Minggu, 24 Februari 2013

LIMA PRODUK ANDALAN DARI AREN,joni sepriyan

LIMA PRODUK ANDALAN DARI AREN

Aren alias enau (Arenga pinnata) merupakan tanaman asli Indonesia yang penyebarannya mulai dari pantai barat India, Cina bagian selatan sampai ke kepulauan Guam di lautan Pasifik. Dia mampu tumbuh di kawasan dengan ketinggian mulai dari 0 m sd. 1.400 m. dpl. Ada lima produk utama yang dihasilkan tanaman aren. Pertama, bunga jantannya yang disadap akan menghasilkan nira untuk bahan gula merah (palm sugar, brown sugar). Dulu nira aren juga dibuat tuak dan saguer, minuman beralkohol. Di Manado, tuak yang disuling (didestilasi) akan menghasilkan "cap tikus" minuman yang lebih keras dari tuak. Kedua, buah mudanya (kolang-kaling), adalah menu istimewa untuk kolak saat berbuka puasa. Kolang-kaling juga biasa digunakan untuk minuman "ronde" serta manisan. Karena langkanya kolang-kaling, pada bulan puasa produk ini sering dipalsukan dengan nata de coco yang dicetak (dibentuk) mirip dengan kolang-kaling. Ketiga, ijuknya merupakan bahan tali, atap rumah serta filter resapan air pada bangunan modern. Kelebihan ijuk sebagai filter adalah tidak bisa lapuk. Keempat, batang aren (bagian luarnya) merupakan kayu keras (ruyung) yang juga tahan lapuk. Karenanya, ruyung lazim digunakan sebagai jembatan. Kerangka jembatan biasanya kayu johar (Cassia siamea) yang juga tahan lapuk, lalu ditutup dengan bilah-bilah ruyung. Kayu aren juga sangat populer sebagai tangkai cangkul (joran) dan alu (penumbuk padi dan hasil pertanian lainnya). Kelima, aren juga menghasilkan tepung "sagu" dari empelur batang menjelang tanaman berbunga. Dan justru produk inilah yang menjadi penyebab terkikisnya tanaman aren. Sebab sebelum tanaman menghasilkan biji untuk perkembangbiakan, sudah terlebih dahulu ditebang.
Penebangan aren untuk diambil tepungnya, meningkat tajam intensitasnya pada zaman Jepang (1942 – 1945), serta sekitar tahun 1960 – 1966. Pada tahun-tahun tersebut Indonesia mengalami krisis pangan. Karenanya, tepung aren memiliki nilai ekonomis tinggi. Terjadilah penebangan aren secara besar-besaran. Tepung aren bisa untuk bubur, dodol, kue tradisional (jongkong), pengganti nasi beras (ongol-ongol), kerupuk dan soun. Ketika terjadi krisis pangan tersebut, tepung aren dijual di pasar-pasar traisional maupun warung-warung kecil di pedesaan. Tepung aren dijual dalam bentuk bulatan (bola) sebesar kepalan tangan. Pada tahun-tahun tersebut, hampir semua tanaman sumber karbohidrat termanfaatkan. Aren menjadi alternatif utama karena dari satu batang tanaman dapat dihasilkan tepung sampai ratusan kg. Rendemen aren bisa lebih tinggi dari sagu karena proses penggilingan dan penepungannya dilakukan di pabrik. Pengangkutan dari lokasi penebangan ke jalan raya terdekat dilakukan dengan memotong batang sepanjang 1 m. memberinya pasak kayu sebagai poros di ke dua sisi, lalu menariknya (menggelindingkannya) dengan bantuan bambu. Setiba di jalan yang bisa dilalui truk, batang-batang aren itu dinaikkan untuk diangkut ke lokasi penggilingan. Proses penggilingan umbut aren dan pelarutan hasil gilingan dengan air dan pengendapannya, sama dengan proses penepungan sagu.  
Sebenarnya selain lima produk utama tadi, tulang daun aren juga menghasilkan lidi kasar yang bisa digunakan untuk sapu, keranjang serta berbagai keperluan. Daun mudanya (kaung), sampai sekarang masih dimanfaatkan sebagai penggulung rokok di Jawa Barat. Dulu, ketika korek api modern belum diproduksi massal seperti sekarang, bulu-bulu halus dan tebal pada pelepah mudanya (kawul), merupakan bahan pembuat api. Caranya, baja dan batu api (titikan), saling dipukulkan hingga menghasilkan percikan api. Percikan tersebut diarahkan ke kawul yang akan segera terbakar. Kawul lalu ditiup-tiup hingga menghasilkan nyala api. Dulu, ketika populasi aren masih sangat banyak, sebenarnya masyarakat juga sudah memanfaatkan tepung batang aren. Hanya saja, penebangan dilakukan sangat selektif untuk tujuan penjarangan. Karenanya, populasi tanaman di alam tetap banyak, hingga terjadi keseimbangan antara tanaman yang ditebang serta mati tua, dengan tanaman muda yang tumbuh secara alami. Penyusutan populasi tanaman aren di alam, sebenarnya juga disebabkan oleh pemanfaatan biji kolang-kaling. Karena nilai ekonomisnya tinggi, maka satu tandan buah aren akan dipotong semua untuk diambil kolang-kalingnya. Pengambilan kolang-kaling dilakukan pada saat buah aren masih sangat muda. Seperti halnya pada pengambilan kelapa maupun siwalan (lontar) muda. Akibatnya tidak akan pernah ada buah yang menjadi tua untuk regenerasi.
Sebelum zaman Jepang, ketika populasi aren masih banyak, pengambilan kolang-kaling muda pasti masih menyisakan tandan-tandan yang akan dibiarkan menjadi tua. Setelah masak, buah kolang-kaling akan menjadi santapan musang. Musang sangat senang akan buah kolang-kaling yang berwarna kuning ini. Meskipun kulit dan daging buah ini mengandung kristal oksalat yang akan menimbulkan rasa gatal luar biasa pada kulit manusia. Di dalam lambung dan usus musang, biji kolang-kaling "terfermentasi" dengan sempurna dan akan tetap utuh sampai menjadi fases. Kotoran musang dengan biji kolang-kaling tua ini akan tersebar ke mana-mana lalu tumbuh menjadi individu tanaman baru. Begitulah cara aren berkembangbiak. Hingga orang tua-tua selalu mengajarkan bahwa musanglah yang telah menanam aren. Selain karena kolang-kaling yang  habis dipetik muda, musang sebagai "alat fermentasi" serta penyebar biji pun, populasinya juga menyusut tajam bahkan di beberapa tempat sudah punah. Akibatnya, regenerasi aren juga terhambat atau terhenti sama sekali. Balai Penelitian Kelapa (Balitka) dan Dinas Pertanian Jawa Barat, pernah mencoba meneliti kemungkinan untuk menyemai biji aren secara massal lalu menyebarkan tanaman hasil semaian ini ke masyarakat untuk penghijauan. Ini merupakan satu-satunya cara mengembalikan populasi aren yang sekarang ini telah menyusut tajam dan nyaris punah.
Sebagai penghasil gula merah, aren memiliki potensi yang jauh lebih tinggi dari kelapa maupun lontar. Pertama, karena secara keseluruhan, hasil nira dari pohon aren, lebih tinggi dari kelapa dan lontar. Kedua, volume nira dari satu bunga aren yang bisa mencapai 10 liter dalam 24 jam, juga lebih tinggi dibanding kelapa dan lontar yang hanya sekitar 3 liter per 24 jam. Penyadapan nira aren juga lebih mudah karena yang diiris adalah tangkai bunganya. Sementara pada kelapa dan lontar yang diiris adalah malai bunganya (manggar). Makin tahun, pohon kelapa dan lontar akan tumbuh makin tinggi. Hingga penyadapan akan makin susah. Tanaman aren, setelah mencapai ketinggian tertentu akan berhenti tumbuh (tidak lagi bertambah tinggi). Pada saat itulah bunga betina akan keluar dari pangkal pelepah tertinggi, disusul oleh bunga jantan pada pelepah di bawahnya. Bunga betina akan menjadi buah (kolang-kaling) dan bunga jantan bisa disadap untuk menghasilkan nira sebelum terlanjur mekar. Selanjutnya, bunga jantan ini akan keluar secara terus-menerus sepanjang tahun, pada ruas-ruas bekas pelepah di bawahnya. Hingga pada akhir hayatnya, tanaman aren akan mengeluarkan bunga jantan pada ruas bekas pelepah paling bawah yang tingginya satu sampai dua meter dari permukaan tanah. Selanjutnya tanaman akan mati. Aren seperti halnya gebang, adalah palem tunggal yang periode hidupnya terbatas. Beda dengan kelapa dan lontar yang akan tumbuh terus, hampir tanpa batas. Juga beda dengan sagu dan nipah yang merupakan palem berumpun dan berkembangbiak dengan anakan. Karena ketinggiannya terbatas, penyadapan aren jauh lebih mudah, tetapi dengan hasil nira yang lebih banyak dari kelapa maupun lontar.
Setelah mati pun, aren masih menghasilkan kayu yang kualitasnya tidak ada duanya. Meskipun volume kayu aren ini sangat kecil. Sebab dari sekitar 50 cm diameter batang aren, bagian pinggir yang keras itu hanyalah setebal 5 sd. 7 cm. Pada bagian pangkal batang,  ketebalan ruyung ini bisa mencapai lebih dari 10 cm. Kualitas ruyung bagian pangkal batang juga lebih bagus, lebih padat dan keras. Makin ke atas, ketebalan ruyung makin berkurang. Pada bagian paling ujung, ketebalan ruyung hanya sekitar 3 sd. 4 cm, dengan kualitas yang lebih rendah. Kayu aren mirip dengan kayu kelapa, terdiri dari serat-serat dengan diameter 2 mm. yang satu sama lain terekat dengan sangat kuat. Rekatan serat-serat ruyung yang berasal dari bagian pangkal batang, sangat kuat dan rapat. Makin ke atas, rekatan ruyung ini makin longgar. Warna serat ruyung adalah hitam, hingga untuk bahan meubel pun sebenarnya memiliki keindahan yang luarbiasa. Kayu aren memiliki kelas keawetan dan kekuatan setara dengan kayu ulin. Sayangnya, dari satu batang aren, volume ruyungnya sangat sedikit. Sebab bagian tengah batang yang sekitar 80% dari volume totalnya, merupakan "gabus" dengan serat-serat kasar yang kosong. Pada waktu batang aren belum berbunga, bagian gabus ini penuh dengan pati. Pati inilah yang oleh tanaman akan diubah menjadi gula dan dikeluarkan secara bertahap dalam bentuk nira aren.
Hasil aren yang tidak ada duanya adalah ijuk. Produk ini merupakan khas hasil tanaman aren. Ijuk adalah serat pada pangkal pelepah daun yang terjalin melingkari batang. Ijuk berguna untuk melindungi bagian pucuk tanaman yang masih sangat muda. Serat ijuk berwarna hitam dan tidak bisa lapuk. Tali ijuk memiliki kekhasan karena bisa mengikat erat bambu utuh. Tali-tali lain, misalnya tali dari serat sabut kelapa, serat kulit kayu, serat rami atau serat sintetis (plastik) tidak pernah bisa mengikat bambu utuh. Hingga bangunan-bangunan kuno yang terbuat dari bambu, pasti menggunakan tali ijuk. Serat aren ini juga digunakan sebagai atap rumah. Model atap tumah minangkabau asli, selalu beratapkan ijuk. Demikian pula halnya dengan perumahan Badui Dalam. Pada bangunan-bangunan modern, ijuk berfungsi sebagai filter pada sumur resapan. Termasuk lapangan-lapangan golf selalu memanfaatkan ijuk untuk menyaring endapan lumpur agar tidak hanyut (larut) bersama dengan aliran air. Meskipun bisa tumbuh baik mulai dari ketinggian 0 m. sd. 1.500 m. dpl;  aren baru akan tumbuh optimal di dataran menengah, mulai dari 200 m. sampai dengan dataran tinggi 1.000 m. dpl. Terutama aren cocok untuk ditanam di lereng-lereng terjal serta jurang-jurang yang curam. Hingga tanaman ini, bersamaan dengan bambu, sangat cocok untuk penghijauan di pegunungan di Jawa. Kalau bambu dan juga aren ini dimanfaatkan, maka masyarakat bisa memperoleh pendapatan dari nira, ijuk, tepung, kolang-kaling dan ruyung, sementara kawasan tersebut akan selamat dari bencana tanah longsor. (R) ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar