Aren Indonesia
Robby Assah
Cap Tikus, Andalan Bernilai Rp3,47 T
Sumber: http://mdopost.com/; Jul 26, 2008Oleh : Robby Assah, SE,Msi
PEMERINTAH Brasil mampu mengatasi krisis
energi dengan mengembangkan dan mengolah energi alternatif berbasis
etanol, dan Indonesia kata Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ingin
belajar dari Brasil. Menyimak keberhasilan pemerintah Brasil itu, saya
berpandangan, inilah saatnya Sulawesi Utara bangkit dengan potensi
sumber energi berbasis etanol yakni cap tikus (etanol atau etil alkohol)
dari nira aren.
Potensi sumber energi ini, apabila
dikelola secara maksimal, ternyata nilainya cukup menggiurkan, dan belum
lagi multiplier effect yang diciptakannya. Memproduksi komoditi ini
pada dasarnya sudah diajarkan oleh nenenk moyang kita secara turun
temurun, dan tinggal peningkatan kadar etanolnya yang perlu ada sentuhan
teknologi yang sederhana.
Perkembangan harga minyak dunia saat ini
menunjukkan tren yang meningkat dengan harga US$ 147 perbarel, walaupun
ada penurunan harga akhir-akhir ini. Dampak yang paling terasa dari
kenaikan Bahan Bakar Minyak ini adalah pada subsidi BBM yang memberi
tekanan pada APBN dimana diperkirakan pada tingkat harga US $ 200
perbarel, subsidi BBM akan mencapai Rp300 triliun. Peningkatan harga BBM
ini juga berdampak pada industri yang harus membeli BBM sesuai harga
keekonomiannya. Biaya produksi industri yang harus membeli BBM sesuai
harga keekonomiaanya.
Biaya produksi industri meningkat tajam
yang diikuti naiknya harga bahan baku. Demikian pula transportasi udara
dan laut yang tidak disubsidi, harga barang yang menggunakan jasa kedua
modal angkutan ini juga ikut meningkat tajam. Yang terakhir yang sudah
mulai dirasakan adalah tekanan pada PLN, khususnya pembangkit listrik
yang menggunakan bahan bakar solar, dimana biaya operasionalnya semakin
meningkat.
Permasalahan akibat kenaikan bahan bakar
ini akan tetap menghantui dunia terutama Negara konsumen BBM. Oleh
karena itu, perlu ada upaya untuk mencari dan mengganti penggunaan
energi fosil ini yang ternyata berkontribusi pada pencemaran dan
pemanasan global. Ada beberapa Negara yang sudah mengembangkan sumber
energi terbarukan yang berbasis etanol ini, antara lain Amerika Serikat,
Brasil,Australia, India, China, Jepang, Kolombia, Swedia dan Thaiand.
Sumber etanol dapat diperoleh antara lain
dari jagung, singkong, sorgum, tetes tebu dan aren. Dari sekian banyak
sumber bahan bakar nabati ini, yang memiliki tingkat produktivitas
paling tinggi adalah pohon aren. Pengolahan etanol dari nira aren, tidak
akan menimbulkan konflik kepentingan antara bahan bakar dan pangan
seperti halnya dari jagung aren mampu menghasilkan etanol sebanyak 40000
liter/ha/tahun, Jagung 6000 liter/ha/tahun, Singkong 2000
liter/ha/tahun dan Sorgum 4000 liter/ha/tahun.
Luas perkebunan aren di SUlawesi Utara
adalah 5.787 Ha. Potensi perkebunan aren ini apabila dikelola secara
maksimal dapat menghasilkan etanol sebanyak 634 Kl/hari atau 231.410 kl/
tahun dengan nilai Rp3,471 Triliun, atau menyamai pagu DAU Provinsi dan
Kabupaten Kota Sulawesi Utara. Perkiraan kebutuhan BBM Sulawesi Utara
untuk premium sebanyak kurang lebih 709 kl/hari, minyak tanah 319
kl/hari, Solar 337 kl/hari.
Melihat besaran produksi etanol Sulawesi
Utara, maka kita dapat mengganti pemakaian minyak tanah yang ada di
Sulawesi Utara dengan etanol dan mengoplos bahan bakar premium dengan
etanol menjadi setara dengan pertamax (E 10 atau E 20), sedangkan untuk
sisanya dapat dieksport. Dengan alternative ini dan tetap menghargai
kebijakan pemerintah nasional, Sulawesi Utara rasanya tidak perlu
mengkonvensi minyak tanah ke Gas LPG, akan tetapi mengkonversi minyak
tanah ke bahan bakar etanol. Kebutuhan rumah tangga akan minyak tanah
sebanyak 319 kl/ hari dapat diganti dengan etanol sebanyak 45 kl/ hari
(tingkat efisiensi kompor etanol adalah 1 liter etanol = 7 liter minyak
tanah). Dengan demikian Sulawesi Utara menjadi daerah “mandiri energi”
khususnya tidak menggunakan minyak tanah.
Daya Saing Etanol terhadap BBM.
Subsidi BBM dari pemerintah paling besar
ada pada jeni sbahan bakar minyak tanah. Standard konsumsi minyak tanah
perkapita/perbulan sebanyak 3,5 liter (Bappenas, 2006). Dengan harga
Rp3.000/ liter tergantung jarak dari Depo Pertamina Bitung, pengeluaran
keluarga (4 orang) untuk minyak tanah sebulan sebesar Rp42.000,- Apabila
menggunakan kompor berbahan bakar etanol (90%-99,5%) pengeluaran
keluarga hanya memerlukan 2 liter dengan harga Rp 30.000,- dengan
kelebihannya antara lain sebagai bahan bakar yang bersih, tidak berbau
dan menimbulkan polusi udara atau ramah lingkungan serta tidak mudah
meledak karena tidak bertekanan seperti LPG yang harus dikemas dalam
tabung, dan yang terakhir tidak membebani APBN. Harga keekonomian minyak
tanah per 15 Juli 2008 sebesar Rp 12.981,87. Dengan demikian subsidi
pemerintah kepada setiap keluarga/ perbulan adalah Rp 136.746,2. total
subsidi pemerintah untuk minyak tanah di Sulawesi Utara pertahun sebesar
Rp 1,163 triliun.
Dalam upaya mendukung program langit
biru, Sulawesi Utara dapat berkontribusi dengan mengoplos bahan baker
premium yang digunakan di daerah ini menjadi setara pertamax (E 10 atau E
20). Untuk mendapatkan biopremium setara E 10 konsumsi premium Sulut
dapat dikurangi sebesar 70,9 kl/hari, sedangkan untuk mendapatkan E20
dapat dikurangi sebesar 141,8 kl/hari. Penggunaan pertamax sebanyak 20
liter akan mengeluarkan biaya sebesar Rp 206.000,- jika menggunakan
biopremium E 10 (campuran etanol 10%), biaya yang dikeluarkan hanya
sebesar Rp138.000,- atau ada penghematan pengeluaran sebesar Rp 68.000,-
dengan kelebihannya daya hemat BBM sebesar 20%, akselerasi mesin lebih
baik dan mengurangi polusi udara atau karbon monoksida (CO). harga
keekonomian premium per 15 Juli 2008 Rp 11.156,73. dengan demikian
subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk premium setahun sebesar Rp
1,334 triliun. Jika Sulawesi Utara menggunakan biopremium E10, subsidi
pemerintah untuk premium dapat dikurangi sebesar Rp 133,4 miliar, atau
jika menggunakan E20 berkurang sebesar Rp 266,8 miliar.
Multiplier Effect Selama ini cap tikus
atau etanol dari nira aren dianggap salah satu sumber permasalahan
gangguan ketertiban masyarakat, sehingga perlu dikontrol peredarannya.
Hal inilah yang antara lain menyebabkan petani cap tikus yang kurang
lebih 15.000 orang sering mengeluh tentang pemasaran dari komoditi ini.
Saat ini terbuka jalan bagi petani cap tikus untuk meningkatkan dan
memasarkan produknya, karena pasar bahan bakar alternative ini
terbentang luas. Permintaan etanol cukup besar karena pemerintah
menargetkan pada tahun 2016-2025 kendaraan bermotor dianjurkan
menggunakan bahan bakar E 15 alias campuran premium dengan etanol 15%.
Diperkirakan ketika itu kebutuhan premium Indonesia mencapai 41 miliar
liter dan permintaan etanol 6,28 miliar liter. Dampak positif bagi
Sulawesi Utara dalam mengolah bahan bakar berbasis etanol ini adalah
penciptaan lapangan kerja baru dari hulu hingga ke hilir, peningkatan
pendapatan masyarakat dalam rangka mengurangi kemiskinan, mengurangi
penggunaan kayu bakar dalam kaitannya dengan lingkungan, menstimulus
penanaman pohon aren dalam kaitan dengan konservasi hutan, memberi
kontribusi pada upaya mengurangi pencemaran udara dan pemanasan global
dan terakhir mengurangi beban subsidi BBM. Dalam kaitan dengan usulan
saudara Suhendro Boroma kepada Bapak Presiden beberapa waktu lalu di
Cikeas Bogor tentang “Desentralisasi Penghapusan Subsidi BBM”, dan
bilamana dalam konteks tersebut kebijakan pemerintah provinsi Sulawesi
Utara mendorong masyarakat mengkonversi BBM di daerah ini dapat
dikurangi sebesar Rp1,43 triliun.
Dalam upaya menekan subsidi BBM ini,
terkait dikeluarkannya Perpres No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional, dan Inpres No 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai bahan bakar lain, sewajarnya dan
mungkin dapat diusulkan kepada pemerintah nasional memberikan
penghargaan atau stimulus atau kompensasi bagi daerah yang mampu
mengembangkan energi alternative, katakanlah 50% saja dari nilai subsidi
yang berhasil dihemat, maka kebijakan energi daerah ini akan
menghasilkan Rp 700 miliar atau setara dengan 700 km jalan hotmix dengan
standard kwalitas Rp 1 miliar/KM.
Yang terakhir yang tidak kalah
pentingnya, komoditi ini akan menjadi andalan Sulawesi Utara kini
danmasa mendatang selain Kelapa dan cengkeh, karena nilai produksi
sebsar Rp3,471 triliun pertahun pasti akan memberikan kontribusi yang
besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara (sebagai
pembanding, perkiraan nilai produksi kelapa Rp1,7 triliun, cengkeh Rp0,6
triliun pertahun).
Alangkah indahnya, saat penyelenggaraan
WOC 2009, kita menunjukkan kepada dunia bahwa Sulawesi Utara sudah mulai
menggunakan green Energy dalam rangka mengurangi global warming.
Leave a Comment »
No comments yet.RSS feed for comments on this post. TrackBack URI
Leave a Reply
Theme: Shocking Blue Green. Blog at WordPress.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar