BISNIS BERKEBUN BAMBU
Di Jepang, saya melihat banyak sekali kebun bambu, yang dipanen batang, maupun rebungnya. Saya mendengar di Korea, RRC, Taiwan, Vietnam, dan Thailand, bambu juga sudah biasa dikebunkan. Apakah di Indonesia budi daya bambu bisa menjadi bisnis yang menarik? (Alexander, Semarang).Sdr. Alexander, potensi bisnis budi daya bambu di Indonesia juga cukup menarik. Hasil dari budi daya bambu memang dua macam, yakni batang bambu, dan sekaligus rebungnya. Selain untuk sayuran, rebung bambu juga diserap oleh para produsen lumpia semarang. Dalam skala besar, rebung bambu bisa diespor dalam bentuk segar utuh, segar dicincang (semuanya frozen), atau dikalengkan. Sedangkan bambunya, dalam skala kecil akan diserap oleh insustri kerajinan, meubel, dan bangunan. Dalam skala besar bambu akan diserap oleh industri pulp.
Jenis bambu tropis yang batangnya besar, dan rebungnya enak adalah bambu ater (Gigantochloa atter), bambu hitam (Gigantochloa verticillata), bambu strip (bambu hijau bergaris-garis vertikal kuning, Gigantochloa maxima), dan bambu betung (Dendrocalamus asper). Jenis bambu yang dibudidayakan di Jepang, RRC dan Korea adalah bambu sub tropis. Antara lain Genus Phyllostachys (11 spesies), Bambusa (3 spesies), Semiarundinaria (1 spesies), Sinobambusa (2 spesies), Shibataea (1 spesies), Tetragonocalamus (1 spesies), Pleioblastus (4 spesies), Sasaella (1spesies), Pseudosasa (2 spesies), Sasa (2 spesies), Chemonobambusa (1 spesies), dan Hibanobambusa (1 spesies).
Bambu hitam kita Gigantochloa verticillata, beda dengan bambu hitam sub tropis, yakni Phyllostachys nigra, yang masih satu genus dengan bambu kuning, pring gading, (Phyllostachys aureosulcata). Jenis bambu ini paling populer sebagai bahan kerajinan, meubel, maupun bangunan tradisional, terutama saung yang artistik. Meskipun permintaan bambu hitam cukup besar, namun sampai sekarang belum ada kebun bambu hitam dalam skala besar yang dikelola secara profesional. Sementara di Jepang, Korea, dan RRC, bambu hitam sudah menjadi komoditas yang cukup penting, dengan dua hasil utama: kayu dan rebung.
Di negeri kita, budi daya bambu masih menggunakan benih anakan dari bonggol yang berukuran besar. Sementara di Jepang, Korea, dan RRC, budi daya bambu sudah menggunakan benih dari cabang yang tumbuh pada batang utama. Pemanfaatan cabang untuk benih, jauh lebih menguntungkan jika dibanding dengan anakan yang diambil dari rumpun (bonggol bambu). Sebab biaya pengambilan bonggol (dengan cara digali, dipotong dan didongkel), jauh lebih tinggi jika dibanding dengan menumbuhkan akar pada pangkal cabang yang menempel di batang. Pengangkutan benih dari cabang juga relatif murah, karena bobot serta volumenya tidak sebesar benih berupa bonggol.
Untuk menumbuhkan akar pangkal cabang bambu tersebut dibersihkan dari seludang, kemudian dipasangkan serbuk sabut kelapa yang dibungkus plastik transparan. Kalau akar sudah tumbuh dan mulai kelihatan berwarna cokelat, maka cabang tersebut bisa diambil, kemudian bagian ujungnya dipotong, disisakan hanya sepanjang 1 m. Setelah plastik pembungkus media dibuang, benih disemai dalam polybag. Diperlukan waktu sekitar 1 sd. 3 bulan dalam penyemaian untuk menumbuhkan tunas-tunas baru. Baik tunas cabang maupun tunas batang dari dalam media. Ketika itulah benih sudah bisa dipindahkan ke lahan secara permanen.
Jarak tanam antar rumpun di kebun bambu 4 X 6 m, hingga populasi per hektarnya bisa mencapai 400 rumpun. Dalam tiap rumpun ada 5 batang buluh yang siap untuk dipanen setiap tahun 1 buluh. Hingga dari 1 hektar kebun bambu, tiap tahunnya dapat diperoleh 400 batang bambu yang sudah cukup tua karena berumur 5 tahun. Kalau satu batang bambu di kebun berharga Rp 5.000 maka dari tiap hektar kebun bambu itu tiap tahunnya dapat diperoleh pendapatan Rp 2.000.000. Selain itu, apabila kebun bambu diberi pengairan, dari masing-masing rumpun, tiap minggunya dapat dipanen 1 rebung bambu, sebab pertumbuhannya cukup cepat.
Dari satu hektar kebun bambu, dapat dipanen 400 rebung per minggu. Setelah dibersihkan dan bagian pangkalnya dibuang, bobot satu rebung hanya sekitar 1 sd. 1,5 kg. Hingga hasil per hektar per tahun sekitar 20 sd. 30 ton rebung yang sudah terkupas dan dibuang bagian pangkalnya yang berkayu. Dengan harga sekitar Rp 2.000 per kg, maka dari satu hektar lahan itu akan dapat diperoleh pendapatan kotor dari rebung Rp 40.000.000 sd. Rp 60.000.000 dalam setahun. Sebagian besar pendapatan akan terserap untuk biaya penyusutan, tenaga kerja (pengambilan rebung dan pengupasan), serta untuk pengairan. Pendapatan bersih bisa separo dari pendapatan kotor tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar