Bisnis Rebung Bambu
Kuning tak Kenal Musim
MINGGU ini, di luar dugaan, redaksi menerima lima surat
e-mail, dari jaringan internet Mitra Bisnis, berupa beberapa permohonan
tentang rebung bambu, yang dalam bahasa asing perdagangannya disebut bamboo
shoot. Surat e-mail itu di antaranya datang dari Jepang, Inggris, Korea
Selatan, Hongkong, Slovakia.
Isi surat itu, berupa tawaran kepada para eksportir di
tanah air, yang mampu memasok rebung bambu secara kontinyu ke negara-negara
itu. Kalau permohonan sudah masuk ke jaringan internet, hal itu bukan main-main.
Ini berarti, rebung bambu tsb, sekarang sudah jadi komoditas internasional
di pasar global.
Spesifikasi permohonan komoditas itu, dibuat secara jelas,
dan dapat dimanfaatkan oleh para eksportir kita. Rebung yang diminta, umumnya
dari jenis bambu kuning yang memang lebih baik dibandingkan rebung yang
dihasilkan dari bambu-bambu lainnya.
Bambu kuning (Bambosa vulgaris Schard) termasuk famili
Graminae, merupakan salahsatu jenis bambu yang merupakan komoditas bernilai
ekspor tinggi.
Tanaman ini, tersebar di daerah tropik dan sub tropik,
walaupun terdapat juga di daerah dingin seperti Jepang, RRC, Chili, dan
AS. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat lebih dari 700 spesies yang
mewakili 60 negara. Dari jumlah itu, 300 spesies ternyata tumbuh di wilayah
Asia.
Negara penghasil bambu terbesar adalah India, yang memiliki
perkebunan bambu seluas 9 juta ha, yang disusul oleh RRC sebanyak 3 juta
ha, kemudian diikuti Jepang seluas 1,2 juta ha.
Di Indonesia, tanaman ini mudah beradaptasi dengan alam,
dan tersebar dari sejak dataran rendah hingga ketinggian 2.000 m dpl (di
atas permukaan laut). Dari sejumlah pohon bambu yang kita miliki, masing-masing
memiliki karakter dan sifat yang berbeda, dan 30 spesies di antaranya tumbuh
di Jawa. Namun dari sejumlah itu, hanya beberapa jenis saja yang memiliki
nilai ekonomi tinggi, baik untuk tanaman hias maupun kebutuhan industri
dan makanan.
Pabrik kertas Leces misalnya, bahkan sudah melirik bambu
yang oleh masyarakat disebut bambu kuning ampel ini, sebagai bahan baku
pembuat kertas, berkualitas tinggi. Para pedagang lumpia, mengakui selalu
kekurangan stok rebung bambu kuning, sebagai bahan utama isi lumpia Semarang,
yang kesohor itu.
Bahkan, para pensiunan Dephutbun, yang tergabung dalam
HPK (Himpunan Pensiunan Kehutanan), tahun 2001 akan mengekspor rebung bambu
kuning ke Australia, Jepang, dan Prancis, yang dikemas dalam kaleng.
Semula, Munawir, seorang guru SD di Dusun Kaliratan,
Desa Ngombek, Kec. Kedungjati, Grobogan, Jateng, termasuk orang yang tidak
yakin bambu yang oleh masyarakat dikenal sebagai penolak bala ini, mampu
meningkatkan taraf hidupnya. Maklum di sekitar desanya, berhamparan lahan
kritis yang dibiarkan berisi alang-alang, singkong, dan pisang, yang nilai
ekonomisnya rendah.
ÓSingkong dan pisang baru bisa dipanen setelah
berusia enam bulan. Harganya pun boleh dibilang tidak ada. Satu tandan
pisang, cuma seharga Rp 1.000,00,Ó katanya membandingkan, seraya
menunjuk sebatang pisang, kepada ÓMBÓ yang berkunjung ke
Dusun Kaliratan, pekan lalu.
Tapi itu cerita lama. Kini di lahan kritis itu, nyaris
telah ditumbuhi bambu kuning. Lahan yang tadinya cuma berisi alang-alang,
singkong dan pisang, satu per satu tergusur oleh rumpun bambu kuning. Selain
nilai ekonomis yang diperoleh, tanah di sekitar Dusun Kaliratan yang umumnya
bertebing dan curam, kini pun aman dari erosi, karena akar bambu kuning
yang berbentuk rimpang sangat kuat menahan erosi, terutama di tempat curam.
Kisah sukses 173 orang warga Desa Ngombak, yang kini
tergabung dalam KPPS (Kelompok Pelestari Hutan Sosial) "Kusuma", dalam
membudidayakan bambu kuning, barangkali tidak akan pernah terjadi, jika
saja seorang Asper Penyuluh Perum Perhutani KPH Semarang, Soehardi, BA,
tahun 1996, tidak jeli melihat potensi yang bisa dikembangkan di desa yang
berada di tepi areal KPH Semarang ini.
Kepada "MB" Soehardi berkisah, sesaat setelah dipindahkan
dari KPH Pati, ia dihadapkan pada masalah klasik yang kerap dihadapi Perum
Perhutani, dengan masyarakat sekitar hutan. Melihat kondisi lapangan yang
ada, maka "proyek" yang terlintas di benaknya adalah, mengembangkan
bambu kuning. Pertimbangannya sederhana, karena lahan di desa ini sebagian
curam, dan kritis.
Langkah awal yang ditempuhnya, bukanlah dengan mengumpulkan
warga setempat untuk diberi penyuluhan agar mau menanam bambu kuning. Namun
ia mensurvei 17 penjual lumpia yang ada di Kota Semarang.
Survei membuktikan, bahwa bahan baku isi lumpia Semarang
yang terkenal itu, berasal dari rebung bambu kuning atau yang mereka kenal
dengan bambu kuning ampel. Setiap harinya, para pedagang lumpia butuh rebung
sebanyak 400 kg.
"Padahal di Semarang, terdapat lebih dari 50 pedagang
lumpia, dan kebutuhannya baru bisa dipenuhi 250 kg," tuturnya. Gayung pun
bersambut, dari pengamatan kecil-kecilan terhadap para pedagang lumpia
itu, ia juga mengetahui bahwa para pedagang pengumpul dari Mranggeng, sekitar
30 km dari lokasi, siap membantu memasarkan hasil rebung itu. Bahkan hingga
kini, para pedagang itu sendiri yang datang ke lokasi untuk membeli hasil
panen.
Keunggulannya
Usaha memasyarakatkan prospek budidaya ini, di tanah
milik masyarakat di sekitar hutan, lambat laun ternyata mendapat respon
positif. Dari demplot (lahan uji coba -red) tahun 1996 seluas 4 hektar,
yang dibiayai Perhutani Unit I Jawa Tengah, sebanyak Rp 4 juta, kini telah
menghasilkan 8.000 kg.
Dengan harga rata-rata Rp 3.000,00/kg, maka warga desa
itu paling tidak telah menikmati Rp 24 juta/bulan. Sebuah nilai tambah
yang besar bila dibandingkan dengan hasil tani dari singkong atau pisang
yang selama ini jadi andalan mereka.
Dibandingkan rebung dari jenis bambu lain, rebung bambu
kuning memiliki beberapa keistimewaan. Munawir, yang telah mengamati pertumbuhan
bambu kuning sejak di demplot tahun 1996 mengatakan, panen rebung bambu
kuning tidak mengenal musim. "Di musim kemarau pun rebungnya tetap ada,"
katanya. Ini berbeda dengan bambu biasa, yang hanya mengeluarkan rebung
saat musim hujan.
Dari sudut ekonomis ini, tentu saja menguntungkan. Sebab
biasanya, harga rebung panenan di musim hujan justru anjlok, karena pasokannya
yang berlimpah. Penurunan harga ini pun diakui Munawir.
"Pada musim hujan harganya turun Rp 1.500,00/kg, namun
kalau musim kemarau bisa mencapai Rp 4.500,00/kg,Ó tuturnya. Kenapa
bisa begitu ? Karena ya, itu tadi, sementara rebung jenis lain tidak panen
di musim kemarau, rebung bambu kuning tetap nongol, meski kemarau.
Rasa alias aroma, rebung bambu kuning lebih harum. Seratnya
lebih lembut. Kalau pada rebung bambu biasa, selama ini anda butuh dua
kali merebus agar tidak gatal di lidah, maka rebung bambu kuning cukup
sekali rebus.
"Setelah mendidih, air rebusannya tak perlu dibuang,
langsung saja ditambahi bumbu, sudah bisa langsung dinikmati," ujarnya
memberi tips. Menurutnya masyarakat keturunan Cina, yang banyak mengkonsumsi
rebung, lebih memilih rebung bambu kuning.-
Artikel selengkapnya terdapat pada Tabloid Mitra Bisnis.
Siang pak saya dari bekasi mau tanya gimana cara pesan rebung dan berapa / kg, Haikal 081213770602
BalasHapuskami menyedia rebung betung yg dihasilkan dari kebun seluas 3,5 Ha, bagi pembeli yang serius kami siap melakukan kerja sama, hub. 081213193576
BalasHapusLokasi mana bisa shaer lokasi
Hapus