POTENSI SUKUN SEBAGAI BREAD FRUIT'S
Tahun
1520, awak kapal layar yang dipimpin oleh pelaut Spanyol Fernao de
Magalhaes (1470 – 1521), mengarungi samudera Pasifik yang tenang tetapi
sangat luas. Kapal-kapal ini sudah setahun lebih mengarungi lautan.
Berangkat dari Spanyol tahun 1919, mereka menyebeberangi Atlantik,
meyusuri pantai timur Amerika Latin dan melewati celah sempit di ujung
selatan benua Amerika yang kemudian disebut sebagai selat Magalhaes atau
Magellanes. Di samudera Pasifik ini perbekalan gandum mereka telah
habis. Di pulau-pulau Pasifik itulah orang-orang Eropa untuk pertama
kalinya menjumpai buah bundar dengan diameter selitar 15 cm, yang
apabila dipanggang rasanya mirip dengan roti. Berbulan-bulan mereka
terpaksa makan buah roti tadi sebelum akhirnya mencapai daratan Filipina
dan kepulauan Maluku. Magalhaes sendiri kemudian tewas dalam
pertempuran dengan penduduk asli Mactan di Filipina. Ekspedisi
mengelilingi dunia untuk pertama kalinya ini berhasil. Dari 5 kapal yang
berangkat, tinggal satu yang bisa kembali ke Spanyol. Dari 265 awaknya
(termasuk Magalhaes) hanya tinggal 19 yang bisa selamat pulang ke rumah.
Salah satu hasil ekspedisi tersebut adalah dikenalnya bread fruit's
yang asli Asia Tenggara oleh masyarakat Eropa.
Yang mereka kenal
sebagai bread fruit's tadi adalah buah sukun (Artocarpus altilis), yang
sudah sangat akrab bagi penduduk Indonesia. Sukun memang merupakan
tumbuhan asli Asia Tenggara, tetapi penyebarannya kemudian meluas sampai
ke kepulauan Pasifik. Di kepulauan Pasifik, buah sukun berkembang
menjadi makanan pokok bersama dengan talas, kelapa dan ikan serta hasil
laut lainnya. Tanaman sukun berupa pohon setinggi 20 sd. 30 m. Batangnya
lurus dan berkulit licin. Percabangannya menyamping dengan pola yang
agak teratur. Daunnya lebar-lebar dengan panjang sekitar 70 cm. dan
lebar 50 cm. Permukaan daun bagian bawah berbulu halus. Bentuk daun
lonjong dengan tepian membelah sampai agak dalam. Ujung tiap belahan
maupun pucuknya berbentuk meruncing. Terdapat banyak forma sukun. Ada
forma yang berbiji dan disebut sebagai keluwih atau timbul, ada pula
yang tidak berbiji dan disebut sebagai sukun. Forma yang tidak berbiji
ini juga cukup banyak variannya. Mulai dari yang berbuah kecil,
berbentuk agak lonjong dengan permukaan kulit buah berduri kecil-kecil,
sampai ke yang berukuran besar berbentuk bundar dengan permukaan kulit
buah halus.
Sukun sebenarnya termasuk katagori buah majemuk. Pada
keluwih, juga nangka dan cempedak yang masih satu keluarga dengan sukun,
segmen-segmen buah majemuk itu masih terpisah satu sama lain, meskupun
kulitnya menyatu menutup seluruh segmen buah tersebut. Pada buah sukun,
segmen-segmen itu karena tidak berbiji tampak menyatu, dengan kandungan
pati yang relatif besar. Tanaman sukun berumah satu (bunga jantan dan
betina terdapat dalam satu individu tanaman). Buah sukun berasal dari
bunga betina yang sudah berbentuk bundar sejak keluar dari kelopak
(seludang) bunga. Sementara bunga jantannya berbentuk pipih memanjang.
Setelah serbuk sarinya keluar bunga jantan ini akan berubah warna dari
hijau menjadi kecokelatan, layu lalu berjatuhan dibawah tajuk pohon.
Oleh masyarakat tradisional, bunga jantan sukun ini akan dipungut,
dikeringkan dan dibakar pada malam hari sebagai pengusir nyamuk. Bunga
jantan sukun ini akan terbakar sedikit demi sedikit persis seperti obat
nyamuk bakar modern. Sementara itu bunga betinanya akan berkembang
menjadi buah sukun.
Pada forma keluwih, perkembangbiakan tanaman
dilakukan secara generatif melalui bijinya. Pada forma sukun,
perkembangbiakan dilakukan secara vegetaatif melalui stek akar. Ketika
proyek penghijauan sedang gencar-gendarnya dilakukan pemerintah pada
pertengahan tahun 1990an, maka penangkar benih sukun di Cilacap, Jawa
Tengah akan memborong pohon sukun yang berukuran relatif besar. Pohon
itu segera mereka tebang. Seluruh tanah di sekitar pohon akan dibongkar
hingga seluruh akar terambil. Akar-akar itu dipotong sekitar 5 sd. 10
cm. diberi fungisida/bakterisida, direndam sebentar pada zat perangsang
tumbuh (ZPT) seperti Atonik, Dekamon dll, lalu disemai di bak-bak pasir
yang dikerudungi (disungkup) plastik untuk menjaga kelembapan udara.
Setelah tunas (pucuk) tanaman dan akar tumbuh, maka semai tadi akan
dipindah ke polybag. Kadang-kadang ada juga penangkar sukun yang
langsung menyemai stek akar ini di polybag dengan resikomortalitas yang
tinggi. Hanya dengan cara inilah tanaman sukun bisa dibudidayakan.
Tanaman lain yang juga sering dibudidayakan dengan stek akar adalah
cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan sono keling (Dalbergia
latifolia). Meskipun dua tanaman penghasil kayu ini juga bisa
dikembangbiakkan secara generatif dengan bijinya.
Secara alamiah,
ketika tanah di sekitar tanaman sukun tumbuh, terkikis oleh air hujan;
maka akar pun akar tampak. Akar ini kemudian akan luka karena tergores
kuku binatang, cangkul, terkena batu, kayu yang hanyut dll. Bagian akar
yang menyembul ke permukaan tanah dan kemudian terluka ini, akan segera
menumbuhkan tunas sebagai individu tanaman baru. Oleh masyarakat, benih
sukun alami ini akan diambil untuk ditanam di lokasi lain. Ketika
kebutuhan benih ini meningkat, masyarakat sengaja menggali akar sukun,
mengangkatnya ke permukaan tanah dan sengaja memotongnya. Bagian yang
terpotong ini (yang terputus dari batang) akan menumbuhkan individu
tanaman baru. Lama kelamaan ada tuntutan permintan benih sukun secara
massal sampai puluhan bahkan ratusan ribu tanaman. Pada saat itulah
tanaman sukun dewasa dibongkar total untuk diambil seluruh akarnya.
Pertama-tama tanaman sukun yang dibongkar hanyalah di sekitar kota
Cilacap. Lama kelamaan setelah tanaman di sekitar kota ini habis, para
penangkar pun berburu pohon sukun sampai ke Purwokerto, dan kota-kota
lain di sekitar Cilacap.
Trend penghijauan oleh pemerintah pusat
maupun daerah dengan tanaman sukun, sebenarnya bukan dengan pertimbangan
untuk memanfaatkan buahnya sebagai pangan alternatif. Isu yang
selaluberedar di masyarakat adalah, tanaman sukun bisa "mendatangkan"
air. Pengertian mendatangkan air yang mereka kemukakan adalah, kalau
kita menanam sukun maka di lokasi itu akan keluar mataair. Ini tentunya
tidak benar. Tetapi penghijauan dengan sukun pasti akan lebih baik
dibanding dengan akasia atau albisia misalnya. Akasia yang bukan tanaman
tropis itu bardaun keras hingga serasahnya sulit hancur. Sementara
albisia yang berdaun majemuk kecil-kecil itu juga kurang bisa menahan
curahan air hujan. Dua tanaman ini merupakan penghasil kayu yang selang
lima tahun kemudian akan ditebang. Sukun menjadi pilihan ideal karena
daunnya sangat lebar dan setelah jatuh mudah hancur. Tanaman ini juga
bukan penghasil kayu melainkan buah. Hingga akan ditanam untuk jangka
waktu puluhan tahun. Pertimbangan "untuk diambil buahnya" inilah
mestinya yang dijadikan alasan, mengapa tanaman sukun dipilih untuk
penghijauan.
Sebagai tanaman asli Indonesia, sukun toleran dengan
variasi agroklimat yang agak ekstrim. Dia tahan ditanam di kawasan
basah (bogor) maupun kering (NTT), dataran rendah (Jakarta) maupun
dataran tinggi (Cipanas). Lahan berpasir, tanah liat, vulkanis, cadas
yang berbatu-batu, gambut tidak menjadi masalah bagi tanaman sukun.
Toleransi ketinggian tempat mulai dari 0 sampai 1.000 m. dpl. Hal yang
tidak bisa di tolerir oleh tanaman sukun adalah ketersediaan sinar
matahari. Hingga sukun tidak mungkin ditanam bersamaan dengan tanaman
keras lainnya dengan jarak rapat. Tajuk tanaman sukun dewasa ( di atas
10 tahun) akan memerlukan ruang peling sedikit 100 m2 (10 X 10 m). Benih
sukun sangat mudah diperoleh di kios-kios penjual tanaman dengan
variasi harga antara Rp 5.000,- sd. Rp 25.000,- tergantung ukuran benih.
Sukun akan mulai berbuah pada umur antara 4 sd. 6 tahun setelah tanam.
Pemupukan yang diperlukan hanyalah urea pada saat tanaman belum berbuah
dan NPK pada saat sudah berbuah, dengan dosis disesuaikan dengan umur
dan produktivitas tanaman. Kisarannya antara 0,25 sd. 0,5 kg. urea per
tanaman per tahun dan 1 sd. 5 kg. NPK per tanaman per tahun.
Pemberiannya dipecah menjadi 3 sd. 4 kali. Caranya dengan membuat parit
di batas tajuk, menaburkan pupuk lalu menimbunnya kembali.
Tanda
buah sukun sudah tua adalah, ukurannya sudah optimum, kulit buahnya
tampak lebih licin, duri-durinya (pada forma berduri) mulai renggang.
Pada forma berkulit licin, warba buah akan berubah dari hijau menjadi
kkekuning-kuningan. Sementara pada forma yang berduri, perubahan warna
ini tidak terlalu tampak. Forma yang berduri, meskipun buahnya
kecil-kecil, rasanya justru lebih lezat. Daging buahnya lebih padat dan
lebih "liat" dibandingkan dengan berkulit licin yang ukuran buahnya
lebih besar. Forma berkulit licin ini, daging buahnya justru lebih
lembek, meskipun sudah dipanen tua. Cara mengkonsumsi sukun sangat
mudah, yakni dengan mengupas kulitnya sebagamana kita mengupas nangka
muda, talas atau ubi jalar. Buah dipotong-potong seperti pada pemotongan
semangka. Selanjutnya potongan buah ini bisa dikukus, dipanggang atau
digoreng sesuai dengan selera. Pada penggorengan, bisa langsung digoreng
baru pada saat makan ditaburi garam, bisa pula sebelum digoreng diberi
garam dan bumbu ketumbar/bawang putih yang dihancurkan dan diberi
sedikit air. Rasa sukun forma beduri yang dipanggang sangat lezat.
Benar-benar seperti roti. Tetapi kalau selama berbulan-bulan diatas
kapal harus makan "bread fruit's" pasti akan bosan juga. (R) * * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar