POTENSI SINGKONG MUKIBAT | untuk semuanya |
Di
beberapa literatur, bahkan juga pada publikasi di media massa nasional
yang prestisius, disebutkan bahwa mukibat adalah varietas singkong
unggul. Pernah pula disebutkan bahwa ubi mukibat merupakan hasil
perkawinan antara singkong biasa dengan singkong karet. Memang banyak
yang mengira, bahwa singkong mukibat, merupakan varietas tersendiri.
Padahal singkong mukibat hanyalah benih singkong hasil okulasi (sambung
mata tempel), antara singkong biasa sebagai batang bawah, dengan
singkong karet di bagian atasnya.
Kesalahan
informasi ini, antara lain bersumber pada Ensiklopedi Indonesia jilid
4. Pada halaman 2307, terdapat entri Mukibat, yang penjelasannya adalah:
(Ngadiluwih, Kediri, ± 1903 - 14 Mei 1966), Petani desa Ngadiluwih,
Kediri, Jawa Timur. Namanya menjadi terkenal karena berhasil
mengokulasi, ketela pohon dengan batang karet, dan menghasilkan ubi yang
banyak, besar dan berat. Tumbuhan hasil persilangan ini dinamakan
menurut namanya: Singkong Mukibat.
Informasi tentang singkong mukibat, juga bisa kita jumpai pada Kamus
Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, susunan Pusat Bahasa Depdiknas.
Di kamus itu, pada halaman 760, terdapat entri mukibat, dengan penjelasan: mu.ki.bat n ketela
pohon hasil okulasi antara ketela pohon biasa, dan batang karet,
membuahkan ubi yang banyak, besar dan berat. Kesalahan pertama adalah,
Mukibat tidak menyambung singkong biasa dengan batang karet, melainkan
dengan singkong karet. Kedua, hasil okulasi (sambungan) ini tetap
merupakan singkong biasa sebagai batang bawah, sementara batang atasnya
juga tetap singkong karet. Jadi, singkong mukibat bukan "hasil
perkawinan", terlebih lagi bukan varietas singkong unggul. Mukibat
adalah singkong benih sambungan (okulasi).
# # #
Singkong, ubi kayu, ketela pohon (cassava, manioc, Manihot esculenta), adalah tanaman umbi-umbian berasal dari Amerika Latin, yang sekarang sudah tersebar ke seluruh dunia. Genus Manihot sendiri ada sekitar 100 spesies. Termasuk spesies Manihot utilisima, yang berdaun variegata dan dibudidayakan sebagai tanaman hias. Singkong karet juga merupakan salah satu spesies Manihot, yakni Manihot glaziovii atau CearĂ¡ rubber tree. Istilah rubber tree
inilah yang kemudian menimbulkan salah paham pada penyusun ensiklopedi
dan kamus Indonesia, dengan menerjemahkannya menjadi "batang karet".
Bukan singkong karet.
Padahal singkong karet, jelas beda dengan batang karet (Hevea brasiliensis),
yang dibudidayakan untuk disadap getah (lateks)nya. Meskipun singkong
karet juga bisa menghasilkan lateks seperti halnya batang karet, namun
tanaman ini lebih banyak tumbuh liar sebagai pagar kebun. Beda dengan
singkong biasa yang hanya tumbuh antara 1,5 sd. 3 m. maka singkong karet
bisa mencapai tinggi 10 m. Bentuk daun singkong karet sama dengan
singkong biasa, hanya ukurannya yang lebih besar. Singkong karet tidak
mampu menghasilkan umbi. Akar singkong karet memang bisa sedikit
menggembung, tetapi tidak sampai menjadi umbi yang berpati.
Karena
berukuran lebih besar, dengan daun yang juga lebih lebar dan lebat,
maka potensi singkong karet untuk berfotosintesis juga lebih besar
dibanding dengan singkong biasa. Fakta inilah yang mengilhami Mukibat
untuk menyambung singkong biasa sebagai batang bawah, dengan singkong
karet di bagian atasnya. Mukibat menyambung singkong biasa dengan
singkong karet, menggunakan teknik penempelan mata tunas. Kulit yang ada
mata tunasnya, dipotong segi empat dengan ukuran sama pada batang
singkong biasa maupun batang singkong karetnya. Tunas pada singkong
biasa dibuang, sementara tunas pada singkong karet ditempelkan pada
batang singkong biasa, yang sudah dibuang mata tunasnya.
Proses
okulasi, hanya bisa dilakukan pada musim kemarau, ketika batang
singkong dalam keadaan dorman. Setelah tertempel dengan posisi yang pas,
mata tempel itu diikat erat dengan belahan kantung plastik bening yang
ditarik hingga menjadi tali yang transparan, kuat tetapi lembut. Ikatan
ini harus cukup erat, dan menutup seluruh sambungan kulit batang
singkong biasa dengan singkong karet. Biasanya, dalam jangka waktu 1 sd.
2 minggu, tunas singkong karet itu akan segera tumbuh. Ketika tulah
sebenarnya batang singkong sambungan ini sudah bisa ditanam di lapangan.
Namun penanaman di lahan, idealnya harus menunggu saat turun musim
penghujan.
# # #
Agar
benih sambungan ini bisa tumbuh dan menghasilkan umbi dengan baik, maka
sebagai batang bawah dipilih jenis singkong unggul. Karena budidaya
singkong skala luas, bertujuan untuk diambil patinya, maka kebanyakan
petani memilih singkong racun (bitter cassava).
Singkong racun berbtatang cukup besar, dengan warna kulit batang, daun,
tangkai daun, dan pucuk tanaman berwarna hijau gelap (hijau tua).
Varietas ini hasil singkongnya paling tinggi, dengan kandungan pati yang
juga tinggi. Namun rasa singkongnya pahit dan kandungan HCNnya sangat
tinggi. Hingga singkong ini apabila dikonsumsi dengan cara
direbus/dibakar akan memabukkan. Namun racun HCN akan hilang apabila
umbi dibuat gaplek atau diambil patinya.
Batang
bawah biasanya dipilih batang bagian tengah yang berukuran cukup besar,
dengan panjang lebih dari 0,5 per stek. Sebab kalau terlalu pendek,
dikhawatirkan pertumbuhan benih tidak akan sempurna, dan hasil umbinya
juga terlalu kecil. Hingga tanaman singkong mukibat, sepintas akan
tampak seperti singkong karet biasa yang tumbuh menjulang setinggi lebih
dari 5 m. per tanaman. Daunnya juga lebat dan lebar-lebar. Namun batang
bawahnya adalah setek singkong biasa yang akan menghasilkan umbi. Kalau
batang bawah ini bukan menggunakan singkong racun, maka hasil
singkongnya bisa dikonsumsi biasa dengan cara direbus, digoreng atau
dijadikan kue.
Singkong
mukibat, juga hanya berumur 9 bulan sampai dengan 1 tahun dan harus
dipanen. Singkong ini memang bisa dipelihara sampai dua tahun, dengan
hasil umbi sangat besar dan panjang, namun bagian pangkal umbi akan
berkayu, dan bagian tengahnya tidak mengandung pati. Dengan dipanen umur
1 tahun pun, satu umbi mukibat dapat mencapai panjang 1 m. dengan
diameter di bagian tengahnya 15 sd. 20 cm. Satu individu tanaman, akan
menghasilkan antara tiga sampai dengan enam umbi. Ukuran umbi mukibat
ini, juga sangat tergantung dari tingkat kesuburan dan kegemburan lahan,
dan seberapa dalam kita menanam steknya. Panjang batang bawah untuk
setek, disyaratkan sepanjang minimal 0,5 m, dengan tujuan agar
penanamannya bisa membenam cukup dalam.
Selain tingkat kesuburan lahan, jarak tanam juga akan sangat menentukan jumlah, ukuran dan
bobot umbi mukibat. Pada singkong biasa, jarak tanamnya bisa cukup
rapat yakni 0,5 X 1 m, dengan populasi 20.000 tanaman per hektar. Pada
singkong mukibat, jarak tanam itu menjadi 1 X 1,5 m. atau pupulasi 6.600
tanaman per hektar. Dengan pemupukan yang baik, terutama pupuk organik
dan urea, satu tanaman singkong biasa akan menghasilkan 1,5 kg umbi.
Berarti tiap hektar akan menghasilkan sampai 30 ton umbi segar. Pada
singkong mukibat, hasil per individu tanaman bisa 10 kg. umbi atau per
hektarnya mencapai 66 ton umbi.
# # #
Salah
satu kelemahan singkong mukibat adalah, petani harus selalu menyambung
benih setek. Kalau satu hektar memerlukan 6.600 benih, maka petani harus
menyambung paling sedikit 7.000 benih. Meskipun penyambungan dengan
cara mata tempel ini bisa dilakukan dengan mudah dan cepat oleh
tenaga-tenaga profesional. Kalau benih sambungan ini sepanjang 1 m per
stek, maka tahun berikutnya bonggol itu masih bisa digunakan untuk benih
lagi. Caranya, bagian bawah dengan umbi yang baru saja dipanen,
dipotong sekitar 10 cm sd. 15 cm. di atasnya. Kemudian bagian di atas
sambungan, dibiarkan sekitar 15 sd. 20 cm. di atas sambungan. Bonggol
ini selanjutnya ditaruh berdiri di lokasi yang sejuk, untuk digunakan
sebagai benih pada musim tanam berikutnya.
Pada
tahun III, meskipun bonggol ini masih cukup panjang, sudah sulit untuk
digunakan sebagai benih, karena ukurannya (diameternya) sudah sangat
besar. Hingga pada tahun III
ini lebih baik petani membuat benih baru. Pembuatan benih singkong
mukibat secara massal, sebenarnya layak untuk dilakukan. Bahkan untuk
penanaman yang mencapai ratusan sampai dengan ribuan hektar pun,
penyambungan benih ini masih layak dilakukan. Sebab dengan benih
mukibat, ada potensi untuk meningkatkan hasil sebanyak duakali lipat.
Ukuran umbi juga akan semakin besar, hingga memudahkan penanganan segar.
Baik waktu pemanenan maupun pengupasan, ketika umbi akan dijadikan
gaplek.
Yang
menjadi pertanyaan, apakah tidak mungkin melakukan pemuliaan, dengan
cara penyilangan? Hingga dihasilkan singkong varietas baru, yang bagian
atasnya mewarisi Manihot glaziovii yang berbatang besar dan berdaun lebar-lebar, tetapi mampu menghasilkan umbi seperti halnya Manihot esculenta.
Ini sangat mungkin untuk dilakukan, hanya saja hasilnya belum optimal.
Karenanya, sampai sekarang singkong mukibat yang merupakan stek okulasi
dari singkong biasa sebagai batang bawah dan singkong karet (bukan
batang karet) di bagian atasnya, tetap memiliki potensi yang baik untuk
dikembangkan. Sebab dengan pengolahan lahan yang sama, dengan pupuk yang
sama, singkong mukibat mampu menghasilkan umbi dengan bobot dua kali
lipat dibanding singkong biasa. (R) # # #
Tautan Bersponsor
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar