F. Rahardi
Memperbaiki Tata Air dengan Bambu
Oleh: F Rahardi; Kompas, 30 Januari 2010Sumber: http://www.unisosdem.org/
FREKUENSI banjir, longsor, dan kekeringan
dari tahun ke tahun makin tinggi. Intensitasnya juga makin kuat. Itu
semua karena tata air di negeri ini makin rusak. Salah satu tanaman yang
berpotensi memperbaiki tata air adalah bambu. Di Jepang, Cina, dan
Taiwan, bambu adalah komoditas komersial.
Indonesia sebenarnya punya banyak jenis
bambu yang potensial dibudidayakan, namun selama ini disia-siakan.
Kendala utama budidaya bambu adalah benih. Ini terjadi saat pemerintah
bermaksud membuat “sabuk hijau” dengan hutan bambu di sekeliling waduk
Kedungombo, Jawa Tengah.
Di Indonesia, menanam bambu selalu
menggunakan rumpun bambu. Dari satu rumpun bambu berisi 10 batang, kalau
dibongkar semua hanya menghasilkan 10 benih. Itu pun harus mengorbankan
rumpun yang produktif.
Memang bambu bisa dikembangbiakkan dengan
biji serta kultur jaringan. Namun, upaya menumbuhkan bunga dan biji
bambu juga tidak mudah. Demikian pula dengan kultur jaringan. Selain
itu, dua cara ini biayanya tinggi dan perlu waktu lama.
Untuk mengecambahkan biji sampai siap
tanam, diperlukan paling cepat dua tahun. Kultur jaringan, makan waktu
lebih lama lagi. Maka para petani Thailand menggunakan benih “cangkokan”
dari cabang (ranting). Caranya mirip petani Sleman, DIY, “mencangkok”
salak pondoh. Selain mudah dan murah, teknik ini juga bisa mempercepat
pengadaan benih secara massal. Dari sebatang bisa dihasilkan 10 benih,
tanpa mengorbankan produktivitas rumpun. Benih ranting juga tidak makan
tempat dan ringan.
BAHAN yang dipakai petani Thai- land
untuk “mencangkok” bambu adalah kantong plastik bening 0,5 kg atau 1 kg,
dengan media gabus sabut kelapa (cocodush). Gabus sabut direndam air,
lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Setelah dipadatkan dan
ujungnya diikat, kantong berisi media disayat sebagian. Pangkal cabang
yang akan “dicangkok” dimasukkan ke bagian yang tersayat lalu diikat
erat-erat.
Dalam waktu kurang dari satu bulan akar
sudah tumbuh. Cabang baru bisa diambil setelah akar yang kelihatan pada
bungkus plastik itu berwarna coklat. Ujung cabang dipotong tinggal 1,5
meter sebelum disemai di polybag.
Jenis bambu yang banyak dibudidayakan di
Jepang, Cina, dan Thailand adalah bambu yang rebungnya enak. Di
Indonesia, contohnya adalah bambu ater (Gigantochloa atter), bambu
betung (Dendrocalamus asper), bambu duri (Bambusa blumeana) dan bambu
hitam (Gigantochloa atriviolacea).
Jenis yang dibudidayakan Thailand adalah
bambu betung dengan pengairan teknis, hingga rebung bisa dipanen
terus-menerus sepanjang tahun. Dalam satu rumpun secara konstan
dipelihara lima batang bambu. Kalau satu batang ditebang, mereka akan
memelihara rebung agar menjadi individu tanaman baru. Selebihnya rebung
dipanen. Tiap 36 hari, satu rumpun akan menghasilkan satu rebung.
Dengan jarak tanam 4 x 6 m, populasi per
hektar mencapai 400 rumpun. Dari tiap hektar kebun bambu ini, tiap
harinya dapat dipanen 10 rebung. Tiap tahunnya, dari tiap hektar lahan
dapat dipanen 4.000 rebung dan 800 batang bambu.
Potensi ekonomis bambu sebenarnya juga
sangat baik. Pasar komoditas rebung paling potensial adalah Cina,
Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, dan Singapura, selain restoran cina
yang banyak terdapat di negara maju.
Bambunya sendiri, tak perlu bicara
ekspor. Sebab, saat ini pun kalangan perajin dan industri dalam negeri
sudah mengeluh kekurangan suplai bambu kualitas baik.
DI seluruh dunia diperkirakan ada sekitar
1.000 jenis bambu. Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang endemik
(hanya terdapat di satu kawasan) maupun yang tersebar di Asia Tenggara.
Selain itu ada 30 jenis bambu introduksi dari luar negeri.
Dari 142 jenis yang selama ini dikenal,
hanya belasan jenis yang sudah dibudidayakan meskipun budidaya bambu di
Indonesia masih subsisten. Baik rebung maupun bambu yang selama ini
diperdagangkan, merupakan tumbuhan liar dari pekarangan maupun kebun
rakyat. Sebagian malah merupakan hasil penjarahan dari hutan.
Selain berpotensi ekonomis, sebenarnya
kegunaan bambu yang paling penting adalah menjaga ekosistem air. Sebagai
jenis rumput-rumputan (Gramineae), bambu memiliki batang yang kuat dan
lentur hingga tahan angin. Perakarannya tumbuh sangat rapat dan menyebar
ke segala arah. Baik menyamping maupun ke dalam. Maka lahan di bawah
tegakan bambu menjadi sangat stabil dan mudah meresapkan air. Tidak
pernah tampak air hujan menggenang di sekitar rumpun bambu.
Bambu juga tahan kekeringan dan bisa
tumbuh baik di lahan curam pada ketinggian 0-1.500 m di atas permukaan
laut (dpl). Jadi, bambu pun berpotensi menahan longsor.
Memang kadang-kadang dijumpai banjir atau
tanah longsor yang menghanyutkan rumpun bambu. Itu bisa terjadi pada
rumpun bambu yang tumbuh soliter. Kalau bambu ditanam berderet membentuk
teras pada sebuah lereng-jadi sabuk gunung-maka kekuatannya luar biasa.
Akar bambu akan saling terkait dan mengikat antarrumpun. Rumpun berikut
serasah di bawahnya juga akan menahan top soil (lapisan tanah permukaan
yang subur) hingga tidak hanyut tergerus air hujan.
F Rahardi Praktisi Pertanian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar