Rabu, 12 Maret 2014

Tri Sumono,Tukang Sapu yang Jadi Miliarder

Belajar Sukses Berbisnis dari Tri Sumono, Si Tukang Sapu yang Jadi Miliarder

Direktur UKM Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sisdjiatmo K. Wirdhaningrat (kiri) bersama Tri Sumono dalam workshop “Menjadi Usaha Kreatif Miliaran”
“Belajar Goblok untuk Jadi Miliarder” menjadi topik yang dibahas oleh Tri Sumono, seorang mantan tukang sapu yang kini beromzet 1,5 miliar Rupiah dari perusahaan kopi jahe yang dimilikinya. Topik tersebut dibahas tuntas dalam sebuah workshop yang diadakan oleh UKM Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Kamis (22/08/2013).
Tri Sumono, seorang lulusan SMA yang selalu mendapatkan ranking terakhir di kelas, berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Selepas tamat SMA, Tri, begitu ia kerap di sana, ikut orang ke Jakarta. Tahun 1994, Tri Sumono menjadi tukang sapu di kantor Kompas Gramedia. Tri pun pernah menjabat sebagai cleaning service, serta office boy. Hingga hari ini pun Tri masih bekerja di Kompas Gramedia, yakni di bagian marketing.
Sepuluh perusahaan yang dimilikinya bergerak di berbagai sektor dagang yang berbeda. Yakni, toko sembako, bisnis sewa rumah kontrakan, pertanian, perkebunan, jasa pengemasan, kue kering, toko beras, counter es krim, peternakan hewan, hingga perusahaan kopi jahe ‘Hootrii’.
Selama workshop berlangsung, Tri Sumono tak ragu membagikan resep alias kunci sukses berbisnis kepada pelaku UKM di Jabodetabek yang menjadi peserta.
  1. “Bisnis itu ada tiga proses”
    Setelah berpuluh-puluh tahun menjalankan berbagai macam usaha, Tri menyimpulkan bahwa ada tiga proses ketika menjalankan kegiatan bisnis. Yakni, mendengar, memahami, dan melakukan.
    “10% itu mendengar, 20% memahami, 70% melakukan. Yang 70% ini yang paling penting,” kata Tri saat menjadi pembicara workshop bertajuk “Menjadi Usaha Kreatif Miliaran”.
  2. Tri Sumono, tokoh from zero to hero
  3. “Kesungguhan dalam diri itu segala-galanya”
    Tri kemudian menceritakan pengalaman bisnisnya pertama kali. “Waktu itu gelar karpet di Senayan jualan jepitan. Saya bilang sama istri, kalau jam 12 siang belum dapat 300 ribu, nggak mau makan. Istri saya sampai nangis karena lapar. Setengah jam kemudian, perlahan omzetnya naik. Peristiwa itu jadi titik balik kesungguhan diri,” Tri memaparkan.
    Menurut Tri, hal yang penting dalam berbisnis adalah bagaimana seseorang mau dan langsung melakukan bisnis hingga ‘nalurinya’ terbentuk. “Bisnis itu santai saja karena butuh bawah alam sadar kita yang bekerja. Yang penting menemukan nalurinya dulu,” pria berusia 40 tahun ini menambahkan.
  4. “Biasanya bisnis itu nggak jadi (gagal) karena nggak komitmen”
    Salah satu gejala tidak adanya komitmen untuk berbisnis adalah berhenti bangkit karena berbagai macam alasan. Menurut Tri, punya banyak alasan itu musuh bagi pengusaha.
    “Bisnis ini cuma ilmu kebiasaan. Orang kita (Indonesia) saja yang ndak mau membiasakan hal-hal yang unik,” ujar Tri sambil terkekeh.
  5. “Akal yang bermain di sebuah bisnis”
    Pemilik ladang padi seluas lima hektar ini menyarankan kepada peserta workshop bahwa usaha itu tidak perlu yang rumit-rumit. Selain itu, akal pun punya peran dalam menjalankan sebuah bisnis.
    “Saya menyewakan kontrakan kepada pedagang kaki lima, seperti tukang baso dan pedagang asongan. Satu kamar boleh isinya berapa (orang) saja. Mau satu, dua, lima, terserah. Makin banyak orangnya, makin banyak ‘kan yang membeli ke toko sembako yang dikelola istri saya,” kata Tri yang mendapatkan omzet sepuluh juta dari jasa sewa rumah kontraknya.
  6. “Harus tahu karakter bisnisnya seperti apa”
    Dengan mengetahui profil atau karakteristik masing-masing lini usahanya, ayah dari seorang anak ini bisa membedakan mana hal yang penting dan mana yang tidak. Sehingga, ia bisa memutuskan langkah apa yang perlu ia lakukan di prioritas awal.
    Hal ini juga membantunya ketika menghadapi kendala. “Kendala itu berarti ada yang kurang di diri kita, ini perlu dibenahi,” papar Tri.
  7. Produk kopi jahe “Hootrii”, salah satu lini usaha Tri
  8. “Harus punya target”
    Apapun jenis usaha, cara menjual, dan produk yang didagangkan, pengusaha wajib punya target. “Jangan asal jualan saja. Misalnya, kita tahu bisnis ini dalam satu tahun mau dibawa ke mana,” Tri menambahkan.
    Selain itu, sebaiknya setiap pengusaha membuat siklus jelas dalam usaha yang dimilikinya. Sehingga, ia bisa memantau di mana letak kerugian atau tahapan yang memiliki pergerakan yang lamban. Selain itu, pengusaha juga bisa melihat uangnya lari ke mana.
    “Misalnya, kontrakan. Ada lingkarannya, dari operasional, perilaku kontrakannya (disewakan per bulan atau tahun), sampai strateginya,” kata Tri.
  9. “Usaha bisa stabil dan terus berkembang dengan adanya inovasi”
    Tri yakin, setiap pengusaha yang berani berbisnis berarti berani pula berinovasi. Inovasi tak perlu yang terlalu tinggi kata Tri. Sebagai contoh, ia memperbaiki kemasan kopi jahe dan memperluas jangkauan konsumen.
Salah satu poin penting yang selalu ditekankan Tri Sumono adalah komitmen.
“Pokoknya lakukan terus-terusan. Yang membuat (bisnis) nggak berhasil hanya komitmen. Keinginan yang gigih bisa menaklukan segala-galanya. Bisnis kalau sudah ketemu jati dirinya pasti maju,” tutup Tri Sumono.
***
(psr)
Diterbitkan pada tanggal dan dibaca 7877 kali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar