, apalagi kalau nira yang disadap cukup banyak. Kalau setiap kuwali itu bisa menampung sampai 20-40 liter, maka tinggal disesuaikan saja berapa hasil nira harian terbesar dengan berapa kuwali yang harus dipasang dalam tungku itu, atau bahkan berapa tungku yang harus dibuat.
Proses pembuatan gula dengan tungku model ini bisa menghemat waktu yang sangat banyak, apalagi kalau nira yang disadap cukup banyak. Kalau setiap kuwali itu bisa menampung sampai 20-40 liter, maka tinggal disesuaikan saja berapa hasil nira harian terbesar dengan berapa kuwali yang harus dipasang dalam tungku itu, atau bahkan berapa tungku yang harus dibuat.
Penghematan pemakaian kayu bakar juga
akan sangat dirasakan, karena tungku ini sangat fleksibel dengan hasil
produksi nira dari kebun. Atau bahkan kalau kurang kita bisa menampung
atau membeli nira dari petani yang lain. Hampir tidak ada lagi
kekhawatiran, kecemasan kelebihan produksi nira akan merepotkan kita.
Sedikit atau banyaknya nira tidak menyebabkan perajin khawatir tidak
sempat mengolahnya. Bahan bakar tungku ini tidak hanya kayu bakar, namun
bisa juga menggunakan limbah gergajian kayu, tahi gergaji, sekam padi,
limbah cangkang kelapa sawit, dan lain-lain.
Model dari THE (Tungku Hemat Energi) di
atas dapat dikembangkan dengan beberapa pola, beberapa alternatif pola
pengembangan tungku itu adalah sebagai berikut :
Model THE DK2
Keterangan gambar :
1. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali utama dan 1 penampung nira berupa kuwali yang memanjang berbentuk separuh silinder.
2. Cerobong asap sama.
3. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu.
4. Model tungku kedua ini menggabungkan kuwali-kuwali nomor 2 dan seterusnya menjadi satu kuwali yang panjang, untuk meniadakan proses memindahkan nira dari kuwali satu menuju kuwali yang ada di depannya. Agar tenaga hanya terfokus pada kuwali yang pertama, sebab tingkat kekentalan yang tepat harus dikontrol dengan cermat supaya mutu gula yang dicetak nanti pas sesuai standard yang ditetapkan. Besarnya kapasitas kuwali kedua yang panjang ini tergantung dari kira-kira produksi nira maksimal yang dihasilkan oleh petani tersebut.
5. Yang agak sulit adalah mencari bentuk kuwali yang memanjang ini, kecuali jika memesannya pada bengkel. Kuwali panjang ini dapat juga dibuat dari drum yang dibelah separuh kemudian disambung-sambungkan sampai panjang yang dikehendaki. Kalau tinggi suatu drum sekitar 90 cm maka kalau 3 drum utuh yang dibelah menjadi enam bagian kuwali, maka jika disambung akan menjadi sekitar 5 meteran, yang bisa menampung sampai 500 liter nira.
1. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali utama dan 1 penampung nira berupa kuwali yang memanjang berbentuk separuh silinder.
2. Cerobong asap sama.
3. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu.
4. Model tungku kedua ini menggabungkan kuwali-kuwali nomor 2 dan seterusnya menjadi satu kuwali yang panjang, untuk meniadakan proses memindahkan nira dari kuwali satu menuju kuwali yang ada di depannya. Agar tenaga hanya terfokus pada kuwali yang pertama, sebab tingkat kekentalan yang tepat harus dikontrol dengan cermat supaya mutu gula yang dicetak nanti pas sesuai standard yang ditetapkan. Besarnya kapasitas kuwali kedua yang panjang ini tergantung dari kira-kira produksi nira maksimal yang dihasilkan oleh petani tersebut.
5. Yang agak sulit adalah mencari bentuk kuwali yang memanjang ini, kecuali jika memesannya pada bengkel. Kuwali panjang ini dapat juga dibuat dari drum yang dibelah separuh kemudian disambung-sambungkan sampai panjang yang dikehendaki. Kalau tinggi suatu drum sekitar 90 cm maka kalau 3 drum utuh yang dibelah menjadi enam bagian kuwali, maka jika disambung akan menjadi sekitar 5 meteran, yang bisa menampung sampai 500 liter nira.
Teknologi mempercepat olah nira menjadi gula
Mempercepat proses pengolahan nira ke
gula adalah langkah taktis yang bisa mengurangi kebutuhan bahan bakar
yang semakin langka dan semakin mahal. Kalau ingin industri rakyat gula
Aren bisa bersaing dan tumbuh sebagai industri yang efisien maka langkah
perbaikan teknologi dan manajemen pengolahan nira ke gula menjadi upaya
utama yang sangat strategis.
Memahami bahan dasar yang berupa Nira yang rasanya manis tersebut menjadi penting. Nira sebenarnya air tanaman yang mengandung gula atau bahan yang manis. Untuk memperoleh gulanya kita harus mengurangi kandungan airnya dengan cara dipanaskan. Kenapa dipanaskan? Karena air akan menguap menjadi uap air yang melayang ke udara jika sudah mencapai suhu minimal 100 derajat Celcius. Semakin banyak air yang menguap semakin cepat juga cairan nira mengental, karena kandungan airnya semakin sedikit.
Memahami bahan dasar yang berupa Nira yang rasanya manis tersebut menjadi penting. Nira sebenarnya air tanaman yang mengandung gula atau bahan yang manis. Untuk memperoleh gulanya kita harus mengurangi kandungan airnya dengan cara dipanaskan. Kenapa dipanaskan? Karena air akan menguap menjadi uap air yang melayang ke udara jika sudah mencapai suhu minimal 100 derajat Celcius. Semakin banyak air yang menguap semakin cepat juga cairan nira mengental, karena kandungan airnya semakin sedikit.
Sebenarnya selain panas yang mencapai
diatas 100 derajat Celcius penguapan air menjadi uap air akan sangat
dipengaruhi oleh luas permukaan penguapan. Jadi pada pengembangan
teknologi mempercepat olah nira ke gula selain panas yang cukup juga
didalam prosesnya dilakukan tidak sekedar mengaduk, tapi selain
meratakan suhunya ke bahan nira, proses juga memperluas permukaan
penguapan.
Upaya memperluas permukaan penguapan
sambil terus dipanaskan secara merata ini merupakan dasar pengembangan
tungku yang kedua. Ada beberapa alternatif model tungku, yaitu :
a. Model THE DK 3
Keterangan gambar :
1. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu
2. Cerobong asap sama.
3. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali utama dan 1 penampung nira berupa kuwali yang memanjang berbentuk separuh silinder, ditambah unit yang mensirkulasi nira panas kemudian mengalirkan dari tangga-tangga nira dengan maksud agar luas permukaan penguapan bertambah. Dengan luas permukaan penguapan yang semakin luas air yang menguap semakin cepat, sehingga nira dapat semakin cepat mengental karena kandungan airnya cepat menguap ke udara. Kalau sudah cukup kental nira segera dipindah ke kuwali yang pertama untuk dilakukan pengadukan dan kemudian kalau sudah cukup derajat kekentalannya kemudian diambil untuk pencetakan menjadi gula cetak atau gula semut.
4. Yang agak sulit adalah mencari unit yang bisa mensirkulasi air nira panas, selain memerlukan bantuan pompa juga mengatur tangga-tangga penipisan aliran untuk memperluas permukaan air nira panas sehingga uap air yang panas terpisah dari nira. Kapasitas kuwali sirkulasi ini mampu menampung sampai 500 liter nira atau dapat disesuaikan tergantung dari kebutuhannya.
1. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu
2. Cerobong asap sama.
3. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali utama dan 1 penampung nira berupa kuwali yang memanjang berbentuk separuh silinder, ditambah unit yang mensirkulasi nira panas kemudian mengalirkan dari tangga-tangga nira dengan maksud agar luas permukaan penguapan bertambah. Dengan luas permukaan penguapan yang semakin luas air yang menguap semakin cepat, sehingga nira dapat semakin cepat mengental karena kandungan airnya cepat menguap ke udara. Kalau sudah cukup kental nira segera dipindah ke kuwali yang pertama untuk dilakukan pengadukan dan kemudian kalau sudah cukup derajat kekentalannya kemudian diambil untuk pencetakan menjadi gula cetak atau gula semut.
4. Yang agak sulit adalah mencari unit yang bisa mensirkulasi air nira panas, selain memerlukan bantuan pompa juga mengatur tangga-tangga penipisan aliran untuk memperluas permukaan air nira panas sehingga uap air yang panas terpisah dari nira. Kapasitas kuwali sirkulasi ini mampu menampung sampai 500 liter nira atau dapat disesuaikan tergantung dari kebutuhannya.
b. Model THE DK4
Keterangan gambar :
1. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu
2. Cerobong asap sama.
3. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali besar, ditambah unit yang mensirkulasi nira panas kemudian mengalirkan dari tangga-tangga nira yang berbentuk lingkaran-lingkaran yang kecil di bagian atas kemudian semakin besar di bagian bawahnya, dengan maksud agar luas permukaan penguapan bertambah. Dengan luas permukaan penguapan yang semakin luas uap air panas yang menguap semakin cepat, sehingga nira dapat semakin cepat mengental karena kandungan airnya cepat menguap ke udara. Kalau sudah cukup kental nira segera dipindah untuk dilakukan pengadukan dan kemudian kalau sudah cukup derajat kekentalannya kemudian diambil untuk pencetakan menjadi gula cetak atau gula semut.
4. Yang agak sulit adalah mencari unit yang bisa mensirkulasi air nira panas, selain memerlukan bantuan pompa juga mengatur tangga-tangga penipisan aliran untuk memperluas permukaan air nira panas sehingga uap air yang panas terpisah dari nira. Kapasitas kuwali sirkulasi ini mampu menampung sampai 500 liter nira atau dapat disesuaikan tergantung dari kebutuhannya.
1. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu
2. Cerobong asap sama.
3. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali besar, ditambah unit yang mensirkulasi nira panas kemudian mengalirkan dari tangga-tangga nira yang berbentuk lingkaran-lingkaran yang kecil di bagian atas kemudian semakin besar di bagian bawahnya, dengan maksud agar luas permukaan penguapan bertambah. Dengan luas permukaan penguapan yang semakin luas uap air panas yang menguap semakin cepat, sehingga nira dapat semakin cepat mengental karena kandungan airnya cepat menguap ke udara. Kalau sudah cukup kental nira segera dipindah untuk dilakukan pengadukan dan kemudian kalau sudah cukup derajat kekentalannya kemudian diambil untuk pencetakan menjadi gula cetak atau gula semut.
4. Yang agak sulit adalah mencari unit yang bisa mensirkulasi air nira panas, selain memerlukan bantuan pompa juga mengatur tangga-tangga penipisan aliran untuk memperluas permukaan air nira panas sehingga uap air yang panas terpisah dari nira. Kapasitas kuwali sirkulasi ini mampu menampung sampai 500 liter nira atau dapat disesuaikan tergantung dari kebutuhannya.
Teknologi prosesing gula sistem kontinyu
Teknologi ini adalah perbaikan dari model
pengolahan yang berbasis tungku seperti di atas. Sebenarnya prinsip
yang digunakan adalah sama yaitu pemanasan, sirkulasi dan permukaan
penguapan yang diperluas. Namun pada teknologi THE di atas sistem
pengolahan nira menjadi gula adalah sistem terputus atau batch.
Kelemahan sistem terputus ini energi yang diperlukan untuk satu siklus
pengolahan relatif sama meskipun bahan baku yang diolah hanya
separuhnya. Padahal pada masa-masa tertentu kdang terjadi lonjakan
produksi nira yang kadang berflukuasi. Sistem terputus menjadi kurang
fleksibel dan dianggap masih relatif kurang efisien, meskipun sudah
sangat efisien jika dibanding dengan sistem tradisional yang selama ini
dianut oleh para perajin gula Aren tradisional.
Teknologi ini mengadopsi sistem spray
dryer pada pembuatan susu bubuk atau pembuatan tepung santan. Semula
nira ditampung dalam wadah penampungan yang cukup besar, dalam
penampungan ini nira sudah mendapatkan perlakuan pemanasan awal. Oleh
karenanya penampung nira ini dibuat dari plat logam dengan bahan yang
anti karat, juga sudah dilengkai dengan sistem pemanasan.
Selanjutnya dengan bantuan pompa, nira
dialirkan melalui pipa stainless still berbentuk spiral. Pipa spiral
yang sangat panjang ini dipanaskan di dalam ruang pemanasan yang tinggi,
dengan maksud agar nira yang mengalir di dalam pipa spiral ini
terekspose oleh panas yang sangat tinggi sehingga begitu keluar suhu
nira ini sudah mampu meguapkan air yang dikandung dalam pipa spiral ini.
Dengan bantuan pompa maka air yang sudah cukup panas keluar dari pipa
spiral kemudian disemprotkan dengan semprotan yang sangat halus yang
diatur dengan suatu nozel di ujung pipa spiral, dan disemprotkan
mengarah ke bawah dari posisi di atas wadah penampung.
Penyemprotan halus ini dimaksud agar
semakin memperluas permukaan penguapan dari air yang terkandung dalam
nira. Dengan kondisi yang panas dan partikel nira yang halus air akan
menguap meninggalkan nira, sehingga kandungan air pada nira dengan
drastis dapat berkurang. Dengan demikian semprotan nira tinggal
menyisakan nira yang sudah hampir menjadi serbuk gula.
Proses ini dapat disesuaikan dengan
produk yang dikehendaki, maksudnya jika hanya berupa sirup gula maka
tingkat kekentalannya diatur dengan pengaturan pada kecepatan semprot
atau nozel. Demikian juga jika dikehendaki untuk pembentukan serbuk gula
yang cukup halus pengaturan-pengaturan tingkat panas, kecepatan
semprot, ukuran nozel semprot, dan lainnya akan ditentukan sesuai
pengalaman dan uji coba.
Gambar skema sistem prosesing gula dengan
sistem kontinyu dengan pemanasan tekanan dan penyemprotan halus (spray
dryer) ini sebagai berikut :
Dengan penerapan teknologi seperti di
atas maka diharapkan gairah untuk pengembangan industri gula aren rakyat
dapat kembali marak. Dengan demikian penanaman pohon aren secara
besar-besanan dengan pola perkebunan pun tidak akan khawatir lagi dengan
kesulitan-kesulitan pengolahan niranya. Usaha penampungan kemudian
pemrosesan nira dengan menggunakan teknologi semacam di atas tadi akan
semakin menggairahkan petani. Dengan demikian semakin dekatlah kita
dengan cita-cita berjaya kembalinya Aren di Indonesia. Bravo Aren
Indonesia !!
(Oleh : Dian Kusumanto)
(Oleh : Dian Kusumanto)
MERANCANG PERKEBUNAN AREN YANG HEMAT TENAGA KERJA PENYADAPAN NIRA
Oleh : Dian Kusumanto
Pada tulisan terdahulu penulis pernah
menghitung proyeksi kebutuhan tenaga kebun yang akan diperlukan pada
saat tanaman sudah menghasilkan. Tenaga yang paling banyak diperlukan
adalah tenaga penyadap, yang setiap hari harus naik turun pohon untuk
memukuli pohon, untuk mengiris tandan yang mulai mengeluarkan nira,
untuk memperbaiki irisan sadapan, memasang pipa dan tempat penampungan
nira, dll.
Pengalaman KSU Sukajaya di Kecamatan
Cibeber Kabupaten Lebak Propinsi Jawa Barat, setiap petani penyadap
rata-rata mampu menangani 20 pohon per orang per hari. Jadi kalau ada
100 pohon yang sedang menghasilkan atau sedang diperlakukan dalam setiap
hektarnya, maka diperlukan sekitar 5 orang per hektar. Bisa dibayangkan
berapa kebutuhan tenaga penyadap kalau luas lahan perkebunannya
berpuluh-puluh, beratus-ratus bahkan ribuan hektar. Kalau 10 hektar akan
diperlukan sekitar 50 orang penyadap, kalau 100 hektar kebun Aren akan
memerlukan 500 orang penyadap dan seterusnya kalau 1000 hektar akan
memerlukan sekitar 5000 orang tenaga penyadap.
Pekerjaan yang paling banyak memerlukan
tenaga adalah penyadapan, dimana pekerja sadap ini harus memanjat pohon
setiap pagi dan sore, naik dan turun. Kalau digambarkan dengan sketsa
sebagai berikut :
Dengan pola pemanjatan seperti ini
berarti penyadap harus melakukan pemanjatan naik sebanyak 2 kali dan
turun sebanyak 2 kali, jadi jumlahnya naik atau turun sebanyak 4 kali
untuk setiap pohon yang disadap setiap harinya. Kalau dalam satu pekerja
memanjat 20 pohon berarti setiap ada 80 kali naik atau turun pohon.
Oleh karena itu para penyadap disyaratkan mempunyai keterampilan
memanjat, oleh karenanya perlu dilatih teknik memanjat pohon yang cepat,
yang aman dan nyaman.
Hitungan frekuensi pemanjatan akan
terlihat sangat banyak bila dihitung pada skala luas lahan yang
berkektar-hektar. Jika dalam setiap hektar ada rata-rata 100 pohon yang
dipanjat berarti ada 400 kali panjat per hektarnya (naik dan turun).
Kalau kebun yang dimiliki ada 10 pohon berarti dalam setiap hari akan
ada 4000 kali panjatan. Kalau 100 hektar ada 40.000 kali panjatan setiap
harinya. Ini pekerjaan yang rutin yang bisa saja sangat membosankan
jika tidak ada motivasi yang tinggi bagi para pekerja panjat ini.
Anggaplah ini sistem panjat ’Pola Pertama’.
Maka perlu dirancang untuk mengurangi
frekuensi pemanjatan dengan cara membuat tangga atau jembatan antar
pohon yang berdekatan (Pola Kedua). Sehingga sekali pemanjat naik
kemudian setelah dia menyelesaikan pekerjaan di pohon pertama, tanpa
turun lagi menyeberang dengan melalui tangga atau jembatan menuju ke
pohon di sebelahnya. Dengan demikian frekuensi pemanjatan dapat
dikurangi sangat banyak. Frekuensi pemanjatan naik dan turun sedikit
sekali namun frekuensi menyeberang dari pohon satu ke yang lain lebih
banyak. Gambarannya sebagai berikut :
Kalau pada pola pertama setiap pohon
setiap harinya pagi dan sore memerlukan 4 kali panjat naik-turun, kalau
100 pohon pemanjat akan melakukan 400 kali panjatan naik turun.
Sedangkan dengan pola kedua dari seratus pohon pemanjat akan melakukan 2
kali panjat naik, 2×99 kali menyeberang dan 2 kali panjat turun, atau
totalnya ada 202 kali panjat naik-menyeberang-turun.
Pola Pertama : (2 kali panjat naik + 2 kali panjat turun) x jumlah pohon
Pola Kedua : 2 kali panjat naik + (1 menyeberang x jumlah pohon -1) + 2 kali panjat turun
Pola Pertama : (2 kali panjat naik + 2 kali panjat turun) x jumlah pohon
Pola Kedua : 2 kali panjat naik + (1 menyeberang x jumlah pohon -1) + 2 kali panjat turun
Dengan perhitungan jumlah pohon 100 pohon
saja, pola pertama perlu 400 kali panjat naik-turun sedangkan pola
kedua hanya 202 kali panjat naik-menyeberag-turun. Ada selisih sebesar
400 – 202 = 198, atau hampir separuhnya. Kalau dihitung efesiensi
kerjanya dengan frekuensi panjatan tinggal separuhnya, maka akan terjadi
penghematan tenaga yang luar biasa. Belum lagi kalau dihitung
perbandingan kecepatan panjat antara naik : menyeberang : turun,
perhitungan tadi akan berubah.
Kalau dihitung dari energi yang
dibutuhkan, tingkat kesulitan dan waktunya, maka panjat naik memerlukan
energi, waktu dan tingkat kesulitan yang paling tinggi. Sedangkan panjat
turun memerlukan energi dan waktu yang lebih sedikit. Dibandingkan
panjat naik dan panjat turun maka ’menyeberang’ memerlukan energi dan
waktu yang lebih sedikit atau yang paling sedikit, dengan tingkat
kesulitan yang relatif lebih kecil. Dengan pertimbangan tadi maka pola
kedua diperkirakan akan memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih hemat,
bahkan lebih dari 50 %. Angka kisaran penghematan tenaga diperkirakan
sekitar 65-70% bila menggunakan pola yang kedua.
Perlu diketahui, bahwa hitungan di atas
belum memperhitungkan waktu dan tingkat kesulitan ’Pola Pertama’ pada
saat para penyadap melakukan pekerjaan rutin pada saat di atas pohon.
Pekerjaan-pekerjaan di atas pohon antara lain mengambil nira dari wadah
pertama, mengatur wadah tempat nira yang baru, mengiris sadapan baru dan
membersihkannya, kemudian memasang kembali agar lubang wadah yang baru
pas dengan tandan yang mengeluarkan nira kemudian menutupnya dengan
plastik atau penutup lainnya, selanjutnya mengatur dan membawa turun
wadah yang berisi nira hasil sadapan itu turun sampai di tempat yang
aman. Ini kita sebut penampungan nira di atas atau menempel dengan
tandan sadap.
Untuk tanaman yang sementara masih
disiapkan menjelang produksi pekerjaan yang rutin dilakukan antara lain
adalah : membersihkan penutup-penutup yang menyelimuti batang dan tandan
bunga. Kalau sudah waktunya memberi perlakuan pada tandan
untukmerangsang keluarnya nira, seperti pukulan-pukulan ringan yang
bertubi-tubi secara teratur dan lembut. Pekerjaan ini perlu kesabaran
dan perasaan yang ’halus’, sebab kalau irama pukulannya tidak tepat
malah menyebabkan tandan tidak bisa mengeluarkan nira.
Pekerjaan-pekerjaan ini memerlukan waktu yang cukup banyak dengan
ketrampilan yang memadai.
Di beberapa tempat ada upaya penyadap
yang lebih kreatif, yaitu meletakkan penampung nira itu di bawah, jauh
dengan tandan yang disadap. Caranya adalah dengan memasang selang
plastik atau plastik roll yang panjang mulai dari tandan yang
mengeluarkan nira hingga ke mulut wadah penampung yang berada di bawah.
Dengan cara ini penyadap tidak lagi susah-susah membawa wadah yang
berisi nira dari atas turun ke bawah, sehingga resiko tumpah pun bisa
dihindari.
Dengan cara terakhir ini penyadap hanya
terfokus pada pekerjaan di atas pohon, sedang wadah yang ada di bawah
tadi diurusi oleh pekerja lain yang khusus melakukan pemungutan nira
dari pohon satu ke pohon lainnya, tapi dilakukan di bawah saja dan tidak
perlu memanjat. Cara ini akan jauh lebih cepat, lebih efisien, lebih
dapat mengontrol kebersihan hasil sadapan nira, lebih mengurangi resiko
tumpah, dan lebih aman bagi para pekerja panjat.
Dengan kombinasi cara pengumpulan wadah
nira cukup di bawah dan dengan pola panjat kedua yang menggunakan tangga
atau jembatan di atas pohon, maka jumlah tenaga kerja penyadap dan
pengumpul hasil sadap dapat diminimalkan. Kalau proyeksi pertama di
perlukan sekitar 5 orang per hektar, maka dengan kombinasi cara tersebut
dapat diminimalkan menjadi hanya 2 orang per hektar, bahkan bisa
berkurang lagi. Semakin lama tentunya pekerja kebun tersebut semakin
trampil, dengan demikian akan semakin menghemat jumlah tenaga kerjanya.
Macam-macam model tangga dan jembatan dari bambu
Keterangan Gambar :
(1) Tangga Cuplak Ros, untuk panjat naik dan turun,
(2) Tangga Tusuk Tunggal, untuk panjat naik dan turun,
(3) Tangga Tusuk Dua, untuk panjat naik turun dan jembatan menyeberang,
(4) Tangga Ikat Dua, untuk panjat naik turun dan jembatan menyeberang.
By kebun aren Nunukan; Sabtu, Agustus 23, 2008
(1) Tangga Cuplak Ros, untuk panjat naik dan turun,
(2) Tangga Tusuk Tunggal, untuk panjat naik dan turun,
(3) Tangga Tusuk Dua, untuk panjat naik turun dan jembatan menyeberang,
(4) Tangga Ikat Dua, untuk panjat naik turun dan jembatan menyeberang.
By kebun aren Nunukan; Sabtu, Agustus 23, 2008
SIFAT AREN DAN KIAT KEBUN PRODUKTIF
MEMAHAMI SIFAT-SIFAT BIOLOGIS DAN AGRONOMIS TANAMAN AREN DALAM MEMBANGUN PERKEBUNAN AREN AGAR BERPRODUKSI TINGGI
Oleh : Dian Kusumanto
Untuk memulai membahas apa saja yang
perlu kita perhatikan dalam membangun perkebunan Aren, sengaja saya
bahas secara tidak sistematis. Saya hanya akan pilih beberapa aspek saja
secara terpisah namun dalam pembahasannya bisa saja saling terkait.
Maklum ini bukan thesis atau skripsi ilmiah. Namun tulisan ini bersifat
refleksi pemikiran atau ide pinggir jalan dari seorang praktisi, bukan
akademisi apalagi seorang peneliti.
Tulisan ini barangkali muncul sebagai
jawaban atau tanggapan atas beberapa pertanyaan yang muncul dari para
pemerhati Aren yang kerap menyapa lewat email atau telpon penulis.
Mudahan bisa jadi bahan pemikiran kita lebih lanjut lagi, karena pada
situasi yang berbeda pada era awal pengembangan Aren ini segala
sesuatunya belumlah established, masih masa premordia atau bahkan tahap
deferensiasial.
Aren adalah tanaman tahunan yang mana
masa perkembangannya masih belum terlalu jelas. Berapa lama bibit harus
disiapkan, kemudian masa bibit ditanam sampai masa awal berproduksi,
seterusnya berapa lama masa panen atau produksinya. Selama ini belum ada
angka-angka pasti, masih sangat relatif. Berbagai pengalaman petani dan
’pekebun’ masih sangat bervariasi. Inilah yang menjadi hambatan bagi
para investor atau para penyusun feasibility study atau proposal untuk
membangun perkebunan atau program Aren baik bagi perusahaan besar atau
program pemerintah.
Hal tersebut diatas sepertinya disebabkan
karena penelitian-penelitian tentang Aren belum terstruktur secara
sistematis, apa yang hendak dicapai atau diinginkan dari sang Aren ini.
Pada masa yang lalu kemanfaatannya saja belum banyak diketahui,
prospeknya juga belum banyak disingkap. Akhirnya kita semua masih belum
menghiraukan Aren ini untuk menjadi bahan kajian, bahan penelitian dalam
rangka menyelesaikan masalah-masalah bangsa ini.
Setelah prospeknya kita ketahui, kemudian
kita berencana untuk mengembangkannya, maka kemudian ada pertanyaan
yang muncul, dari mana kita mulai ? Saya kemudian memulainya dari
pertanyaan seputar Aren yang paling sering muncul, yaitu tentang umur
masa-masa perkembangan Aren.
Umur bibit Aren siap tanam
Berapa umur bibit Aren sehingga siap
ditanam? Selama ini para ’pekebun’ Aren menanam dari bibit yang tumbuh
secara alami di bawah pohon yang sudah tua. Bibit anakan liar kemudian
diangkat dan ditanam langsung pada lahan yang dikehendaki, atau ditanam
dulu di polibag sehingga hidup dan agak besar, kemudian baru ditanam.
Kriteria besarnya bibit yang siap ditanam juga masih variatif. Dari
beberapa pengalaman yang ada dan pertimbangan secara agronomis, bibit
dikatakan siap jika : memiliki daun asli minimal 3-4 helai, tinggi bibit
mencapai minimal sekitar 40-60 cm, perakaran bibit sudah cukup banyak.
Keadaan bibit seperti ini diharapkan
sudah memiliki bekal untuk tumbuh dan berkembang di tempat yang baru,
artinya akar siap untuk menyesuaikan dengan kondisi tanah yang baru,
daun sudah mencukupi untuk menangkap energi matahari, atau bahkan sudah
cukup tinggi sebagai petunjuk atau penanda ada kehidupan baru pada lahan
baru tersebut, sehingga tidak terganggu keberadaannya oleh kegiatan
yang lain.
Pada kondisi yang standard untuk tumbuh
dan berkebangnya bibit tanaman Aren, penyiapan bibit ini memerlukan
waktu sekitar 8-10 bulan dari masa perkecambahannya. Sedang masa
perkecambahan dari biji pada perlakuan yang standard memerlukan waktu
sekitar 2-4 minggu. Yang menjadi pertanyaan kita adalah apa dan
bagaimana perlakuan standard dari biji hingga berkecambah dan bibit siap
tanam. Petunjuk atau SOP (Standar Operasional Prosedur) ini masih belum
baku, masih bervariasi tergantung dari pengalaman masing-masing
praktisi, yang sebagiannya mungkin masih dirahasiakan. Rahasia
perusahaan ini dapat dimaklumi karena biaya yang dikeluarkan pada masa
penelitian dan uji coba cukup tinggi.
Oleh karena hal-hal di atas tadi maka
pada langkah awal pengembangan Aren untuk berbagai tujuan
pengembangannya harus dimulai dari aspek pembibitan dan pencarian bibit
unggul. Aspek keunggulan yang diinginkan tentu sangat bervariasi, apakah
dari pertimbangan produksi niranya yang unggul atau produknya yang
lain. Keunggulan yang lain bisa jadi dari kecepatan masa produksi
awalnya, yaitu sifat genjah atau umur mulai produksinya yang pendek
sehingga pekebun lebih cepat dapat menikmati hasilnya sekaligus
mengurangi biaya-biaya investasi dan operasional pemeliharaan jika umur
mulai produksinya terlalu lama.
Jenis atau varietas dan umur produktif Aren
Sebenarnya yang kita inginkan adalah umur
produksi yang pendek atau genjah namun produktifitas yang tinggi dan
lama. Namun keinginan itu agak sulit dipenuhi, sebab pola kehidupan Aren
yang ’basipetal’ itu. Aren akan tumbuh secara vegetatif dulu secara
maksimal, baru kemudian tumbuh untuk seterusnya secara generatf. Masa
vegetatif terpisah dengan masa generatif, artinya masa generatif baru
akan berlangsung setelah masa vegetatifnya maksimal. Tidak seperti
tanaman yang lain, yang berselang seling antara masa pertumbuhan
vegetatif, kemudian masa generatif, kembali fegetatif lagi kemudian
generatif lagi, yang berselang seling dan berulang-ulang. Pada tanaman
Aren ini tidak terjadi, yaitu tidak ada masa dimana setelah masa
generatif kemudian berulang lagi pertumbuhan vegetatifnya, mulai
membentuk tunas daun baru lagi, itu tidak terjadi lagi.
Jadi pada saat pohon Aren mengeluarkan
bunga betina atau bunga jantan, berarti pertumbuhan vegetati sudah
selesai atau maksimal. Tidak ada lagi pertumbuhan daun baru,
perkembangan dan pembesaran batang tidak ada lagi, secara vegetatif
semua sudah final atau maksimal. Jumlah daun tidak akan bertambah lagi,
malah semakin menurun atau berkurang sesuai umurnya atau berkurang
karena dipotong untuk memudahkan panen dan pengambilan hasil dari pohon
Aren.
Oleh karena itu dengan sifat yang
demikian, kalau Aren itu berumur genjah maka masa produksi juga tidak
akan lama karena postur vegetatifnya. Produksi nira Aren dapat dihitung
dari jumlah tandan bunga yang muncul. Munculnya tandan bunga ini adalah
proses pertumbuhan generatif. Tandan bunga akan muncul dari ketiak atas
dari pelepah daun. Setiap ketiak pelepah daun ada bakal calon tandan
bunga yang akan muncul, namun tidak semua bakal calon tandan ini tumbuh,
sebagian akan ’dorman’ karena kondisi tertentu. Ini artinya adalah
banyaknya tandan yang akan diproduksi pohon Aren itu sebanding dengan
jumlah daun yang dibentuk dan sebanding juga dengan kondisi pohon Aren
tersebut.
Ini adalah pohon Aren Genjah yang sudah
mengeluarkan tandan bunga (atau mulai fase generatif dan mengakhiri masa
vegetatif) pada umur yang masih muda sekitar 4 tahun dengan ketinggian
batang sekitar 3-4 meter. Ketinggian batang adalah ujung batang
tertinggi dimana daun paling muda tumbuh, diukur dari permukaan tanah.
Kalau pohon Aren genjah pada umur tanaman
sekitar 4 tahun dengan ketinggian sekitar 3-4 meter sudah mulai
mengeluarkan tandan bunga. Artinya fase generatif dimulai dan mengakhiri
masa vegetatifnya. Dengan umur yang genjah atau pendek, jumlah daun
yang dibentuk juga lebih sedikit, jumlah tandan yang akan muncul juga
lebih sedikit, umur atau lamanya masa berproduksi juga pendek. Namun
mengenai jumlah produksi dari setiap pohon setiap harinya bisa sama
dengan pohon yang tidak genjah.
Umur tanaman sebenarnya bisa dihitung
dari jumlah daun yang muncul dibagi dengan berapa ’frekuensi” kemunculan
daun dalam periode waktu tertentu. Daun Aren yang tumbuh dari pohon
Aren muncul sekitar 4-6 daun per tahun, namun bisa saja ini bervariasi
tergantung dari varietas genetis pohon, tingkat kesehatan pohon dan
kondisi tanah serta agroklimatnya. Sedang frekuensi kemunculan daun
bervariasi tergantung dari laju pertumbuhan tanaman yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi tanah dan agroklimat setempat.
Oleh karena itu banyak para calon pekebun
Aren ini yang sangat optimis dengan komoditi Aren di masa yang akan
datang. Sebab dengan kondisi pertanaman yang ada sekarang yang tanpa
pemeliharaan yang memadai dan hanya dieksploitasi saja hasilnya sudah
sangat membantu para pekebun. Pemeliharaan yang memadai dan terprogram
tentu akan sangat mampu mendongkrak lebih tinggi lagi produktifitas
tanaman Aren ini. Perencanaan kebun, pengelolaan yang cukup serta
pemeliharaan yang memadai dipastikan akan dapat mengangkat produktifitas
yang lebih besar.
Jumlah daun dan produktifitas nira
Ada perilaku petani Aren yang termasuk
kontra produktif dengan produktifitas nira, antara lain, petani seolah
tidak ada beban untuk memotong daun dengan alasan kemudahannya untuk
menyadap atau untuk keperluan memudahkan pemanjatan agar tidak
terhalang. Padahal dengan berkurangnya daun berarti berkurang juga
aktifitas fotosintesa, maka sebenarnya akan berakibat berkurang juga
hasil asimilatnya yang antara lain berupa nira. Maka memotong atau
mengurangi daun yang masih hijau dan segar berakibat dapat mengurangi
produktifitas nira. Hal ini yaitu mengurangi daun yang produktif
haruslah dihindari.
Dari pengamatan di lapangan memang
terbukti, bahwa semakin banyak jumlah daun yang ada pada pohon Aren maka
semakin banyak juga nira yang bisa disadap. Semakin sedikit jumlah daun
yang produktif pada pohon Aren, maka makin sedikit juga perolehan
niranya. Maka jumlah daun yang produktif sangat berkorelasi dengan hasil
sadapan nira yang diperoleh. Di bawah ini ada dua gambaran, yaitu pohon
dengan jumlah daun yang masih banyak dan pohon yang jumlah daunnya
sedikit.
Foto sebelah atas adalah pohon Aren yang
berdaun lebat dan mengahasilkan nira setiap hari rata-rata antara 20-40
liter per pohon. Sedangkan foto di bawahnya adalah pohon Aren yang
jumlah daunnya tinggal sedikit karena telah banyak dipotong untuk
memudahkan pemanjatan dan penyadapan, pohon ini hanya menghasilan nira
antara 7-10 liter per hari per pohonnya.
Daun yang masih produktif dan sehat
adalah daun yang mampu berfotosintesis dengan baik, sehingga mampu
memanfaatkan sinar matahari dan zat hara tanaman untuk menghasilkan
asimilat hasil fotosintesa. Daun yang sehat dan produktif biasanya
terlihat berwarna hijau segar bersih dan mengkilat, tidak terhalang oleh
dedaunan atau vegetasi lainnya, tidak terlihat kotor dan berdebu, tidak
terlihat kering dan kusam serta berjamur. Dengan kondisi dedaunan Aren
yang bersih, sehat, mengkilat, hijau segar, dalam jumlah cukup banyak
akan dapat diharapkan hasil nira yang memuaskan bagi para pekebun. Oleh
karena itu pemeliharaan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan
kecukupan daun ini akan menjadi perhatian utama dalam manajemen
pemeliharaan kebun Aren.
Apa saja perlakuan yang harus diberikan
agar kondisi kesehatan dedaunan Aren ini seperti yang diharapkan?
Bagaimana pola budidaya yang memngkinkan kondisi pertanaman akan
menghasilkan nira yang memuaskan? Mudah-mudahan pada uraian yang akan
datang penulis dapat memaparkan lebih rinci lagi.
By kebun aren Nunukan; Kamis, Agustus 14, 2008
0 komentar
Selasa, 2008 Juli 08
By kebun aren Nunukan; Kamis, Agustus 14, 2008
0 komentar
Selasa, 2008 Juli 08
Membangun Kebun Aren Skala Usaha Ekonomis (1)
Ini keadaan kebun Aren yang lama tidak
diurus oleh pemiliknya. Kebun ini luasnya ada sekitar 2 hektar, ditanam
Aren sejak tahun 1984 s/d 1996. Keadaan sekarang sudah ada beberapa
pohon yang mati, sebagian besar masih bisa produksi lagi. Rehabilitasi
kebun memang harus dilakukan agar bisa diambil manfaatnya. Rehabilitasi
kebun yang dilakukan antara lain, pembersihan kebun dari rumput-rumput,
semak-semak, perdu-perdu atau pohon-pohon yang tidak dikendaki.
Selanjutnya pembersihan secukupnya pada pohon-pohon Aren yang ditumbuhi
tanaman sejenis pakis-pakisan yang menempel di sekujur batangnya. Selain
itu batang pohon Aren yang lama tidak diurus ini kesulitan mengeluarkan
calon-calon tandan bunganya sebab terhalang oleh serabut ijuk dan
pelepah yang masih menyelimutinya.
Ini adalah pewaris kebun Aren 2 ha,
namanya Pak Ir. Supriyanto HP, beliau sekarang menjabat Kepala Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Nunukan. Beliau ini mengajak penulis
untuk menjenguk kebun Aren yang lama tidak diurus. Beliau berencana
merehabilitasi kebun tersebut. Setelah dihitung ada sekitar 30-40 pohon
yang bisa dikelola dan diambil niranya. Melihat postur pohonnya
diperkirakan masih bisa diusahakan dengan hasil yang cukup bagus. Kalau
setiap pohon bisa disadap sekitar 10 liter setiap hari maka akan
terkumpul 300-400 liter setiap hari. Kalau niranya diolah menjadi gula
merah akan dihasilkan setiap harinya sekitar 30-45 kg gula merah. Wah…
lumayan juga. Maka paling tidak harus dijaga atau dipelihara 2-3 orang
yang terampil dalam mengelola kebun, memperlakukan pohon Aren hingga
menghasilkan nira dan mengolahnya menjadi gula.
Membangun Kebun Aren Skala Usaha Ekonomis
Aren memang sangat berprospek untuk
diusahakan. Namun berapa pohon yang harus ditanam? Bagaimana
pengelolaannya bila berskala ekonomis? Hal ini perlu dikaji lebih jauh.
Referensi yang ada masih sangat terbatas, oleh karena itu asumsi-asumsi
yang dipakai adalah sepotong-sepotong dari beberapa pengalaman petani
dan keadaan yang ada di lapangan yang masih sangat variatif dari
berbagai daerah di Indonesia.
Usaha dengan komoditi apa saja biasanya
diukur dari harapan pangsa pasar yang akan dibidik. Jenis produk yang
dihasilkan juga disesuaikan dengan kebutuhan yang sedang diperlukan atau
yang akan diperlukan pada masa yang akan datang. Kenyataan riil yang
ada dan arah trend yang akan terjadi biasanya menjadi kriteria kita
untuk menetapkan jenis dan skala usaha yang akan dibangun.
Keadaan Kekinian Usaha Komoditi Aren
Komoditi Aren yang ada sekarang ini pada
umumnya masih dengan skala yang kecil-kecil. Pohon-pohon Aren yang ada
sekarang ini pada umumnya tidak ditanam secara terencana, oleh karena
itu sebarannya tidak teratur, lokasi penanamannya pada umumnya tidak
strategis dan jauh dari pemukiman, jarak penanamannya tidak teratur ada
yang rapat dan campur dengan berbagai jenis pohon lainnya, upaya-upaya
pemeliharaan intensif tidak dilakukan. Namun demikian pohon Aren
dieksploitasi sedemikian rupa untuk diambil manfaat sebesar-besarnya,
mulai dari nira, kolang-kaling, ijuk, lidi, batang, dll.
Selama ini antara rencana kebun dan
rencana pengolahannya tidak seiring. Petani dan pekebun menanam saja
tanpa disetting berapa rencana yang akan diproduksi nanti, pokoknya
petani menanam saja, hasilnya apa kata nanti. Sikap ini terjadi karena
belum banyak pengetahuan tentang Aren dan prospeknya, yang diketahui
adalah hasilnya nanti lumayan dari pada lahan kosong. Namun berapa yang
akan diperoleh kalau menanam sekian, mereka belum banyak yang paham.
Pada umumnya Tanaman Aren ditanam untuk
dimanfaatkan niranya. Pemanfaatan nira bertujuan antara lain untuk
dikonsumsi langsung sebagai minuman yang menyegarkan, untuk diolah
menjadi tuak atau cap tikus, atau untuk diolah menjadi Gula. Secara
tradisional nira aren dimanfaatkan sebagai minuman manis dan segar yang
dipercaya cukup berkhasiat mengobati beberapa penyakit tertentu.
Beberapa penyakit seperti gejala ginjal atau penyakit yang berhubungan
dengan saluran kencing (deuretic) dianjurkan untuk meminum nira aren
segar dan manis setiap pagi untuk upaya pengobatannya.
Agar nira Aren tidak segera berubah
menjadi masam atau pahit karena terjadi proses fermentasi atau proses
enzimatis lainnya sehingga berubah rasa dan warna, maka ada beberapa
upaya yang secara tradisional biasa dilakukan para penyadap. Cara
pertama untuk mencegah nira menjadi masam atau kecut adalah dengan
memasukkan dalam wadah penampung nira dengan kulit kayu tertentu seperti
kulit kayu langsat, kulit buah langsat, kulit pohon ketapi, dan
lain-lain. Ada juga petani yang memasukkan daun pandan dengan harapan
agar niranya beraroma pandan sehingga lebih unik rasanya.
Menghentikan proses enzimatis dari nira
Aren bisa juga dilakukan dengan pemanasan sampai suhu sekitar 80 derajat
Celcius selama minimal 30 menit. Pada suhu tersebut aktivitas enzimatis
dapat dihentikan, sehingga nira aren akan tetap terasa manis dan tidak
berubah menjadi masam atau pahit. Dengan keadaan ini nira manis ini bisa
bertahan lebih lama dan tidak mengalami perubahan, seandainya diproses
ulang untuk menjadi gula ditempat lain yang pengangkutannya butuh waktu
agak lama, nira masih baik.
Pengolahan menjadi gula yang berkualitas
bagus tentu memerlukan sarana prasarana yang memadai, cara pengelolaan
yang baik dan hiegenis. Nira yang berasal dari para penyadap atau dari
kebun Aren biasanya masih agak kotor, buktinya pada saat diolah menjadi
gula dan gula diseduh dengan air hangat, masih ada sisa endapan. Sisa
endapan yang agak mengganggu ini biasanya adalah serpihan-serpihan
irisan tandan atau kotoran lain dari kebun.
Sebaiknya para penyadap ini melakukan
penyaringan dulu sebelum nira diolah menjadi gula. Bisa juga penyaringan
dilakukan oleh pengrajin atau pabrik yang akan mengelola nira menjadi
gula. Kebersihan adalah syarat pertama agar mutu gula dapat diterima dan
dijual secara komersial. Jangan ada partikel-partikel lain selain air
nira yang ikut masuk ke wadah atau ikut pada proses selanjutnya. Jadi
nira harus betul-betul bersih.
Merancang luas kebun, kapasitas pabrik dan tujuan pasar
Usaha pengolahan air nira Aren menjadi
gula harus didukung oleh produksi nira yang cukup. Maka skala produksi
gula harus didukung oleh sejumlah pohon yang produktif dan sejumlah
petani yang siap melakukan penyadapan setiap hari. Rendemen gula yang
terkandung dalam nira bervariasi tergantung dari keadaan iklim, namun
ada kisaran rata-rata yang bisa dijadikan patokan. Untuk dijadikan gula
merah rendemennya mencapai sekitar 10-14 %, artinya kalau kita mengelola
100 liter nira Aren akan dapat dijadikan gula sebanyak 10-14 kg.
Kalau unit pengelolaan (Pabrik) gula Aren
ini berkapasitas 1.000 kg per hari, maka diperlukan nira Aren sekitar
1.000 kg/hari : 10% kg/liter = 10.000 liter/hari. Atau dengan hitungan
tinggi yaitu 1.000 kg/hari: 14% kg/liter = 7.142 liter/hari. Artinya
pabrik gula dengan kapasitas 1 ton/hari ini akan memerlukan bahan baku
nira Aren sebanyak antara 7.142 liter sampai dengan 10.000 liter setiap
hari.
Nah sekarang tinggal menyesuaikan saja,
kira-kira berapa besar kapasitas pabrik yang akan dibangun. Kalau
misalnya 10 ton per hari berarti keperluan bahan baku berupa nira
sebesar 71.420 liter sampai dengan 100.000 liter. Sebaliknya kalau
kapasitas pabriknya lebih kecil misalnya hanya 100 kg sehari, berarti
kebutuhan niranya setiap hari antara 714 liter sampai dengan 1000 liter.
Sekarang kita akan menghitung jumlah
pohon yang akan kita tanam mengantisipasi rencana pabrik yang akan kita
bangun nanti. Oleh karena itu kita harus mengukur rata-rata produksi
nira Aren setiap pohonnya dalam sehari. Ini yang disebut sebagai
produktivitas nira per pohon.
Produktivitas nira rata-rata setiap pohon
sangat bervariasi menurut jenis dan tempat Aren tumbuh. Menurut Majalah
Trubus edisi Januari 2008, di Sulawesi Utara setiap pohon Aren
rata-rata dapat menghasilkan antara 20-25 liter per hari. Di Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tengah hasil sadapan nira Aren rata-rata setiap
pohon hampir sama, yaitu antara 15-25 liter per pohon per hari. Di
daerah Banten dan Jawa Barat hasil produksi rata-rata per pohon antara
7-30 liter. Di Sumatera rata-rata produksi nira juga sangat bervariasi,
namun angkanya juga tidak jauh dari angka daerah lainnya. Sebenarnya
perlu penelitian yang lebih mendalam untuk angka produktivitas di setiap
daerah.
Namun demikian perlu kita ingat bahwa
tidak setiap pohon itu mengeluarkan nira sepanjang tahun. Artinya ada
masa dimana pohon tidak mengeluarkan nira Aren. Lama atau pendeknya masa
produksi dan masa istirahat setiap pohonnya mempengaruhi jumlah pohon
produktif dari areal kebun yang diusahakan. Hal ini disebut sebagai
produktivitas pohon per kebun atau jumlah pohon produktif per hari.
Misalnya seperti di Nunukan Kaltim, Pak
Sarman memiliki 18 pohon Aren, 9 pohon diantaranya masih muda dan
sembilan lainnya sudah mulai produksi. Pada saat ke kebunnya penulis
mendapati 4 pohon yang sedang disadap niranya, suatu ketika ke sana lagi
ada 5 pohon yang disadap. Berarti dapat dikatakan jumlah pohon
produktif per harinya antara 4-5 pohon dari 9 pohon yang sudah dewasa.
Kalau dihitung angka prosentase berarti 4,5 pohon/hari/areal (rata-rata
dari 4 dan 5) : (dibagi) 9 pohon/areal = 50% per hari. Dalam hal ini pun
diperlukan penelitian yang lebih mendalam dalam mengukur angka-angka
ini, termasuk apa-apa saja yang dapat mempengaruhi angka ini.
Menurut beberapa pendapat, dalam setiap
hektar lahan bisa ditanam antara 140 sampai 250 pohon. Atau katakanlah
dengan rata-rata 200 pohon per hektar. Pada saat sekitar 6 tahun
kemudian tanaman Aren sudah mulai dewasa dan berproduksi. Jika ada
sekitar 50% jumlah pohon produktif dan rata-rata produksi nira per pohon
10 liter, berarti dalam setiap hari akan diperoleh 200 pohon/hektar x
50% x 10 liter/pohon = 1.000 liter/ha/hari. Berarti dari kebun kita
seluas 1 hektar tadi akan dihasilkan nira Aren 1.000 liter setiap hari.
Nah sekarang sudah bisa dihubungkan
dengan kapasitas mesin pabrik gula kita. Kalau kapasitas pabrik gula
kita 1 ton sehari akan diperlukan sekitar 7.142 liter sampai 10.000
liter nira setiap hari. Kita pakai saja angka yang mudah yaitu 10.000
liter. Sehingga sekarang dapat diketahui berapa luas kebun kita untuk
dapat menghasilkan nira 10.000 liter/hari, yaitu seluas 10 hektar.
Sekarang skala kebun dapat direncanakan mengikuti kapasitas pabrik dan
pasar yang akan dituju.
Sampai disini sudah ada gambaran tentang
berapa luas lahan kebun Aren yang disesuaikan dengan rencana kapasitas
pabrik gula yang dibangun. Demikian juga kalau nira Aren ini diarahkan
untuk bioethanol, maka kita hitung dengan cara-cara perhitungan seperti
di atas.
Bagaimana menurut Anda? Kami undang Anda untuk memberikan komentar atas tulisan ini. Terimakasih atas perhatiannya.
By kebun aren Nunukan; Selasa, Juli 08, 2008
Link ke posting ini
Sabtu, 2008 Juni 07
By kebun aren Nunukan; Selasa, Juli 08, 2008
Link ke posting ini
Sabtu, 2008 Juni 07
KENAPA AREN TIDAK BERKEMBANG SEPERTI KELAPA SAWIT ?
Pohon Aren ini pernah menghasilkan nira
sekitar 40 liter/hari, yang disadap dari 2 (dua) tandan bunga betina.
Kalau diamati memang jumlah daun pohon ini masih banyak, beda dengan
beberapa tanaman Aren yang berproduksi sedikit, karena daunnya juga
banyak yang dipotong dan tinggal sedikit.
Foto di atas menunjukkan bahwa tanaman
Aren bisa hidup berdampingan tanaman lainnya. Pohon Aren ini termasuk
jenis Aren Genjah yang berumur pendek, sebab pada saat tinggi pohon
mencapai sekitar 3 meter sudah mengeluarkan tandan bunga, baik tandan
bunga betina atau tandan bunga jantan. Sehingga Aren Genjah ini cepat
menghasilkan, namun demikian umurnya juga lebih pendek.
Inilah pekerjaan rutin para petani Aren,
naik pohon, iris tandan bunga, memasang wadah penampung nira, atau
memukul-mukul calon tandan yang akan disadap sampai tandan ada
tanda-tanda sudah mengeluarkan niranya. Petani Aren memang orang yang
terpilih, sebab tidak semua orang bisa menjalani kehidupan yang rutin
setiap hari, bahkan setiap pagi dan sore.
Oleh : Ir. Dian Kusumanto
Pertanyaan yang sangat menggelitik ini
begitu saja terlontar dari teman saya dari Jakarta yang berkunjung di
Nunukan Kaltim. Dalam perjalanan kunjungannya begitu banyak saya
jelaskan dan uraikan kelebihan dan prospek tanaman Aren ini kepadanya,
malah pertanyaan seperti di atas lah yang terlontar. Kemudian saya
mencoba memahami juga, pasti ada sesuatu yang menyebabkan hal itu bisa
terjadi.
Hukum seleksi alam akan terjadi, dimana
yang bisa bertahan hidup akan eksis dan yang tidak mampu mempertahankan
dirinya akan punah atau tidak berkembang. Artinya kalau komoditi itu
memang menjanjikan, kenapa kemudian tidak berkembang dan bahkan
lembaga-lembaga penelitian pun tidak meliriknya sebagai bahan kajian.
Apalagi Lembaga-lembaga resmi Pemerintah juga belum menempatkannya
sebagai komoditi yang dianjurkan untuk dikembangkan. Apakah sesungguhnya
yang terjadi pada tanaman Aren ini?
Memang ironis sekali. Tulisan ini mencoba
menganalisa apa saja yang dicurigai sebagai penyebab sehingga Aren
kurang diperhatikan. Beberapa hal di bawah ini bisa jadi merupakan
penyebabnya.
1. Perubahan Pola Konsumsi Gula karena berkembangnya industri Pabrik Gula
Kalau pada jaman pra industri maju dulu
gula rakyat adalah gula merah yang dibuat dari Aren, Tebu dan Kelapa.
Gula merah yang beredar di pasaran waktu itu adalah dalam bentuk cetakan
(sering disebut gula batok, gula kotak, gula bumbung), dan dalam bentuk
serbuk atau sering disebut gula semut.
Kalau melihat penampilan dari gula tradisional ini memang ada kesan yang kurang menarik, yaitu mutu yang tidak seragam, warna yang tidak seragam, pada umumnya kemasan juga tidak menarik, telihat kotor dan kurang hiegenis. Kalau dikonsumsi atau diseduh dijadikan pemanis minuman biasanya masih ada kotoran yang tertinggal.
Kalau melihat penampilan dari gula tradisional ini memang ada kesan yang kurang menarik, yaitu mutu yang tidak seragam, warna yang tidak seragam, pada umumnya kemasan juga tidak menarik, telihat kotor dan kurang hiegenis. Kalau dikonsumsi atau diseduh dijadikan pemanis minuman biasanya masih ada kotoran yang tertinggal.
Beda dengan gula putih yang dihasilkan
oleh pabrik yang modern, penampilannya putih bersih, gampang disimpan,
cara penyajiannya juga praktis, tinggal sendok dan tuang di gelas. Kalau
gula merah ada kesan kurang praktis, apalagi gula merah cetakan, kalau
akan menggunakan harus diiris-iris dulu, atau dipecah dulu. Karena
bentuknya yang tidak bisa beraturan maka ukuran banyaknya gula juga
tidak bisa dipastikan untuk mencapai tingkat kemanisan minuman yang
dikehendaki. Keragaman mutu inilah salah satu yang mungkin menyebabkan
para konsumen lebih memilih gula putih atau gula hablur. Dengan takaran
yang tetap dapat diperoleh tingkat kemanisan yang pas dan lebih mudah
diperkirakan.
Seiring dengan bergairahnya perdagangan
gula internasional yang berbasis pada tebu, Pemerintah Kolonial
membangun pabrik-pabrik gula dengan kapasitas yang sangat besar. Kondisi
ini memaksa tradisi konsumsi gula berubah karena kemudahan memperoleh
gula putih dibanding dengan gula merah. Perubahan yang termasuk drastis
demikian hanya bisa terjadi karena adanya lingkungan psikologis
masyarakat yang memang telah berubah.
Perubahan ini memang dimulai dari Jawa
karena basis industri gula ini berada di Jawa. Pusat perdagangan gula
selama itu juga berada di Pulau Jawa, namun pengaruhnya hampir
menyeluruh ke semua penjuru di Nusantara. Bahkan saat itu juga
perdagangan internasional gula memang didominasi oleh gula hablur yang
berwarna putih jernih.
Perubahan pola hidup masyarakat dari
tradisional ke arah pola hidup modern ini juga yang menyebabkan pola
konsumsi gula mengalami perubahan. Ciri-ciri pola hidup modern terhadap
konsumsi gula diantaranya adalah :
Praktis
Serba cepat
Standard atau kepastian
Bersih dan Sehat
Menarik karena bentuk dan kemasan
Prestise dan gengsi
Harga standar atau murah
Tersedia dimana-mana
Dll.
Praktis
Serba cepat
Standard atau kepastian
Bersih dan Sehat
Menarik karena bentuk dan kemasan
Prestise dan gengsi
Harga standar atau murah
Tersedia dimana-mana
Dll.
Perubahan pola konsumsi terhadap gula ini
menjadikan gula aren atau gula merah semakin berkurang di pasaran. Aren
semakin tidak diperhatikan . Dengan demikian pohon Aren tidak terlalu
diarahkan menjadi pendukung industri gula. Aren mungkin hanya diambil
niranya untuk pembuatan minuman seperti legen dan tuak. Bahkan di
beberapa tempat di Jawa banyak ditebangi karena diambil pati sagunya.
Pemanfaatan lainnya adalah diambil buahnya untuk kolang-kaling, ijuknya
untuk kerajinan sapu, dll. Sedangkan bagian-bagian tanaman Aren ini
selama ini tidak terlalu menjanjikan secara ekonomis, karena pasarnya
belum berkembang. Sehingga pada saat diketahui nilainya mulai bagus,
tanaman Aren yang ada tidak memenuhi harapan untuk bisa dikelola secara
industri.
Dengan dominannya tebu sebagai komoditas
sumber bahan baku gula, atau bisa disebutkan industri gula berbasis
tebu, maka komoditas yang lain menjadi tenggelam. Aren sebagai komoditi
sumber bahan pemanis menjadi tidak diperhatikan lagi. Tebu menjadi pusat
perhatian, yang menyedot partisipasi dari berbagai lembaga dan pelaku
usaha untuk mengambil peran.
Program besar-besaran digelontorkan untuk
pengembangan tebu dan industri gula berbasis tebu. Apalagi pada saat
tebu sudah semakin ”bermasalah”, justru berbagai pihak ingin mengatasi
masalah tebu dan pabrik gulanya. Semangat untuk menggelontorkan anggaran
besar terjadi lagi. Kue anggaran menjadi rebutan lagi, banyak pihak
ingi mendapatkan kue itu, tetapi masalah akan tetap menjadi masalah.
Masalah yang kunjung bisa teratasi, selain mereformasinya dengan
komoditi Aren yang unggul yang produktifitasnya mengalahkan beberapa
suber bahan baku gula yang lain (seperti tebu, lontar atau siwalan,
kelapa, nipah, bit, jagung, ubi-ubian, dll.).
2. Umur pemeliharaan hingga menghasilkan cukup lama
Mungkin ini bisa jadi yang pertama
sebagai alasan tidak berkembangnya Aren. Dibandingkan dengan Kelapa
Sawit yang pada saat umur sekitar 3 tahun sudah mulai menghasilkan,
sehingga lebih cepat bisa dinikmati hasilnya. Penelitian-penelitian
terhadap tanaman Kelapa Sawit sudah demikian majunya, sehingga sudah
hampir bisa dipastikan hitungan-hitungan prospek hasilnya.
Perkembangan industri hilir yang berbahan
baku dari minyak sawit juga berkembang sedemikian pesat, menjadikan
beberapa negara termasuk Indonesia juga ikut memanfaatkannya. Perhatian
yang sangat besar pada komoditi Kelapa Sawit ini semakin menenggelamkan
perhatian Pemerintah dan Lembaga Penelitiannya terhadap tanaman Aren.
Sebenarnya banyak sumber plasma nutfah
tanaman Aren yang bisa menghasilkan tanaman Aren yang Genjah sekaligus
berproduksi tinggi. Hanya karena belum tergali oleh lembaga-lembaga
penelitian yang ada potensi asli Indonesia ini menjadi terlupakan.
Dari sekian banyak masalah budidaya
tanaman Aren yang paing dominan menyebabkan orang enggan membudidayakan
adalah faktor perkecambahan. Biji tanaman Aren agak susah dikecambahkan,
kalau toh bisa memerlukan waktu yang sangat lama, yang membuat orang
menjadi tidak sabar. Kesulitan perkecambahan biji ini menjadi penyebab
utama keengganan membudidayakan Aren, sehingga orang-orang lebih
menyerahkannya pada perkecambahan alam. Celakanya pada saat mencabut
bibit yang tumbuh secara alami ini, kemudian ditanam di lahan, banyak
tanaman yang akhirnya mati.
Biji yang berasal dari dalam buah yang
dipanen atau yang dipungut di bawah pohon biasanya juga masih mengandung
zat yang bisa menyebabkan rasa gatal pada kulit. Kalau tidak paham
tentang kesulitan ini orang akhirnya tidak sabar dan kemudian
meninggalkan tanaman Aren.
Sebenarnya hal di atas tidak menjadi
masalah kalau ilmu dan pengetahuan tenang Aren ini dipahami dengan baik.
Sesuatu yang sulit itu biasanya pasti ada faktor yang sangat
menguntungkan.
3. Penelitian tentang Aren belum intensif
Seperti dikatakan di atas tadi bahwa
penelitian terhadap Aren masih sangat sedikit, bahkan belum diagendakan
secara teratur. Peneliti mungkin kesulitan literatur dari luar negeri,
yang barangkali kalau ditunggu juga tidak begitu banyak. Karena memang
Aren tidak ada di luar negeri, adanya yang sangat banyak hanya di
Indonesia dan beberapa negara tropis yang kebanyakan juga tidak terlalu
memperhatikan Aren.
Kalau peneliti kita bergantung dari hasil
penelitian dari luar negeri, barangkali selamanya Aren tidak akan jadi
bahan kajian penelitian para ”ahli” kita. Saya sengaja memberikan tanda
kutip pada kata ahli, bukan karena kita skeptis dengan para ahli kita.
Namun sebenarnya kita sangat kecewa kenapa mereka tidak sanggup membuka
prospek yang masyarakat petani di beberapa daerah sudah
mengembangkannya.
Dalam hal Aren yang termasuk tanaman
palem ini sebenarnya ada Lembaga Penelitian Kelapa dan Palma yang ada di
Manado, Sulawesi Utara. Makanya Sulawesi Utara termasuk yang paling
besar potensinya dalam pengembangan tanaman Aren ini. Namun yang
disayangkan, kenapa hal ini belum direspon secara luas untuk diterapkan
di seluruh Indonesia??? Ini yang menjadi tanda tanya besar.
Kalau dilihat fungsi lain tanaman Aren
yang menghasilkan bahan pemanis sebagai alternatif bahan industri gula,
mestinya lembaga penelitian seperti P3GI yang ada di Pasuruan Jawa Timur
harusnya melirik ke tanaman Aren. Ternyata ini semua tidak terjadi.
Karena tebu banyak masalahnya sehingga penelitian hanya terfokus ke
tanaman tebu. Banyak masalah berarti banyak anggaran untuk penelitian.
Kalau misalnya hanya karena anggaran kemudian hanya meneliti tebu,
sampai nanti pun Aren tidakakan menjadi perhatian yang serius.
Penelitian akan sesuatu hal atau komoditi
harusnya tidak berdasarkan adanya anggaran atau tidak, atau adanya
masalah potensial atau tidak. Sudah seharusnya kita memilih tujuan
penelitian itu adalah yang menjadi alternatif, sehingga masalah yang
banyak pada komoditi tebu itu bisa selesai. Kalau suatu komoditi tidak
bisa lagi diharapkan untuk menjadi alat mengangkat kesejahteraan
petaninya, seharusnya kita cari alternatif baru. Aren adalah alternatif
bahan pemanis yang sangat menjanjikan. (Silakan baca tulisan saya di
”Pabrik Gula berbasis Aren, kenapa tidak?” di
http://kebunaren.blogspot.com/)
4. Adanya mitos bahwa pohon Aren tempatnya hantu
Mitos ini ternyata mempengaruhi pola
sebaran tanaman Aren. Karena adanya anggapan yang keliru tersebut jarang
kita temui pohon Aren di sekitar pekarangan rumah. Aren banyak terdapat
di kebun-kebun yang jauh dari rumah, di pinggir-pinggir sungai, di
lereng-lereng gunung atau bukit yang relatif jauh dari pemukiman, bahkan
di dalam areal hutan. Maka ada anggapan bahwa Aren termasuk kategori
tanaman hutan.
Karena sebaran tanaman Aren jauh dari
rumah, maka sangat jarang orang memperhatikan potensi dan keunggulannya.
Maka untuk menanam Aren di lahan dekat pemukiman mendapat tentangan
dari pihak keluarga atau para tetangga.
Ada anggapan juga bahwa orang yang akan
mengelola pohon Aren, apakah akan diambil ijuknya, buahnya, lidinya,
atau akan diambil niranya, harus bisa mengalahkan hantu yang ada di
pohon Aren tersebut. Maka ada cara khusus untuk ”merayu” pohon Aren agar
mau mengeluarkan niranya. Selain para calon penyadap ini memukuli
secara pelan dan bertubi-tubi, meliuk-liukkan tandan bunga, menepuki
dengan tangan dengan perasaan tertentu, serta biasanya diikuti dengan
nyanyian atau siulan atau bahkan mantra tertentu. Maka bisa dikatakan
bahwa untuk mengelola pohon Aren ini tidak semua orang bisa, hanya orang
yang ”khusus” lah yang bisa mengambil nira pohon Aren ini.
Akibat dari anggapan tersebut di atas
jarang atau bahkan tidak pernah kita temui penyadap nira Aren ini
orang-orang muda, pemuda atau apalagi anak-anak. Yang biasa kita temui
adalah para ”pekerja” tanaman Aren ini adalah orang-orang yang sudah tua
dengan penampilan yang seadanya saja yang terkesan adalah petani yang
agak susah hidupnya atau bahkan petani yang miskin.
5. Aren identik dengan tuak, cap tikus dan orang mabuk
Anggapan ini memang sebagian ada
benarnya, karena dibeberapa daerah seperti di Sulawesi Utara sampai
sekarang masyarakat disana mengelola nira Aren untuk dijadikan minuman
yang disebut tuak, atau cap tikus. Di daerah seperti Sulawesi Utara hal
ini sudah menjadi tradisi, karena sebagian daerahnya memang berhawa
dingin. Tuak atau cap tikus ini menjadi minuman yang bisa menghangatkan
tubuh serta memberi gairah pada saat orang bekerja di lahan dengan hawa
yang dingin atau sedang begadang di malam hari dengan hawa udara yang
sangat dingin. Akhirnya minum tuak menjadi tradisi masyarakat yang turun
menurun. Ternyata hal ini terjadi pula di daerah Sumatera Utara, yaitu
di daerah dengan julukan Tanah Batak.
Kalau diamati ternyata dua daerah ini
masyarakat dominan beragama nasrani atau kristen. Nah ternyata di dua
daerah seperti diatas tadi meminum tuak tidak terlalu menjadi sesuatu
yang ”tabu”. Beda dengan daerah yang mayoritasnya muslim, apalagi muslim
yang ”fanatik” atau militan, wah jangan harap ini bisa berkembang.
Nah.. karena dikhawairkan bisa membuat
banyak orang meminum tuak yang terbuat dari nira Aren, maka seolah ini
menjadi penilaian yang buruk pada saat Pemerintah membuat keputusan
pengembangan Aren secara besar-besaran.
Meskipun banyak juga daerah yang
merupakan kantong-kantong muslim ternyata Aren juga bisa berkembang,
seperti di daerah Sulawesi Selatan, mulai dari Pinrang, Sidrap,
Bulukumba, Wajo, Sopeng sampai ke Tana Toraja. Namun di daerah dimana
umat muslim dominan, pengelolaan nira Aren diarahkan menjadi gula merah.
Hal demikian juga terjadi di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan
lain-lain.
Barangkali masih ada faktor-faktor lain
yang menyebabkan pengembangan Aren belum terjadi seperti Kelapa Sawit,
yang belum terungkap pada tulisan di atas. Bagaimana menurut para
pembaca sekalian ? Mohon komentarnya !?
By kebun aren Nunukan; Sabtu, Juni 07, 2008
By kebun aren Nunukan; Sabtu, Juni 07, 2008
Nama-nama Aren di berbagai daerah, penyebaran dan aneka kegunaan Aren
Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber
Nama-nama Daerah untuk tanaman Aren
Aren (Arrenga pinnata) mempunyai banyak
nama daerah seperti : bakjuk/bakjok (Aceh), pola/paula (Karo), bagot
(Toba), agaton/bargat (Mandailing), anau/neluluk/nanggong (Jawa),
aren/kawung (Sunda), hanau (dayak,Kalimantan), Onau (Toraja, Sulawesi),
mana/nawa-nawa (Ambon, Maluku).
Banyak nama daerah yang diberikan untuk Aren di Indonesia. Hal ini karena tingkat penyebarannya sangat luas.
Nama-nama daerah tanaman Aren di Indonesia, antara lain : bak juk (Aceh), ijuk (Gayo), pangguh (Alas), pola, paula (Karo), bagot, agotan (Toba), bargot (Angkola, Mandailing), anau (Simalur), alaha (Bajak), ache, peto (Nias), poula (Mentawai), bagat, bergat, hanau (Kerinci), kawung (Sunda), aren (Jawa, Madura), jaka, hano (Bali), pola (Sumbawa), nao (Bima), kalotu (Sumba), moka (Sawu), moke (Flores), nau, peletuk, gemuti (Timor), seho (Manado), inru (Sulawesi Selatan), enau (Kalimantan) dan segeru (Maluku). Sedangkan nama asing Aren adalah sugar palm.
Banyak nama daerah yang diberikan untuk Aren di Indonesia. Hal ini karena tingkat penyebarannya sangat luas.
Nama-nama daerah tanaman Aren di Indonesia, antara lain : bak juk (Aceh), ijuk (Gayo), pangguh (Alas), pola, paula (Karo), bagot, agotan (Toba), bargot (Angkola, Mandailing), anau (Simalur), alaha (Bajak), ache, peto (Nias), poula (Mentawai), bagat, bergat, hanau (Kerinci), kawung (Sunda), aren (Jawa, Madura), jaka, hano (Bali), pola (Sumbawa), nao (Bima), kalotu (Sumba), moka (Sawu), moke (Flores), nau, peletuk, gemuti (Timor), seho (Manado), inru (Sulawesi Selatan), enau (Kalimantan) dan segeru (Maluku). Sedangkan nama asing Aren adalah sugar palm.
Kegunaan Pohon Aren.
Pohon aren dapat dimanfaatkan, baik
berfungsi sebagai konservasi, maupun fungsi produksi yang menghasilkan
berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi.
Fungsi Konservasi
Pohon aren dengan perakaran yang dangkal
dan melebar akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi
tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang
tertutup dengan lapisan ijuk, akan sangat efektif untuk menahan turunnya
air hujan yang langsung kepermukaan tanah.
Pengelolaan dan pembudidayaan tanaman
aren perlu dilakukan mengingat tanaman aren memiliki keunggulan dalam
mencegah erosi tanah terutama pada daerah-daerah yang terjal karena akar
tanaman aren dapat mencapai kurang lebih enam meter pada kedalam tanah,
sehingga dapat tumbuh baik pada tebing-tebing dan akan sangat baik
sebagai pohon pencegah erosi longsor.
Fungsi Produksi
Fungsi produksi dari pohon aren dapat diperoleh miulai dari akar, batang, daun, bunga dan buah.
Akar
Di Jawa akar aren digunakan untuk berbagai Obat Tradisional (Heyne, 1927; Dongen, 1913 dalam Burkil 1935). Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru.
Di Jawa akar aren digunakan untuk berbagai Obat Tradisional (Heyne, 1927; Dongen, 1913 dalam Burkil 1935). Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru.
Batang
Batang yang keras digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie dan campuran pembuatan lem (Miller, 1964). Sedangkan ujung batang yang masih muda (umbut) yang rasanya manis dapat digunakan sebagai sayur mayor (Burkil, 1935).
Batang aren sering dimanfaatkan untuk jembatan dan saluran air (talang) setelah dibelah memanjang dan diambil empulurnya (sagu atau pati). Batang aren juga bisa dimanfaatkan untuk galar-galar dan bubungan atap rumah.
Batang yang keras digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie dan campuran pembuatan lem (Miller, 1964). Sedangkan ujung batang yang masih muda (umbut) yang rasanya manis dapat digunakan sebagai sayur mayor (Burkil, 1935).
Batang aren sering dimanfaatkan untuk jembatan dan saluran air (talang) setelah dibelah memanjang dan diambil empulurnya (sagu atau pati). Batang aren juga bisa dimanfaatkan untuk galar-galar dan bubungan atap rumah.
Bagian luar batang aren atau ruyung
(sunda) berwarna hitam dan sangat keras. Biasanya bagian ini
dimanfaatkan untuk membuat perkakas rumah tangga dan untuk keperluan
lain, seperti gagang pisau, tangkai kapak, cangkul, dan juga tongkat.
Bagian ini sering digunakan untuk membuat bahan usuk atau kaso penyangga
genting rumah. Karena sifatnya yang keras, bagian luar batang aren ini
juga sangat baik untuk kayu bakar.
Di dalam batang aren terdapat sagu (pati)
yang bisa dibuat tepung. Cara menghasilkan tepung aren tidaklah sulit.
Mula-mula batang aren dipotong-potong sepanjang 1 m, kemudian dibelah
dan empulur yang terdapat di dalamnya dikeruk dengan kapak pengeruk. Di
pabrik, proses pengambilan empulur dilakukan dengan membelah potongan
batang aren menjadi beberapa bagian, kemudian empulur diparut dengan
mesin pembarut. Selanjutnya empulur hasil pemarutan tadi diremas-remas
bersama air yang mengalir menuju bak penampungan dan ampasnya
disingkirkan. Di dalam bak penampung, pati akan mengendap. Setelah semua
pati aren mengendap, kolam (bak) dikeringkan dan pati diambil. Pati
aren yang masih basah dijemur sampai benar-benar kering dan diperoleh
tepung aren yang halus atau aci kawung (sunda).
Tepung aren banyak digunakan dalam
pembuatan aneka jenis makanan, seperti bakso dan bihun. Ampas hasil
samping dari pembuatan tepung aren ini juga sangat baik untuk media
tanam jamur. Tetapi banyak pula pabrik tepung aren yang membuang ampas
tersebut ke sungai atau ditumpuk saja, sehingga menimbulkan pencemaran
air dan udara.
Daun
Daun muda, tulang daun dan pelapah daunnya, juga dapat dimanfaatkan untuk pembungkus rokok, sapu lidi dan tutup botol sebagai pengganti gabus.
Di daerah pedesaan, daging atau gabus dari pelepah daun aren banyak dipakai sebagai bahan pembuatan mainan anak-anak seperti mobil-mobilan. Selain itu juga baik dipakai sebagai penyumbat botol, saluran air dari logam atau bambu, dan lain-lain. Pelepah daun aren yang kering bersama daunnya banyak dimanfaatkan penduduk sebagai kayu bakar. Sedang abunya sering dimanfaatkan penduduk sebagai penyembuh luka, bedak tradisional, dan juga untuk pupuk tanaman sebab mengandung mineral yang cukup tinggi. Pelepah daun juga sering dipakai untuk alat pemikul hasil kebun.
Tulang-tulang anak daun aren banyak dipakai untuk pembuatan sapu lidi, tusuk sate dan keranjang. Daun aren yang masih muda juga digunakan sebagai pembungkus tembakau (klobot ) untuk merokok setelah dijemur atau dikeringkan. Daun aren yang tuan dapat juga digunakan untuk atap rumah seperti halnya daun nipah.
Daun muda, tulang daun dan pelapah daunnya, juga dapat dimanfaatkan untuk pembungkus rokok, sapu lidi dan tutup botol sebagai pengganti gabus.
Di daerah pedesaan, daging atau gabus dari pelepah daun aren banyak dipakai sebagai bahan pembuatan mainan anak-anak seperti mobil-mobilan. Selain itu juga baik dipakai sebagai penyumbat botol, saluran air dari logam atau bambu, dan lain-lain. Pelepah daun aren yang kering bersama daunnya banyak dimanfaatkan penduduk sebagai kayu bakar. Sedang abunya sering dimanfaatkan penduduk sebagai penyembuh luka, bedak tradisional, dan juga untuk pupuk tanaman sebab mengandung mineral yang cukup tinggi. Pelepah daun juga sering dipakai untuk alat pemikul hasil kebun.
Tulang-tulang anak daun aren banyak dipakai untuk pembuatan sapu lidi, tusuk sate dan keranjang. Daun aren yang masih muda juga digunakan sebagai pembungkus tembakau (klobot ) untuk merokok setelah dijemur atau dikeringkan. Daun aren yang tuan dapat juga digunakan untuk atap rumah seperti halnya daun nipah.
Bunga
Tangkai bunga bila dipotong akan menghasilkan cairan berupa nira yang mengandung zat gula dan dapat diolah menjadi gula aren atau tuak (Steenis et.al.,1975).
Tangkai bunga bila dipotong akan menghasilkan cairan berupa nira yang mengandung zat gula dan dapat diolah menjadi gula aren atau tuak (Steenis et.al.,1975).
Bunga jantan
Bunga aren jantan atau langrai (Sunda), biasanya diperoleh setelah tangkai bunga dipotong untuk disadap niranya. Bunga ini dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, terutama ternak kambing.
Bunga aren jantan atau langrai (Sunda), biasanya diperoleh setelah tangkai bunga dipotong untuk disadap niranya. Bunga ini dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, terutama ternak kambing.
Buah
Buahnya dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kolang-kaling yang banyak digunakan untuk campuran es. kolak atau dapat juga dibuat manisan kolang-kaling.
Buahnya dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kolang-kaling yang banyak digunakan untuk campuran es. kolak atau dapat juga dibuat manisan kolang-kaling.
Bila buah aren yang belum terlalu matang
dipotong, maka akan terlihat bijinya yang kenyal berwarna putih jernih
(bening). Daging biji inilah yang disebut kolang-kaling dan bisa
digunakan sebagai bahan makan.
Kolang-kaling memang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Pada saat bulan puasa, permintaan kolang-kaling melonjak sangat tajam. Masyarakat yang beragama Islam sering menjadikan kolang-kaling sebagai menu khas di bulan puasa. Baik sebagai makanan untuk berbuka puasa ataupun santapan ringan setelah melakukan shalat tarawih.
Kolang-kaling memang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Pada saat bulan puasa, permintaan kolang-kaling melonjak sangat tajam. Masyarakat yang beragama Islam sering menjadikan kolang-kaling sebagai menu khas di bulan puasa. Baik sebagai makanan untuk berbuka puasa ataupun santapan ringan setelah melakukan shalat tarawih.
Harga kolang-kaling di bulan puasa juga
lebih mahal dibanding bulan-bulan lainnya. Pada tahun 1992, harga
rata-rata kolang-kaling Rp 500,00/kg, sedang pada bulan puasa antara Rp
1.000,00 – Rp 2.000,00/kg.
Prospek pasar kolang-kilang ini juga cukup cerah sebagai mata dagangan ekspor. Konon Indonesia telah mengekspor kolang-kaling sejak tahun 1970-an serta terus berlanjut hingga sekarang. Negara-negara pembeli kolang-kaling Indonesia selama ini antara lain Amerika Serikat, Saudi Arabia, Belanda, Hongkong, Jepang, Taiwan, dan beberapa negara kawasan Eropa.
Prospek pasar kolang-kilang ini juga cukup cerah sebagai mata dagangan ekspor. Konon Indonesia telah mengekspor kolang-kaling sejak tahun 1970-an serta terus berlanjut hingga sekarang. Negara-negara pembeli kolang-kaling Indonesia selama ini antara lain Amerika Serikat, Saudi Arabia, Belanda, Hongkong, Jepang, Taiwan, dan beberapa negara kawasan Eropa.
Kolang–kaling banyak digunakan sebagai
bahan campuran beraneka jenis makanan maupun minuman. Antara lain dalam
pembuatan kolak, ronde, ice jumbo, cake, minuman kaleng, es campur,
manisan, dan lain-lain. Bahkan masyrakat Jawa Barat yang memiliki
minuman khas berupa bajigur, selalu menambahkan kolang-kaling ke
dalamnya.
Jika orang Sunda menyebut kolang-kaling
itu dengan cangkaleng atau caruluk, maka warga Jakarta menyebutnya buah
atep. Boleh jadi, munculnya sebutan buah atep tersebut karena ijuk
tanaman ini biasa digunakan untuk atap bangunan. Sejalan dengan
berkembangnya bidang upa-boga, sekarang muncul pula aneka produk makanan
baru yang menggunakan kolang-kaling sebagai bahannya, yaitu
kolang–kaling gengsi, kolang-kaling manja, dan kolang-kaling berjuruh.
Kolang-kaling selain bisa dimanfaatkan untuk bahan pencampuran aneka makanan dan minuman, kandungan seratnya juga baik sekali untuk kesehatan. Serat kolang-kaling dan serat dari bahan makana lain yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan proses pembuangan air besar teratur, sehingga bisa mencegah kegemukan atau obesitas, penyakit jantung koroner, kanker usus, dan penyakit kencing manis.
Kolang-kaling selain bisa dimanfaatkan untuk bahan pencampuran aneka makanan dan minuman, kandungan seratnya juga baik sekali untuk kesehatan. Serat kolang-kaling dan serat dari bahan makana lain yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan proses pembuangan air besar teratur, sehingga bisa mencegah kegemukan atau obesitas, penyakit jantung koroner, kanker usus, dan penyakit kencing manis.
Ijuk
Tanaman aren tampak menyeramkan karena
batangnya diselimuti oleh-oleh bulu-bulu berwarna hitam yang dinamakan
ijuk. Ijuk yang berupa serat-serat ini menempel pada batang di sekitar
pangkal pelepah daun.
Semakin berkurangnya tanaman aren dalam beberapa tahun terakhir diakui pula oleh para pengrajin atau penyisir jika di berbagai daerah. Bahkan para pengrajin ijuk itu terpaksa untuk mencari tanaman aren ke tempat yang lebih jauh dari lokasi pabrik ijuknya.
Semakin berkurangnya tanaman aren dalam beberapa tahun terakhir diakui pula oleh para pengrajin atau penyisir jika di berbagai daerah. Bahkan para pengrajin ijuk itu terpaksa untuk mencari tanaman aren ke tempat yang lebih jauh dari lokasi pabrik ijuknya.
Ijuk merupakan bahan yang banyak sekali
digunakan untuk berbagai macam keperluan. Antara lain untuk bahan baku
anyam-anyaman, seperti tali, sapu, sikat, dekorasi, atap rumah
tradisional, septik tank, dan lain-lain. Atap yang terbuat dari ijuk
aren ternyata mempunyai daya tahan 10 tahun lebih dan tidak cocok karena
ijuk mampu menahan guyuran air hujan yang deras.
Di dalam ijuk aren juga terdapat semacam
lidi yang keras sekali disebut harupat (Sunda) Pada zaman dahulu, lidi
ini dipakai sebagai pena untuk menulis huruf Arab dan di Sumatera Barat
alat ini dinamakan kalam. Kata kalam berasal dari bahasa arab yang
artinya alat untuk menulis.
Belakangan ijuk aren banyak juga dimanfaatkan sebagai bahan bantalan kursi maupun jok kendaraan bermotor. Selain itu, ijik juga digunakan sebagai bahan kedap suara di studio rekaman dan gedung pertunjukan, penyekat panas mesin boiler, dan sebagai bahan tambahan untuk membuat lapangan olahraga.
Perkembangan ekspor ijuk di Indonesia antara tahun 1987- 1991 dapat dilihat pada tabel 10. Adapun negara-negara yang selama ini menjadi pengimpor ijuk Indonesia di antaranya adalah Amerika Serikat, Inggaris, Singapura, Srilanka, Pakistan, New Zealand, Taiwan, Jepang, Australia Sudi Arabia, Prancis, dan Belanda.
Belakangan ijuk aren banyak juga dimanfaatkan sebagai bahan bantalan kursi maupun jok kendaraan bermotor. Selain itu, ijik juga digunakan sebagai bahan kedap suara di studio rekaman dan gedung pertunjukan, penyekat panas mesin boiler, dan sebagai bahan tambahan untuk membuat lapangan olahraga.
Perkembangan ekspor ijuk di Indonesia antara tahun 1987- 1991 dapat dilihat pada tabel 10. Adapun negara-negara yang selama ini menjadi pengimpor ijuk Indonesia di antaranya adalah Amerika Serikat, Inggaris, Singapura, Srilanka, Pakistan, New Zealand, Taiwan, Jepang, Australia Sudi Arabia, Prancis, dan Belanda.
Umbut
Umbut yang terdapat di puncak aren dapat dimakan lanngsung. Tetapi akan lebih nikmat bila diolah atau dimasak terlebih dahulu dan kemudian dicampur dengan makanan lain.
Umbut yang terdapat di puncak aren dapat dimakan lanngsung. Tetapi akan lebih nikmat bila diolah atau dimasak terlebih dahulu dan kemudian dicampur dengan makanan lain.
Akar
Akar aren dapat dipergunakan untuk bahan kerajinan tangan yang berupa anyam- anyaman maupun bahan pembuatan cambuk.
Akar aren dapat dipergunakan untuk bahan kerajinan tangan yang berupa anyam- anyaman maupun bahan pembuatan cambuk.
Obat Tradisional
Bagian tertentu tanaman aren juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Dengan membuat ramuan berupa akar tanaman aren dan batang rumput alang-alang, maka kesulitan buang air besar teratasi. Caranya, ramuan ini direbus dan airnya diminum.
Tuak dari hasil fermentasi nira aren juga berguna sebagai perangsang haid. Selain itu, minuman tuak nira pun cukup ampuh untuk melawan radang paru-paru dan mejan. Gula aren sendiri sering dilibatkan dalam ramuan obat tradisional dan katanya memiliki khasiat sebagai obat demam dan sakit perut.
By kebun aren Nunukan; Selasa, Juni 03, 2008
Bagian tertentu tanaman aren juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Dengan membuat ramuan berupa akar tanaman aren dan batang rumput alang-alang, maka kesulitan buang air besar teratasi. Caranya, ramuan ini direbus dan airnya diminum.
Tuak dari hasil fermentasi nira aren juga berguna sebagai perangsang haid. Selain itu, minuman tuak nira pun cukup ampuh untuk melawan radang paru-paru dan mejan. Gula aren sendiri sering dilibatkan dalam ramuan obat tradisional dan katanya memiliki khasiat sebagai obat demam dan sakit perut.
By kebun aren Nunukan; Selasa, Juni 03, 2008
Prospek Emas si Pohon Aren
Prospek emas si pohon Aren sebenarnya
sudah diperkenalkan oleh Kanjeng Sunan Bonang, seorang waliyulloh
penyebar Agama Islam di Pulau Jawa. Konon beliau waktu itu dirampok/
dibegal oleh berandal Lokajaya yang menginginkan harta dari Kanjeng
Sunan Bonang.
Singkatnya menurut alkisah, beliau
menunjuk pada pohon Aren dan mengatakan bahwa kalau ingin harta banyak
lihatlah pohon Aren itu. Maka berandal Lokajaya itu melihat emas di
pohon Aren tersebut. Buahnya laksana emas yang bergelantungan.Emas
adalah lambang kemakmuran dan kesejahteraan, bahkan lambang kemewahan.
Ternyata baru awal tahun 2000-an ini para
ahli bangsa Indonesia baru menyadari isyarat tersembunyi ataurahasia
emas si pohon Aren. Kanjeng Sunan memang tidak menjelaskan secara jelas,
namun kiranya Tuhan Yang Maha Latif mengajarkannya melalui ilmunya
seorang Wali yaitu Kanjeng Sunan Bonang kepada berandal Loka Jaya.
Ternyata emas itu berasal dari Nira Aren
yang keluar dari hasil sadapan tangkai bunga, baik dari tangkai bunga
betina maupun tangkai bunga jantan. Pohon yang sudah maksimal
pertumbuhan vegetatifnya (sekitar umur 6 tahun kalau tumbuh liar atau
alami) akan mengeluarkan bunga betina sampai dengan 6,8 atau 12 tandan
bnga betina. Ada juga pohon Aren yang tidak pernah mengeluarkan tandan
bunga betina, namun langsung dari awal masa generatifnya hanya tandan
bunga jantan saja sampai akhir.
Tandan bunga pertama muncul dari bagian
paling atas pohon kemudian tandan berikutnya muncul dari ketiak pelepah
daun yang berada di bawahnya. Tandan bunga selanjutnya muncul terus
menerus bergantian dari atas menuju ke bawah sampai pada bekas ketiak
pelepah daun terbawah.Dari seorang petani Aren yaitu Bapak Sarman di
Mambunut Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur diketahui bahwa ternyata
tandan bunga betina yang biasanya mengeluarkan buah kolang-kaling, bisa
disadap air niranya.
Bahkan hasil nira dari tandan bunga
betina ini hasil sadapannya mencapai 40 liter Nira setiap hari per
pohon. Setiap hari dilakukan dua kali sadap, yaitu pagi sekitar jam 7.00
dan sore sekitar jam 17.00. Hasil sadapan pagi biasanya lebih banyak
dari pada yang sore hari. Keluarnya nira yang paling deras terjadi pada
waktu sekitar jam 03.00 s/d jam 04.00 dini hari. Dia
mengilustrasikannya, bahwa seperti manusia kalau dia kedinginan
keringatnya kurang tapi kencingnya yang banyak.
Kalau seandainya pohon Aren ini
dikebunkan seperti sang pendatang dari Brazil, yaitu Kelapa Sawit,
dengan bibit yang unggul, pemeliharaan yang intensif, pemupukan yang
cukup, pengelolaan menejemen kebun yang memadai. Tentu hasilnya akan
lebih baik dari pada yang sekarang ini dihasilkan dari pohon yang alami
bahkan yang tumbuh liar dengan jarak yang tidak beraturan.
Dengan memakai asumsi produksi yang alami
saja misalkan 10 liter nira/hari/pohon; jika 100 pohon yang disadap
setiap harinya (dari populasi 250 pohon setiap hektar), maka akan
diperoleh nira 1.000 liter/hari/ha. Rendemen gula merah dari nira
sekitar 20-26,5 %, artinya dari 1.000 liter maka akan diperoleh sekitar
200-265 kg gula merah setiap hari. Kalau harga di tingkat petani Rp
5.000/kg, maka setiap hari pendapatan kotor petani aren dengan areal 1
hektar akan memperoleh sekitar Rp 1.000.000/hari/ha sampai dengan Rp
1.325.000/hari/ha.
Tentu pendapatan itu masih dikurangi
dengan biaya tenaga sadap sebanyak 3-5 orang, tenaga pengolah gula 1-2
orang. Berarti setiap hektarnya kebun sudah menyerap tenaga kerja antara
4-7 orang, memberi pendapatan kepada petani pemilik yang demikian
besar.Bukankah ini yang dimaksud dengan kemakmuran, yaitu petani dengan
pendapatan tinggi, tidak ada lagi pengangguran, roda ekonomi di pedesaan
akan berjalan lagi ……. yaaaa… prospek emas dari pohon Aren itu akan
menjadi kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk negeri, seperti
isyarat sang Waliulloh Kanjeng Sunan Bonang.
Kalau berminat kembangkan Aren skala luas
bisa hubungi kami dihttp://kebunAren.blogspot.com/atau menghubungi saya
dengan e-mail : diankusumanto@yahoo.co.id
By kebun aren Nunukan; Kamis, April 10, 2008
By kebun aren Nunukan; Kamis, April 10, 2008
Potensi Besar Agribisnis Aren
Selain gula dan etanol, apa saja kegunaan aren yang lain dan seberapa besar terdapat di Indonesia?
Aren dengan nama ilmiah Arenga pinnata
sudah sejak lama dikenal para petani kita sebagai tanaman bernilai
ekonomis. Namun hingga kini masukan ilmu dan teknologi pada aren masih
sangat minimum. Berbeda dengan kelapa dan kelapa sawit, tanaman sefamili
aren. Jumlahnya secara pasti belum diketahui tapi diyakini potensi aren
di Indonesia luar biasa besar yang tersebar mulai dari daerah pantai
sampai ke pegunungan.
Agribisnis berbasis aren menghasilkan produk utama gula merah atau gula kristal yang bisa menjadi sumber gula alternatif sehingga kita tidak pusing dengan impor gula lagi. Dan nira aren dapat diolah menjadi etanol, sumber energi yang bisa diperbarui. Selain menghasilkan gula dan etanol, pohon aren juga bisa memproduksi lidi, ijuk, daun untuk atap rumah, dan kayu dengan kualitas sangat baik. Dari aren juga bisa dihasilkan makanan enak, yaitu kolang kaling.
Agribisnis berbasis aren menghasilkan produk utama gula merah atau gula kristal yang bisa menjadi sumber gula alternatif sehingga kita tidak pusing dengan impor gula lagi. Dan nira aren dapat diolah menjadi etanol, sumber energi yang bisa diperbarui. Selain menghasilkan gula dan etanol, pohon aren juga bisa memproduksi lidi, ijuk, daun untuk atap rumah, dan kayu dengan kualitas sangat baik. Dari aren juga bisa dihasilkan makanan enak, yaitu kolang kaling.
Bagaimana potensinya untuk dikembangkan?
Sekarang baru disadari aren mempunyai
potensi yang luar biasa besarnya dari segi ekonomi, pemerataan
pendapatan, dan penanggulangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan.
Dari segi ekonomi, aren melalui suatu proses sangat sederhana
menghasilkan nira sebagai produk utama yang bisa diproses jadi gula
merah sebagai pengganti gula putih dan etanol yang sangat penting untuk
energi.
Dari segi pemerataan pendapatan, aren diusahakan petani-petani kecil dan kebanyakan masih belum dibudidayakan dan tumbuh liar di hutan-hutan sekitar pemukiman. Karena itu produk-produk ekonomis tadi dimanfaatkan rakyat yang berpenghasilan rendah. Jadi aren ini dapat dijadikan program penanggulangan pengangguran dan kemiskinan di pedesaan.
Dari segi pemerataan pendapatan, aren diusahakan petani-petani kecil dan kebanyakan masih belum dibudidayakan dan tumbuh liar di hutan-hutan sekitar pemukiman. Karena itu produk-produk ekonomis tadi dimanfaatkan rakyat yang berpenghasilan rendah. Jadi aren ini dapat dijadikan program penanggulangan pengangguran dan kemiskinan di pedesaan.
Dari segi kelestarian lingkungan, aren
tumbuh subur bersama-sama pohon lain. Oleh karena itu, aren mampu
menciptakan ekologi yang baik sehingga tercipta keseimbangan biologi. Di
samping itu, karena dia tumbuh bersama-sama pohon lain dapat menjadi
penahan air yang baik dan aren relatif sulit untuk terbakar. Berbeda
dengan kelapa sawit dan kelapa yang membutuhkan kondisi monokultur.
Apa kelebihan aren dibanding dengan tebu?
Aren jauh lebih produktif dari tanaman
tebu dalam menghasilkan kristal gula dan biofuel per satuan luas.
Produktivitasnya bisa 4—8 kali dibandingkan tebu. Dan rendemen gulanya
12%, sedangkan tebu rata-rata hanya 7%. Gula aren dinilai baik dan dapat
dijadikan gula kristal yang dapat diekspor. Harga ekspornya Rp50.000/kg
dan di tingkat konsumen di Belanda Rp90.000/kg, bandingkan harga gula
pasir sekitar Rp7.000/kg. Dari gula aren itu juga bisa didapatkan 30%
berupa molase untuk membuat etanol bahan biofuel.
Yang menarik, tanaman aren tidak
membutuhkan pemupukan untuk tumbuh, tidak terserang hama dan penyakit
yang mengharuskan penggunaan pestisida sehingga aman bagi lingkungan.
Bahkan boleh dikatakan produknya organik. Aren dapat tumbuh pada lahan
marginal di lereng gunung atau berbukit-bukit bersama tanaman lain.
Sedangkan tebu harus ditanam di lahan subur yang datar sehingga dalam
penggunaan lahan bersaing dengan tanaman lain seperti padi dan jagung.
Apa yang menjadi masalah dalam pengembangannya?
Masalah pengembangannya adalah
pengetahuan kita mengenai aren sangat minim dibandingkan kelapa sawit,
kelapa, dan tebu. Kalau kita mau mengembangkan dalam skala regional dan
nasional, pengetahuan tentang aren harus ditambah. Pengetahuan yang
mendesak adalah mengenai seleksi tanaman yang mempunyai produktivitas
tinggi dan cara perbanyakannya. Kedua, pengetahuan mengenai proses panen
yang efisien dan efektif. Ketiga, transportasi nira dari pohon ke
pabrik agar tidak rusak. Dan keempat, sistem pengolahan hasil yang
modern.
Dan tak kalah pentingnya masalah organisasi dan manajemen. Mulai dari organisasi petani, organisasi pabrik, dan organisasi distribusi dari petani ke pabrik, serta manajemen yang mengelola sistem agribisnis berbasis aren tersebut.
Dan tak kalah pentingnya masalah organisasi dan manajemen. Mulai dari organisasi petani, organisasi pabrik, dan organisasi distribusi dari petani ke pabrik, serta manajemen yang mengelola sistem agribisnis berbasis aren tersebut.
Apakah sudah ada contoh pengolahan aren dalam skala besar?
Ada. Contoh dapat kita di Tomohon, Sulawesi Utara. Pabrik modern yang diusahakan Yayasan Masarang itu sekarang sudah mengolah nira menjadi gula semut berkualitas tinggi untuk ekspor. Pabrik Gula Aren Masarang ini mulai berproduksi sejak 2006. Saat ini produksi rata-rata 3,5 ton gula kristal atau gula semut per hari.
Mereka berhubungan dengan petani pemasok nira sebanyak 3.500 orang yang tersebar di 35 desa di Kota Tomohon. Petani menerima harga jual nira Rp2.000/liter. Dan ketika nira telah diolah menjadi gula semut, petani juga memperoleh bagian keuntungan sehingga pabrik dan petani sama-sama beroleh keuntungan.
Pabrik gula aren modern pertama di Indonesia bahkan di dunia ini pada Minggu (15/01), lalu baru diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden juga sekaligus melepas ekspor perdana gula aren sebanyak 12,5 ton ke Belanda. Selain Belanda, ekspor juga akan dilakukan ke Swiss dan Jerman.
Suatu hal yang menggembirakan, Menko Kesra Aburizal Bakrie akan mereplikasi pabrik gula aren modern ini di sepuluh provinsi pada 2007. Dan investasi untuk pabrik ini tidak terlalu mahal, sekitar US$ 1 juta untuk kapasitas 20 ton gula semut per hari. Harapan saya nanti bank akan melirik usaha ini khususnya membiayai pabrik dan perdagangannya. (Diambil dari tulisan Sdr. Untung Jaya) oleh Dian Kusumanto
By kebun aren Nunukan; Jumat, April 04, 2008
2 komentar
Link ke posting ini
Ada. Contoh dapat kita di Tomohon, Sulawesi Utara. Pabrik modern yang diusahakan Yayasan Masarang itu sekarang sudah mengolah nira menjadi gula semut berkualitas tinggi untuk ekspor. Pabrik Gula Aren Masarang ini mulai berproduksi sejak 2006. Saat ini produksi rata-rata 3,5 ton gula kristal atau gula semut per hari.
Mereka berhubungan dengan petani pemasok nira sebanyak 3.500 orang yang tersebar di 35 desa di Kota Tomohon. Petani menerima harga jual nira Rp2.000/liter. Dan ketika nira telah diolah menjadi gula semut, petani juga memperoleh bagian keuntungan sehingga pabrik dan petani sama-sama beroleh keuntungan.
Pabrik gula aren modern pertama di Indonesia bahkan di dunia ini pada Minggu (15/01), lalu baru diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden juga sekaligus melepas ekspor perdana gula aren sebanyak 12,5 ton ke Belanda. Selain Belanda, ekspor juga akan dilakukan ke Swiss dan Jerman.
Suatu hal yang menggembirakan, Menko Kesra Aburizal Bakrie akan mereplikasi pabrik gula aren modern ini di sepuluh provinsi pada 2007. Dan investasi untuk pabrik ini tidak terlalu mahal, sekitar US$ 1 juta untuk kapasitas 20 ton gula semut per hari. Harapan saya nanti bank akan melirik usaha ini khususnya membiayai pabrik dan perdagangannya. (Diambil dari tulisan Sdr. Untung Jaya) oleh Dian Kusumanto
By kebun aren Nunukan; Jumat, April 04, 2008
2 komentar
Link ke posting ini
Prospek Produk Gula Aren di Jepang dan Belanda
Di Jepang
Peluang yang sangat besar saat ini bagi produk Gula Aren (Palm Sugar) di Jepang sudah tidak diragukan lagi. Kandungan kalorinya yang rendah dan dapat digunakan untuk membuat kue menjadikan Gula Aren sangat diminati. Mr. Ryuji Nishi mengungkapkannya dalam sebuah seminar mengenai potensi produk makanan dari Indonesia di pasar Jepang.
Dalam presentasinya, konsultan ini memberi masukan tentang produk Gula Aren yang diminati tidak mengandung bahan kimia dan ditanam di lahan yang alami tanpa pupuk organik. Diperlukan kesungguhan mencari mitra di Jepang dengan pengusaha yang memproduksi kue-kue khas Jepang, produsen gula pasta atau pemilik kedai kopi.
Barang contoh beserta harga jual di toko swalayan juga diperlihatkan dalam seminar tersebut. Dalam contoh yang diperlihatkan, harga Palm Sugar JPY 735/200 gram; Maple Sugar JPY 1000-2000/1 kg; Brown Sugar JPY 240/0,5 kg; Crystal Sugar JPY 160/0,5 kg; Gula Pasta JPY 500/0,5 kg.
Negara pesaing untuk produk ini adalah Thailand yang menguasai pasar 49%, Australia 39%, Afrika Selatan 12%, namun belum pernah mengimpor dari Indonesia. (dn)
Peluang yang sangat besar saat ini bagi produk Gula Aren (Palm Sugar) di Jepang sudah tidak diragukan lagi. Kandungan kalorinya yang rendah dan dapat digunakan untuk membuat kue menjadikan Gula Aren sangat diminati. Mr. Ryuji Nishi mengungkapkannya dalam sebuah seminar mengenai potensi produk makanan dari Indonesia di pasar Jepang.
Dalam presentasinya, konsultan ini memberi masukan tentang produk Gula Aren yang diminati tidak mengandung bahan kimia dan ditanam di lahan yang alami tanpa pupuk organik. Diperlukan kesungguhan mencari mitra di Jepang dengan pengusaha yang memproduksi kue-kue khas Jepang, produsen gula pasta atau pemilik kedai kopi.
Barang contoh beserta harga jual di toko swalayan juga diperlihatkan dalam seminar tersebut. Dalam contoh yang diperlihatkan, harga Palm Sugar JPY 735/200 gram; Maple Sugar JPY 1000-2000/1 kg; Brown Sugar JPY 240/0,5 kg; Crystal Sugar JPY 160/0,5 kg; Gula Pasta JPY 500/0,5 kg.
Negara pesaing untuk produk ini adalah Thailand yang menguasai pasar 49%, Australia 39%, Afrika Selatan 12%, namun belum pernah mengimpor dari Indonesia. (dn)
di Belanda
Aren jauh lebih produktif dari tanaman tebu dalam menghasilkan kristal gula dan biofuel per satuan luas. Produktivitasnya bisa 4—8 kali dibandingkan tebu. Dan rendemen gulanya 12%, sedangkan tebu rata-rata hanya 7%. Gula aren dinilai baik dan dapat dijadikan gula kristal yang dapat diekspor. Harga ekspornya Rp50.000/kg dan di tingkat konsumen di Belanda Rp90.000/kg, bandingkan harga gula pasir sekitar Rp7.000/kg.
Dari gula aren itu juga bisa didapatkan 30% berupa molase untuk membuat etanol bahan biofuel. Yang menarik, tanaman aren tidak membutuhkan pemupukan untuk tumbuh, tidak terserang hama dan penyakit yang mengharuskan penggunaan pestisida sehingga aman bagi lingkungan. Bahkan boleh dikatakan produknya organik. Aren dapat tumbuh pada lahan marginal di lereng gunung atau berbukit-bukit bersama tanaman lain. Sedangkan tebu harus ditanam di lahan subur yang datar sehingga dalam penggunaan lahan bersaing dengan tanaman lain seperti padi dan jagung.
By kebun aren Nunukan; Jumat, April 04, 2008
0 komentar
Link ke posting ini
Aren jauh lebih produktif dari tanaman tebu dalam menghasilkan kristal gula dan biofuel per satuan luas. Produktivitasnya bisa 4—8 kali dibandingkan tebu. Dan rendemen gulanya 12%, sedangkan tebu rata-rata hanya 7%. Gula aren dinilai baik dan dapat dijadikan gula kristal yang dapat diekspor. Harga ekspornya Rp50.000/kg dan di tingkat konsumen di Belanda Rp90.000/kg, bandingkan harga gula pasir sekitar Rp7.000/kg.
Dari gula aren itu juga bisa didapatkan 30% berupa molase untuk membuat etanol bahan biofuel. Yang menarik, tanaman aren tidak membutuhkan pemupukan untuk tumbuh, tidak terserang hama dan penyakit yang mengharuskan penggunaan pestisida sehingga aman bagi lingkungan. Bahkan boleh dikatakan produknya organik. Aren dapat tumbuh pada lahan marginal di lereng gunung atau berbukit-bukit bersama tanaman lain. Sedangkan tebu harus ditanam di lahan subur yang datar sehingga dalam penggunaan lahan bersaing dengan tanaman lain seperti padi dan jagung.
By kebun aren Nunukan; Jumat, April 04, 2008
0 komentar
Link ke posting ini
Pohon Aren dan Kanjeng Sunan Bonang
Pohon Aren memang lagi ngetrend. Dulu
Kanjeng Sunan Bonang sudah ngasih isyarat kepada ‘begal’ yang akhirnya
menjadi Sunan Kalijogo, bahwa di pohon Aren itu ada emas!
EEee.. sekarang, pada saat gula semakin
mahal, bensin semakin langka, lapangan kerja semakin sulit, lahan
semakin kritis karena dieksploitasi…dst., Aren datang sebagai
alternatif. Prospek emas itu ternyata dari sang pohon Aren.
Para peneliti telah lama mengabaikan,
para petani pekebun mengacuhkannya, dianggap pohon Aren sepele dan
remeh!! Kita semua bahkan lalai dan tak ambil peduli dengan isyarat
Kanjeng Sunan Bonang itu.
Malaysia ternyata sedang mengambil
peluang ini dengan menyiapkan secara besar-besaran kebun Aren untuk Gula
dan Bioethanol. Kelapa Sawit yang sudah banyak yang tua tidak
diremajakan lagi, namun diganti dengan Kebun Aren. Konon Datuk Azis
bekas pejabat Negara Bagian Sabah sudah mengembangkan sekitar 3.000 ha
bekerja sama dengan investor Jepang, sekaligus tempat pemasarannya. Di
Negara Bagian Serawak Malaysia juga tidak kalah getolnya mengembangkan
Kebun Aren ini.
Menurut para ahli potensi produksi nira
360.000 s/d 720.000 liter/tahun/ha. Bila niranya diolah menjadi 72 s/d
144 ton/tahun/ha gula merah. Kalau dijadikan Bioethanol FGE 99,5%
menjadi 20.000 s/d 40.000 liter/tahun/ha.Bagaimana?? betul-betul
bernilai laksana emas. Memang betul Kanjeng Sunan Bonang!! Anak cucumu
ini memang amat bodoh dan telah melalaikan isyarat Kanjeng Sunan!!
By kebun aren Nunukan; Jumat, April 04, 2008
By kebun aren Nunukan; Jumat, April 04, 2008
8 Comments »
RSS feed for comments on this post. TrackBack URI
Leave a Reply
Theme: Shocking Blue Green. Blog at WordPress.com.
Namun kalau boleh usul agar tulisan saya yang disunting dapat disusun lay outnya, terpisah dari satu artikel dengan artikel yang lainnya. Jadi tidak bergerombol seperti yangnampak di atas ‘comments’ ini.
Sekali lagi saya ucapkan terima kasih dan salam sukses.
Comment by Dian Kusumanto — June 19, 2009 @ 4:24 am
Comment by Dian K — July 18, 2009 @ 3:00 pm
Apakah saya bisa mendapatkan alamat sentra pembuat gula aren di Jawa Barat?
Terima kasih atas perhatian yang diberikan.
Hormat saya,
Suryo
Comment by Richard Suryo — February 8, 2011 @ 4:06 am
Pak pada bulan apa tanaman aren akan mengalami fase pembungan atau mulai keluarnya bunga??
terima kasih atas perhatian yang d berikan
hormat saya,
Guntur
Comment by guntur gumilang — February 8, 2011 @ 5:30 am
mohon email: mas_grandis@yahoo.com, vanchis_struggle87@yahoo.com
Hormat saya,
Grandis, Irfan
Comment by Irfan Sholeh — August 5, 2011 @ 7:37 pm
SAYA UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS INFORMASINYA, SYUKUR KALAU PAK DIAN BERKENAN MENGIRIM ARTIKEL TEKNIK PEMUKULAN PADA TANGKAI MAYANG AREN, CONTOH PISAU UNTUK MEMOTONG TANGKAI MAYANG AREN.
TERIMA KASIH PAK.
HORMAT SAYA,
KARTONO
Comment by KARTONO — December 3, 2011 @ 5:27 am
ada gak bibit aren hibrida atau unggul yang bisa menghasilkan nira yang banyak dan berkukalitas?bagaiman menyadap tandan betina ?
Comment by lita — March 20, 2012 @ 1:03 am
Comment by Made — June 20, 2012 @ 12:08 am