Selasa, 24 April 2012
Menyadap Miliaran Rupiah dari Pohon Aren
Menyadap Miliaran Rupiah dari Pohon Aren
Aren merupakan tanaman yang sudah lama
dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia dengan produk utama berupa gula
merah. Namun, belum banyak yang menyadari bahwa pohon aren mampu
menghasilkan miliaran rupiah, bila dioptimalkan.
Aren memiliki berbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk, atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan Semenanjung Malaya); kawung, atau taren (Sunda); akol, akel, akere, inru, atau indu (bahasa-bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, atau tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain.
Pohon aren (kawung) merupakan tanaman yang
banyak manfaatnya. Buahnya (kolang-kaling) dapat dipakai untuk campuran
minuman, niranya dapat disadap dari batang bunganya, dan kayunya dapat
diolah menjadi tepung sagu (aci aren).
Bila dihitung, pohon itu mampu memberi
penghasilan bagi pemiliknya hingga Rp 12 juta selama tiga tahun.
Demikian diutarakan Hasyim, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Perajin dan
Industri Kecil (APPIK) Majenang yang juga perajin gula aren Desa
Cibeunying, Kecamatan Majenang, saat pelatihan pembuatan gula aren,
baru-baru ini.
Namun, tidak banyak penyadap (penderes)
dan pemilik pohon aren yang bisa memaksimalkan manfaatnya. “Pohon aren
itu banyak manfaatnya, satu pohon bisa menghasilkan uang sampai Rp 12
juta selama tiga tahun. Tapi masih banyak yang belum tahu,” kata Hasyim.
Bila 1 pohon menghasilkan Rp 12 juta dalam
3 tahun, maka dengan 100 pohon saja bisa didapat penghasilan sedikitnya
Rp 1,2 miliar dalam 3 tahun. Itu artinya, pemilik 100 pohon aren bisa
berpenghasilan Rp 400 juta setahun atau sekitar Rp 33 juta lebih per
bulan
Masalahnya, lanjut Hasyim, karakteristik
setiap pohon berbeda, teknik menyadapnya pun berlainan. Sehingga tidak
semua penyadap sukses menyadap nira aren.
Apabila telah berhasil disadap, nira aren
biasanya hanya diolah menjadi gula aren cetak, sehingga harganya
cenderung rendah. Untuk itu, dia berharap setiap penyadap saling
berbagi pengalaman agar mereka semua sukses menyadap pohon aren. “Teknik
setiap penyadap berbeda-beda, kalau teknik seorang penyadap dipakai
untuk menyadap pohon aren lainnya belum tentu berhasil. Apalagi setiap
penyadap dan pohonnya punya ritual yang berlainan,” katanya.
Menurut Hasyim, ritual tersebut sebagian
besar masih berlandaskan pada pengalaman bersifat mistis, bukan pada
teknik dan ilmu pengetahuan modern. Di antaranya tidak pakai
wangi-wangian, mengencingi pohon, dan bertengkar dengan istri. Kalau
pantangan dilanggar, pohon akan “ngadat” alias tidak keluar niranya.
Karena itu dia berharap, para penyadap
dapat mengembangkan pengetahuannya tentang aren sehingga mampu
meningkatkan produktifitas nira aren dan menghasilkan produk-produk yang
lebih bervariasi. Dia mencontohkan dengan membuat jahe aren, kopi jebug
aren, atau gula semut aren dalam kemasan. Dengan demikian, nilai
ekonominya meningkat.
Perlu diketahui gula aren cetak biasanya
dijual seharga Rp 8.000 – Rp 9.000 per kilogram. Adapun harga gula semut
aren bisa mencapai Rp 20 ribu - Rp 25 ribu per kilogram, dan jahe aren
bisa mencapai Rp 8.000 per bungkus ukuran seperempat kilogram.
Memanfaatkan DAS
Kepala UPT Disperindagkop Majenang,
Pristiwanto menambahkan, sentra aren terdapat di wilayah Kecamatan
Dayeuhluhur, Wanareja, dan Majenang. Namun saat ini jumlah pohon aren
kian berkurang, karena banyak yang ditebang untuk dibuat tepung sagu
(aci aren). Padahal, pohon tersebut sangat potensial untuk dikembangkan.
Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM
(Kemenkop UKM) bersinergi dengan Institut Ilmu Manajemen Koperasi
Indonesia (Ikopin) dan BUMN Hijau Lestari untuk mengembangkan kawasan
daerah aliran sungai (DAS) serta mengoptimalkan potensi tanaman aren.
Muhammad Taufiq, Staf Ahli Pengembangan
Iklim Usaha dan Kemitraan Kemenkop UKM, mengemukakan kerjasama dengan
dua lembaga tersebut untuk meningkatkan produktivitas masyarakat usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM). BUMN Hijau Lestari merupakan
konsorsium lima BUMN meliputi Perum Perhutani, PT Pupuk Kujang, PT Sang
Hyang Seri, PTPN VIII, serta Jasa Tirta.
“Kerja sama dengan BUMN Hijau Lestari,
untuk pengembangan kawasan daerah aliran sungai, khususnya di Jawa
Barat. Kawasan itu akan dijadikan lebih produktif dengan menanam tanaman
tahunan maupun pangan,” ujarnya.
DAS yang akan dijadikan lahan produktif
bagi UMKM mencapai 250.000 ha. Selain berdampak positif untuk menahan
bencana longsor, pelaku usaha mikro dan kecil bisa memanfaatkan lahan
itu untuk meningkatkan pendapatannya.
Tanaman produktif yang akan dikembangkan
di seluruh DAS Jawa Barat meliputi pohon aren, pohon jati, sengon,
buah-buahan, jagung serta tanaman sorgum. Hasil dari berbagai tanaman
tersebut diharapkan bisa meningkatkan produktivitas UMKM di sekitar
lokasi.
Di antara beberapa komoditas tersebut,
ada yang diproyeksikan untuk pengembangan industri gula semut dari aren
dan tepung yang dihasilkan dari biji sorgum. Pengembangan usaha ini
memang spesifik, tetapi diyakini berdampak positif.
Untuk pengembangan industri gula semut,
Kemenkop UKM merangkul Ikopin untuk mengembangkan bibit tanaman aren
yang berasal dari Sibolangit, Sumatra Utara. Pohon aren dari kawasan
tersebut memiliki keunggulan hasil air niranya.
“Pohon aren di daerah lain umumnya hanya
memproduksi sekitar 10 liter per hari, sedangkan pohon aren dari
Sibolangit bisa mencapai 60 liter per hari. Oleh karena itu, Ikopin
akan melakukan pembibitan tanaman aren dari Sumatra Utara untuk disebar
ke DAS seluruh Jawa Barat,” ujar Taufiq. Pembiayaan untuk program
pembibitan dilakukan oleh lima perusahaan BUMN Hijau Lestari.
Lahan Pembibitan
Sedangkan DAS yang akan dimanfaatkan untuk
program tersebut masing-masing di Sungai Citarum, Ciliwung, serta
sungai Cimanuk. Lahan pembibitan yang akan dimanfaatkan di area Kampus
Ikopin seluas 5 ha dari total 20 ha. Menurut Taufiq, dari 60 liter
produksi air nira dari satu pohon aren, bisa menghasilkan sekitar 30 kg
gula semut per hari. “Potensinya sangat besar untuk memenuhi permintaan
nasional maupun ekspor, karena Jepang sangat menggandrungi gula semut,”
papar Taufiq.
Kemenkop UKM mulai tahun ini juga mulai
mengangkat potensi komoditas gula aren di lima kabupaten Jawa Tengah,
yakni Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen
(Barlingmascakeb).
Potensi gula aren atau juga dikenal
sebagai gula jawa atau gula semut di kawasan Barlingmascakeb sangat
besar, akan tetapi belum digarap serius. Untuk meningkatkan kapasitas
produknya, pemerintah akan melakukan fasilitasi serta pendampingan
teknis. Pendampingan tersebut mencakup peningkatan kemampuan petani aren
dalam memproduksi secara tepat guna melalui penerapan teknologi.
Dalam peningkatan kapasitas itu,
masyarakat produsen tidak lagi diposisikan sebagai objek, tetapi sebagai
subjek. Dengan sistem ini Kemenkop UKM optimistis gula aren akan
dikenal luas sebagai bahan pemanis selain gula pasir. Potensi gula aren
untuk pasar ekspor bahkan sangat terbuka, karena negara-negara maju di
Asia seperti Jepang, lebih cenderung mengonsumsi gula aren.
Saat ini pemasok gula aren ke Jepang
adalah Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Ekspor oleh petani dari daerah itu
telah berlangsung sejak 1988. “Barlingmascakeb juga memiliki peluang itu
karena Jepang masih kekurangan produk tersebut,” tukas Wayan.
Kapasitas produksi gula aren dari Jawa
tengah saat ini sekitar 5,64 ton per tahun. Jumlah itu belum termasuk
dengan produksi dari Barlingmascakeb. Kemenkop UKM belum memiliki
catatan pasti kapasitas produksi gula aren di lima kabupaten itu.
suaramedia.com, ins
sumber
dari :
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=baef9f7c76f1a9899baca5df1b0c7213&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5
Source :Surabayapost.co.idSumber : http://www.bumn.go.id/ptpn8/publikasi/berita/menyadap-miliaran-rupiah-dari-pohon-aren/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar