Kisah Sukses | Agi Kuli Bangunan yang Kini Menjadi Miliarder
1 November 2012 pukul 2:05
Masa
depan tidak bisa ditebak. Siapa sangka, bocah yatim piatu yang masa
kecilnya menjadi penggembala kerbau dan menjadi kuli bangunan kini
menjadi miliarder? Dari pebisnis obat tradisional, kini Agi Sugianto
merambah bisnis rumah produksi.
Klinik pengobatan tradisional terus menjamur. Usaha jenis ini sekarang kian mentereng, sebab lokasinya tidak lagi di gang-gang sempit tetapi di daerah strategis dengan desain klinik yang lebih modern. Layanan yang diberikan bukan hanya penyembuhan aneka penyakit, melainkan juga masalah kecantikan. Layanan pengobatan alternatif ini memang semakin dilirik lantaran selain diklaim tanpa efek samping, biaya pengobatannya konon lebih murah ketimbang berobat ke dokter.
Tak heran, banyak pebisnis menuai sukses di bisnis ini. Salah satunya adalah Agi Sugianto. Lelaki kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, pada 7 Juli 1965 ini sukses mengembangkan bisnis pengobatan alternatif dengan penghasilan Rp 1 miliar per bulan. Agi tidak hanya memiliki satu jenis klinik, tetapi ada lebih dari lima jenis klinik pengobatan alternatif yang memberikan layanan berbeda.
Misalnya, klinik pengobatan tradisional Ustad Imam yang melayani pengobatan penyakit dengan berbagai teknik, seperti bekam, jilat mata, dan terapi lintah. Klinik ini sudah memiliki tiga cabang. Ada juga klinik Pasak Bumi yang memberikan layanan khusus keperkasaan pria dan sudah memiliki 20 cabang.Layanan khusus kecantikan dan kewanitaan berada di bawah payung klinik Teh Mayang yang saat ini sudah ada delapan cabang.
Bukan itu saja, Rumah Totok, yang memberikan layanan aneka pengobatan dan teknik pelangsingan yang baru dibuka satu setengah tahun lalu, kini sudah memiliki 13 cabang. Yang teranyar adalah klinik pengobatan ala Timur Tengah: Ummi Siti Latifah. Meskipun memiliki lebih dari 50 klinik pengobatan alternatif, Agi sama sekali tidak memiliki kemahiran dalam mengobati orang.
Kuli saat kecil Agi terlahir bukan dari keluarga berada. Ketika masih di sekolah dasar, anak ketiga dari lima bersaudara ini sudah yatim piatu. “Sewaktu kecil, saya di Boyolali cuma angon (gembala) kerbau. Umur 12 tahun, lulus SD, saya diajak saudara ke Jakarta, bukan untuk sekolah, tapi untuk bekerja,” kenangnya. Agi kecil harus membanting tulang menjadi kuli bangunan di Ibukota kala itu. Hingga akhirnya, dia menemukan keluarga angkat yang mau menampung dan membiayainya sekolah. Semasa SMA, Agi hobi membaca. Dia juga rajin menulis artikel di media massa dan mendapatkan honor.
Dia lantas memilih menjadi penulis artikel untuk mendapatkan penghasilan. “Sejak SMA, tulisan saya sudah banyak. Ketika lulus, bermodal artikel-artikel itu, saya bisa menjadi wartawan meski saya tidak kuliah,” kenangnya. Tahun 1989, Agi menjadi wartawan di salah satu media milik Kompas Gramedia. “Selama menjadi wartawan, saya banyak bertemu dengan orang sukses.
Saya banyak belajar dari mereka. Saya juga kenal banyak artis,” ujarnya. Ia cukup lama menjadi wartawan. Tapi, pada tahun 2002, ia mundur dari dunia jurnalistik. Alasannya, dia ingin mengembangkan bisnis. Sebab, sejak tahun 2000, dia sudah merintis usaha pengobatan alternatif bersama saudara-nya dari Boyolali yang memiliki keahlian mengobati orang.
Awalnya, Agi mencoba menolong saudaranya itu untuk mengembangkan layanan pengobatan alternatif di Jakarta. “Saya renovasi rumah dan membeli perlengkapan usaha dengan menjual gelang milik istri dan laku Rp 1,5 juta,” kenangnya. Ternyata, klinik pengobatan dengan teknik bekam itu diminati. Paling tidak dalam sehari, ada 40 pasien. Dua tahun setelah usaha berjalan, Agi mengambil keputusan untuk fokus mengembangkan bisnis.
Tidak hanya satu klinik, Agi berburu terapis-terapis yang memiliki keahlian pengobatan tradisional. “Kebetulan beberapa saudara di Boyolali mempunyai aneka keahlian pengobatan alternatif. Saya pun ajak mereka untuk membuka usaha. Saya bertindak sebagai pengembang bisnis,” jelasnya. Dari situ, satu per satu, klinik pengobatan lahir, mulai Pasak Bumi, Teh Mayang, Rumah Totok, hingga Ummi Siti Latifah.
Agi menggarap bisnis ini dengan lebih modern, dia tidak membuka praktek di gang-gang sempit, tapi di tempat strategis yang mampu menciptakan klinik tradisional yang modern.Tak cukup sampai di situ, Agi pun mengembangkan usaha advertising dan rumah produksi. “Ini hanyalah sinergi usaha,” katanya. Menurutnya, klinik-klinik pengobatannya membutuhkan publikasi. Awalnya, usaha rumah produksi hanya untuk menggarap tayangan audio visual layanan klinik. Ternyata, usaha ini memberikan nilai tambah. Kini, usaha itu tidak hanya menggarap proyek pribadi, banyak juga yang menggunakan jasanya.Rumah produksi Agi bernama PT Media Musik Proaktif sukses berhasil melejitkan grup Trio Macan lewat lagu Iwak Peyek. “Tapi, sekarang saya pelan-pelan akan menyerahkan kedua bisnis ini pada orang yang menguasai. Saya akan lebih fokus mengembangkan usaha pengobatan alternatif,” katanya.
Sumber : kontan.co.id
Sumber gambar : kontan.co.id
Klinik pengobatan tradisional terus menjamur. Usaha jenis ini sekarang kian mentereng, sebab lokasinya tidak lagi di gang-gang sempit tetapi di daerah strategis dengan desain klinik yang lebih modern. Layanan yang diberikan bukan hanya penyembuhan aneka penyakit, melainkan juga masalah kecantikan. Layanan pengobatan alternatif ini memang semakin dilirik lantaran selain diklaim tanpa efek samping, biaya pengobatannya konon lebih murah ketimbang berobat ke dokter.
Tak heran, banyak pebisnis menuai sukses di bisnis ini. Salah satunya adalah Agi Sugianto. Lelaki kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, pada 7 Juli 1965 ini sukses mengembangkan bisnis pengobatan alternatif dengan penghasilan Rp 1 miliar per bulan. Agi tidak hanya memiliki satu jenis klinik, tetapi ada lebih dari lima jenis klinik pengobatan alternatif yang memberikan layanan berbeda.
Misalnya, klinik pengobatan tradisional Ustad Imam yang melayani pengobatan penyakit dengan berbagai teknik, seperti bekam, jilat mata, dan terapi lintah. Klinik ini sudah memiliki tiga cabang. Ada juga klinik Pasak Bumi yang memberikan layanan khusus keperkasaan pria dan sudah memiliki 20 cabang.Layanan khusus kecantikan dan kewanitaan berada di bawah payung klinik Teh Mayang yang saat ini sudah ada delapan cabang.
Bukan itu saja, Rumah Totok, yang memberikan layanan aneka pengobatan dan teknik pelangsingan yang baru dibuka satu setengah tahun lalu, kini sudah memiliki 13 cabang. Yang teranyar adalah klinik pengobatan ala Timur Tengah: Ummi Siti Latifah. Meskipun memiliki lebih dari 50 klinik pengobatan alternatif, Agi sama sekali tidak memiliki kemahiran dalam mengobati orang.
Kuli saat kecil Agi terlahir bukan dari keluarga berada. Ketika masih di sekolah dasar, anak ketiga dari lima bersaudara ini sudah yatim piatu. “Sewaktu kecil, saya di Boyolali cuma angon (gembala) kerbau. Umur 12 tahun, lulus SD, saya diajak saudara ke Jakarta, bukan untuk sekolah, tapi untuk bekerja,” kenangnya. Agi kecil harus membanting tulang menjadi kuli bangunan di Ibukota kala itu. Hingga akhirnya, dia menemukan keluarga angkat yang mau menampung dan membiayainya sekolah. Semasa SMA, Agi hobi membaca. Dia juga rajin menulis artikel di media massa dan mendapatkan honor.
Dia lantas memilih menjadi penulis artikel untuk mendapatkan penghasilan. “Sejak SMA, tulisan saya sudah banyak. Ketika lulus, bermodal artikel-artikel itu, saya bisa menjadi wartawan meski saya tidak kuliah,” kenangnya. Tahun 1989, Agi menjadi wartawan di salah satu media milik Kompas Gramedia. “Selama menjadi wartawan, saya banyak bertemu dengan orang sukses.
Saya banyak belajar dari mereka. Saya juga kenal banyak artis,” ujarnya. Ia cukup lama menjadi wartawan. Tapi, pada tahun 2002, ia mundur dari dunia jurnalistik. Alasannya, dia ingin mengembangkan bisnis. Sebab, sejak tahun 2000, dia sudah merintis usaha pengobatan alternatif bersama saudara-nya dari Boyolali yang memiliki keahlian mengobati orang.
Awalnya, Agi mencoba menolong saudaranya itu untuk mengembangkan layanan pengobatan alternatif di Jakarta. “Saya renovasi rumah dan membeli perlengkapan usaha dengan menjual gelang milik istri dan laku Rp 1,5 juta,” kenangnya. Ternyata, klinik pengobatan dengan teknik bekam itu diminati. Paling tidak dalam sehari, ada 40 pasien. Dua tahun setelah usaha berjalan, Agi mengambil keputusan untuk fokus mengembangkan bisnis.
Tidak hanya satu klinik, Agi berburu terapis-terapis yang memiliki keahlian pengobatan tradisional. “Kebetulan beberapa saudara di Boyolali mempunyai aneka keahlian pengobatan alternatif. Saya pun ajak mereka untuk membuka usaha. Saya bertindak sebagai pengembang bisnis,” jelasnya. Dari situ, satu per satu, klinik pengobatan lahir, mulai Pasak Bumi, Teh Mayang, Rumah Totok, hingga Ummi Siti Latifah.
Agi menggarap bisnis ini dengan lebih modern, dia tidak membuka praktek di gang-gang sempit, tapi di tempat strategis yang mampu menciptakan klinik tradisional yang modern.Tak cukup sampai di situ, Agi pun mengembangkan usaha advertising dan rumah produksi. “Ini hanyalah sinergi usaha,” katanya. Menurutnya, klinik-klinik pengobatannya membutuhkan publikasi. Awalnya, usaha rumah produksi hanya untuk menggarap tayangan audio visual layanan klinik. Ternyata, usaha ini memberikan nilai tambah. Kini, usaha itu tidak hanya menggarap proyek pribadi, banyak juga yang menggunakan jasanya.Rumah produksi Agi bernama PT Media Musik Proaktif sukses berhasil melejitkan grup Trio Macan lewat lagu Iwak Peyek. “Tapi, sekarang saya pelan-pelan akan menyerahkan kedua bisnis ini pada orang yang menguasai. Saya akan lebih fokus mengembangkan usaha pengobatan alternatif,” katanya.
Sumber : kontan.co.id
Sumber gambar : kontan.co.id
- Fenny Imelda, Yudhin Prasetyo, Ahmad Dika dan 8 lainnya menyukai ini.
- Guntur Khatulistiwa Top markotop
Tidak ada komentar:
Posting Komentar